Aulia Aisha Fahmi Merupakan sepupu Andika, mereka menjalin cinta tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Andika adalah cinta pertama Aulia dan ia begitu mencintainya. Namun, kejujuran Andika pada ayahnya untuk menikahi Aulia ditentang hingga Andika perlahan-lahan hilang tanpa kabar.
Kehilangan Andika membuat Aulia frustrasi dan mengunci hatinya untuk tidak menerima pria lain karena sakit di hatinya begitu besar pada Andika, hingga seorang pria datang memberi warna baru di kehidupan Aulia... Akankah Aulia bisa menerima pria baru itu atau masih terkurung dalam masa lalunya.
Penasaran dengan kisah selanjutnya, yuk ikuti terus setiap episode terbaru dari cerita Cinta untuk sekali lagi 😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aninda Peto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 18
"Semenjak dia memutuskan untuk melenyapkan semua kisah, tak ada lagi yang tersisa selain duka di mata yang basah"
\*Tutur Duka\*
Setelah memutuskan hubungan sepenuhnya, Andika benar-benar terlihat tak berdaya. Namun, tetap kuat di depan orang-orang. Berusaha tersenyum walau hatinya menangis, tampak baik-baik di luar padahal mengandung kesakitan di dalam tubuh.
Berbeda dengan Aulia, perempuan itu sudah mengikhlaskan sepenuhnya kenangan indah dari masa lalunya, tak ada lagi perasaan yang tertinggal di hatinya bersama Andika. Semua telah berlalu, dan kini ia memfokuskan tujuannya hanya pada satu pria, dialah Ryan, pria yang menjadi pemenang di hati perempuan yang dulu disebut sebagai pemeluk duka.
Hari-hari dilewati tanpa ada obrolan kecuali sesuatu yang mendesak, jika tidak hanya kesunyian dan keheningan tercipta di antara mereka.
Asing, adalah kata yang cocok disematkan untuk kedua anak manusia yang sempat beradu kasih. Namun, kini sudah tak lagi. Tak ada lagi cemburu yang terpancar di mata Aulia saat melihat Andika bersama dengan kekasihnya, ia hanya melempar senyum hangat turut berbahagia atas hubungan mereka.
Seperti saat ini, Aulia berada di rumah Iin, perempuan yang menjadi kekasih dari mantannya itu. Rumah itu juga ditinggali oleh ipar dari Kaka Aulia, istri abangnya yang terletak di belakang kampus IAIN Ambon.
Di malam hari ini, mereka duduk bersama dan menyantap hidangan yang sudah dibeli oleh Andika. Sate ayam dibeli lima porsi, masing-masing mendapat satu porsi dan sisa satunya di simpan untuk Abang Aulia yang bernama Riko.
"Kapan kamu turun ke Malang?" Tanya ipar Aulia yang bernama Saidah. Aulia menghentikan makannya lalu menatap iparnya itu.
"Seminggu lagi kak" Jawabnya dan kembali melanjutkan makannya.
"Aku kembali ke Makassar pekan depan, kamu sudah pesan tiket pesawatnya? Jika belum biar aku saja yang pesan agar kita bisa berangkat bersama" Andika tiba-tiba membuka suara.
"Boleh" Balas Aulia singkat.
"Kamu keterima kuliah di universitas mana?" Kali ini Iin bertanya.
"Muhammadiyah Malang"
Mereka menghabiskan makan malam sambil berbincang-bincang ringan, setelah usai. Aulia memilih duduk di kursi bambu teras rumah. Kursi yang terbuat dari bambu itu mengingatkan dirinya pada rumahnya, juga sosok yang sangat dirindukannya. Sudah beberapa hari ini tidak ada kabar darinya, mungkin karena masalah jaringan, ia berharap sebelum dirinya terbang ke Malang, ia masih sempat bertemu dengan Ryan. Jujur saja hatinya begitu merindukan prianya itu.
Perempuan itu sedang menatap bulan yang berbentuk sempurna, cahaya kuningnya menyinari malam yang begitu sunyi. Di depan sana Aulia melihat hamparan pepohonan tinggi yang masih sangat asri, juga beberapa rumah yang masih terhitung oleh jari.
"Dan kini aku kembali merasakan rindu setelah sekian lama purnama. Kau tahu, rindu itu sangat menyiksa dan begitu berat, tak melihatmu membuatku semakin mencintaimu juga semakin menambah ketakutan di hati. Aku pernah merasakan sakit yang begitu perih karena rinduku yang tak tersampaikan, semoga kamu yang kali ini tidak akan menjadi kisah pertamaku yang sangat suram... sudah cukup rasa sakit yang kuterima jangan lagi kau menambah sakit yang sudah usai ini" Berbisik rindu di keheningan nisha, berharap angin malam menyampaikan pesan pada sosok yang menjadi pemilik hatinya
"Angin, bisakah kau sampaikan rasa rinduku pada dia? Sungguh aku benar-benar tidak mampu menahan rindu ini, sungguh aku benar-benar ingin berjumpa dengannya, beberapa hari tidak bersua seperti ribuan tahun telah berlalu... Bukan alay, tapi cinta memang membuat gila" Perempuan itu bermonolog dengan litani kesedihan yang terpancar sangat jelas di mata.
"Kau yang seperti ini membuatku cemburu" Ucap seseorang dari belakang Aulia membuat perempuan itu menoleh, ia melihat Andika keluar dengan bersilang dada dan menatap langit yang dipenuhi lautan bintang serta bulan yang menjadi permata.
"Hati-hati akan terdengar oleh seseorang" Ucap Aulia pelan.
Andika berdiri dan bersandar di dinding samping Aulia, ia memandangi wajah rupawan milik Aulia tanpa kedip.
"Apa kau pernah merinduku seperti yang kau rasakan saat ini?" Ia bertanya dengan tatapan penuh harap serta cinta yang masih tersimpan di balik matanya yang hangat.
"Tidak"
"Haah" Mendesah berat merasa kecewa mendengar jawaban itu.
"Dia sangat beruntung mendapatkan hatimu sepenuhnya, kalau boleh jujur aku sangat cemburu pada dia yang mendapatkan rindumu, hahahha" Ucapnya sambil tertawa kecil seakan sedang mengejek dirinya.
"Semua kesempatan juga pilihan ada pada dirimu, tapi kamu menyia-nyiakan dan tidak mau mengambilnya, tidak usah berbicara cemburu ataupun merasa sakit... Semuanya telah berlalu dan kita sudah usai, untuk apa membahas sesuatu yang tak berguna, hanya membuang-buang waktu dan sangat merugikan" Kata Aulia lalu masuk ke dalam rumah meninggalkan Andika yang masih menatapnya walau sudah tak terlihat oleh pandangan matanya.
"Kamu benar, aku yang begitu pecundang sampai membuat kita berada dalam situasi seperti ini. Maafkan aku yang tidak berani untuk menyampaikan perasaan kita pada orang tua kita sampai membuatmu tersiksa, maafkan aku yang sampai sekarang masih belum memiliki keberanian itu" Gumamnya pelan lalu berjalan keluar dan menaiki motor Scoopy dan meninggalkan rumah beton berwarna ungu muda, dengan perasaan dilema.
Di lain sisi, seorang pria berdiri di balik jendelanya menatap bulan yang sangat indah.
Melebarkan senyum di bibirnya diiringi dengan tangisan pilu tanpa suara sungguh menyesakkan dada.
"Aku akan segera menemuimu, bersabarlah Auliku... Aku sungguh mencintaimu, tunggu yah aku sedang berjuang di sini" Bisiknya di keheningan malam yang begitu gelap, hanya mengandalkan penerangan Bumi di malam yang semakin larut.
"Ayah tidak bisa membantumu nak, ayah terikat oleh janji almarhum ayahnya Dara... Beliau sudah menitipkan putrinya untuk dinikahkan dengan kamu" Kalimat itu selalu terngiang-ngiang di ingatan Ryan, saat sore hari berbincang-bincang dengan sang ayah.
"Semudah itukah kalian mengikat janji perjodohan orang lain? Walau aku ini anak kalian tetapi aku punya kuasa atas kehidupan ku selanjutnya apalagi pernikahan yang akan kujalani seumur hidup... Aku seperti boneka yang selalu kalian tuntut ini itu, tapi ayah, kali ini aku akan menjadi anak pembangkang, aku sudah berjanji pada seorang perempuan untuk menikahinya"
"Maaf, biarkan kali ini saja aku yang memutuskan kehidupan ku" Setelah menyampaikan kalimat panjang itu, Ryan beranjak dari duduknya dan pergi dari sana, meninggalkan rumah sejenak untuk menghilangkan rasa penat yang sungguh menyiksa.
Mata Pria paruh baya itu tak lepas dari bayangan tubuh kekar sang anak, melihat dengan tatapan sedih juga bersalah.
Tok tok tok
Tok tok tok
Terdengar suara ketukan dari balik pintu kamar milik Ryan. Pria itu segera menghapus air matanya di pipi, menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan-lahan lalu membuka pintu kamarnya. Di depannya terlihat pria paruh baya berdiri dengan gagah, menggunakan baju kaos putih serta sarung yang tertutup rapi dari pinggang hingga ke mata kaki.
"Ayah, ada apa?" Tanya Ryan.
"Bolehkah ayah masuk?" Ryan mengangguk memperbolehkan. Kemudian pria paruh baya itu masuk dan duduk di lantai diikuti oleh Ryan.
"Ayah merestui hubungan kamu dengan perempuan pilihan kamu, ayah akan selalu menjadi pendukung kamu di antara hubungan kalian... Hiduplah dengan pilihanmu agar kamu tidak merasakan yang namanya penyesalan, jangan seperti ayah yang merasa bersalah pada perempuan itu"
.
.
.
Lanjut part 19