seorang gadis "bar-bar" dengan sikap blak-blakan dan keberanian yang menantang siapa saja, tak pernah peduli pada siapa pun—termasuk seorang pria berbahaya seperti Rafael.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lince.T, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dalam bayang -bayangan
Pagi itu, kota masih terbungkus dalam kabut tipis yang belum sepenuhnya terangkat. Rafael duduk di ruang kerjanya yang megah, menatap ke luar jendela dengan ekspresi kosong. Gedung pencakar langit dan jalan-jalan kota yang sibuk tampak seperti panorama biasa, namun ada sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang mengganggu pikirannya lebih dalam daripada yang pernah ia rasakan sebelumnya. Liana.
Ia mencoba untuk menepis pikiran itu, namun wajah gadis itu—keras kepala, berani, dan penuh kehidupan—terus menghantui setiap sudut otaknya. Sejak pertemuan pertama mereka di klub malam Inferno hingga malam penuh ketegangan di gudang, Liana telah mengubah segalanya. Ia bukan sekadar gadis yang berada dalam dunia ini—ia kini sudah terlibat terlalu dalam.
Rafael memijat pelipisnya, berusaha mengumpulkan pikirannya. Ada yang harus diselesaikan, dan Liana tidak bisa menjadi penghalang. Namun, semakin ia mencoba mengabaikannya, semakin sulit untuk melupakan apa yang telah terjadi malam itu. Perasaannya semakin kacau.
Pintu ruang kerjanya terbuka, dan sebuah suara familiar memecah kesunyian.
“Rafael, kita butuh pembicaraan.”
Itu adalah Victor, tangan kanan Rafael, dan salah satu orang yang paling dapat diandalkan. Meskipun tidak banyak bicara, Victor selalu tahu apa yang harus dilakukan. Rafael mengangguk dan melirik sekilas ke arah sahabatnya itu.
Victor duduk di kursi di depan meja kerja Rafael dan langsung membuka percakapan.
“Darius masih bergerak. Kita sudah bisa melacak beberapa gerakan mereka. Mereka tahu kita akan datang,” kata Victor, suara tegas dan penuh perhitungan.
Rafael menghela napas, lalu berdiri dan berjalan ke jendela, memandang jauh ke luar. “Aku tahu. Mereka tidak akan tinggal diam begitu saja. Tapi kali ini, kita harus siap dengan strategi yang lebih matang.”
“Aku rasa ada satu hal yang perlu kita pikirkan, Rafael,” Victor melanjutkan, memandang sahabatnya dengan tatapan yang dalam. “Liana. Kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa dia terlibat lebih dalam dari yang kita kira.”
Rafael menoleh dan menatap Victor dengan tajam. “Apa maksudmu?”
Victor mendekat sedikit, berbicara dengan suara yang lebih rendah. “Maksudku, dia bukan hanya gadis biasa yang kebetulan ada di sana. Kita sudah menariknya lebih dalam ke dalam dunia kita, dan sekarang dia tahu terlalu banyak. Kalau Darius mengincarnya, dia akan menjadi target utama.”
Rafael terdiam sejenak. Ia tahu Victor benar.Liana adalah bagian dari masalah ini, dan entah bagaimana, kehadirannya malah mengacaukan semuanya. Mungkin itulah mengapa hatinya terasa terpecah.
“Dia bisa melindungi dirinya sendiri,” jawab Rafael akhirnya, meski suaranya tidak terlalu yakin.
Victor mengangkat alis. “Kita tidak bisa mengambil risiko itu. Darius bukan orang yang main-main. Dia akan berusaha menjadikan Liana sebagai leverage untuk menekan kita. Dan kita tahu betul, kalau kita membiarkan hal itu terjadi, tak hanya kita yang akan terjerat, tetapi seluruh organisasi.”
Rafael kembali menatap ke luar jendela, matanya penuh pertimbangan. “Jadi apa yang kamu sarankan?”
Victor terdiam sejenak, memberi ruang untuk Rafael berpikir. “Aku rasa kita harus melindungi dia—secara langsung. Jangan beri dia pilihan untuk keluar dari dunia ini, karena sekali dia berada di dalamnya, tidak ada jalan kembali. Kita harus pastikan dia ada di pihak kita, sepenuhnya.”
Rafael menarik napas panjang. “Aku tidak bisa menjamin dia akan mendengarkan. Dia terlalu keras kepala. Lagipula, kita tidak tahu apakah dia akan setia pada kita dalam jangka panjang.”
“Di dunia ini, orang hanya setia pada siapa yang memberi mereka alasan untuk tetap bertahan, Rafael. Dan sekarang kita harus memberi alasan itu pada Liana. Agar dia tahu, tidak ada jalan keluar.”
Rafael mengerutkan kening, memikirkan kata-kata Victor. Ada kebenaran dalam ucapan sahabatnya. Keberadaan Liana sudah menjadi ancaman dan juga peluang. Tidak bisa disangkal, gadis itu memiliki potensi untuk membantu mereka—atau malah menghancurkan mereka, tergantung bagaimana mereka memperlakukannya.
Saat Rafael masih terdiam, ponselnya bergetar di atas meja. Ia memandangnya sejenak sebelum mengangkatnya.
“Rafael,” suara di ujung telepon terdengar serius. “Ada sesuatu yang perlu Anda lihat. Darius mengirimkan pesan.”
Rafael mendengus, lalu menatap Victor yang juga menunggu. “Tunggu di sini,” katanya singkat, sebelum meninggalkan ruangan dengan langkah cepat.
---
Sementara itu, di sisi lain kota, Liana sedang berada di rumahnya yang sederhana. Ia duduk di meja makan, memandangi secangkir kopi yang sudah dingin. Pikirannya melayang ke kejadian malam itu—pertempuran di gudang, tembakan yang berkali-kali terdengar, dan akhirnya, pelarian yang berhasil. Namun, meski berhasil keluar hidup-hidup, hatinya terasa cemas. Semua yang ia alami tak sejalan dengan kehidupannya yang dulu. Dunia yang dulu ia anggap hanya sebuah kisah film kini menjadi kenyataan yang terlalu nyata.
Tiba-tiba, suara ketukan di pintu membuat Liana tersentak. Ia bergegas membuka pintu dan melihat seorang pria yang tidak asing lagi—Victor.
“Ada apa?” tanya Liana dengan nada sedikit cemas, mempersilakan Victor masuk ke dalam.
Victor melangkah masuk tanpa banyak bicara. “Rafael ingin bicara denganmu.”
Liana terkejut, bahkan sedikit bingung. “Sekarang? Apa yang dia inginkan?”
“Ini bukan masalah yang bisa kita biarkan begitu saja, Liana. Ayo, ikut aku.”
Liana merasa ketegangan mulai merayap kembali. Keputusan yang diambil malam itu sudah membawa mereka ke titik ini, dan meskipun ia tidak ingin terjebak lebih jauh dalam dunia ini, ia tahu sudah terlalu jauh untuk mundur. “Baiklah,” jawabnya, mencoba menenangkan diri, meskipun hatinya penuh tanda tanya besar.
Malam ini akan membawa mereka ke dalam sebuah permainan baru—dan kali ini, Liana tahu bahwa ia harus memilih apakah akan berjuang bersama Rafael, atau kembali ke kehidupan lamanya yang jauh lebih sederhana. Namun, satu hal yang pasti, keputusannya malam ini akan mengubah segalanya.
Liana mengikuti Victor dengan langkah cepat, meskipun hatinya penuh pertanyaan. Ia tahu ini bukan sekadar pertemuan biasa. Rafael, pria yang begitu menakutkan dan penuh rahasia, pasti memiliki alasan kuat untuk memanggilnya. Namun, ada satu hal yang masih mengganjal di benaknya—apa yang sebenarnya Rafael inginkan darinya?
Sesampainya di gedung tempat Rafael biasanya berada, suasana sudah berubah. Semua orang tampak serius, dan bahkan Victor terlihat lebih tegang daripada biasanya. Liana merasakan ketegangan itu menyelimuti dirinya, seolah dia sedang berada di tengah badai yang siap menghantam kapan saja. Tanpa berkata banyak, Victor memandu Liana menuju ruang kerja Rafael. Mereka melewati lorong panjang yang dipenuhi dengan lukisan dan artefak berharga, semuanya mengingatkan Liana akan kekuasaan dan kemewahan yang menyertai pria itu.
Rafael duduk di belakang meja kerjanya, menatap layar komputer besar di depannya. Saat Liana masuk, ia tidak langsung menoleh, seolah-olah menunggu sesuatu. Namun, Liana bisa merasakan tatapan tajamnya meski Rafael tidak mengangkat kepala.
"Jadi, kamu akhirnya datang juga," kata Rafael, suaranya tenang namun penuh ketegasan.
Liana tidak duduk, sebaliknya berdiri dengan sikap yang sama sekali tidak menunjukkan rasa takut. "Apa yang kamu inginkan dariku?" tanyanya langsung, mencoba menahan rasa cemas yang mulai merayap di dadanya.
Rafael menoleh, matanya yang tajam menilai setiap inci dari Liana. Ada semacam kekaguman di balik tatapan itu, namun juga sebuah peringatan. "Kamu tidak pernah benar-benar tahu siapa aku, kan?" tanyanya sambil berdiri dari kursinya.
Liana mengangkat bahu. "Aku tahu lebih banyak daripada yang kamu kira."
Rafael tersenyum tipis. "Mungkin, tapi dunia ini jauh lebih rumit dari yang kamu bayangkan, Liana. Jika kamu ingin bertahan hidup di sini, kamu harus memilih dengan bijak."
Liana mengerutkan kening. "Memilih? Apa maksudmu?"
"Ini bukan sekadar soal kamu dan aku," jawab Rafael, berjalan mendekat. "Ini soal kelangsungan hidupmu. Darius sedang mencari cara untuk menjatuhkan kita. Jika kita tidak bekerja sama, kita akan dihancurkan. Dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi."
Liana menatapnya tajam, mencoba memahami setiap kata yang keluar dari mulutnya. "Jadi, kamu ingin aku berada di pihakmu?" tanyanya, suara sedikit meremehkan.
Rafael mengangguk. "Kamu tidak punya pilihan. Darius tidak akan berhenti sampai kita semua hancur. Kami butuh bantuanmu. Dan ini adalah kesempatanmu untuk memilih—apakah kamu ingin berjuang bersama kami, atau menyerah begitu saja?"
Liana merasa terpojok, meski ia berusaha menahannya. Pria ini, meski sekeras batu, ternyata tidak bisa ia abaikan begitu saja. “Lalu apa yang harus aku lakukan?” tanya Liana akhirnya, nada suaranya lebih rendah daripada yang ia perkirakan.
Rafael tersenyum. "Kamu harus belajar bertarung di dunia ini, Liana. Bukan hanya sekadar bertahan, tapi juga mengendalikan setiap langkahmu. Kami akan melatihmu. Dan begitu Darius datang, kita akan siap."
Liana terdiam sejenak, memikirkan semua kata-kata itu. Kehidupan yang tadinya sederhana dan bebas kini seolah-olah tidak mungkin kembali. Terlalu banyak bahaya, terlalu banyak keputusan yang harus diambil. Tapi satu hal yang pasti—dunia ini tidak bisa dibiarkan begitu saja tanpa perjuangan.
“Baiklah,” jawab Liana akhirnya. “Aku ikut. Tapi jangan harap aku akan mudah mengikuti semua peraturanmu.”
Rafael hanya tersenyum. “Itu yang aku harapkan.”
Dengan keputusan yang berat itu, Liana tahu hidupnya akan berubah selamanya. Dunia yang dulu ia kenal kini sudah terbalik, dan ia harus beradaptasi dengan cara yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Namun, entah mengapa, ada sesuatu yang menarik di balik semuanya—sesuatu yang membuatnya ingin terus maju, meski itu berarti terjerumus lebih dalam dalam bayang-bayang kekuasaan dan perang yang tak terhindarkan.