Selamat membaca, ini karya baru Mommy ya.
Aisha dan Dani adalah sahabat sejak dulu, bahkan mereka bersama sama hijrah ke ibu kota mengais rezeki disana. kebersamaan yang ternyata Dani menyembunyikan cintanya atas nama persahabatan.
Sementara Aisha yang jatuh cinta pertama kalinya dengan Atya, lelaki yang baru ditemuinya yang mempunyai masa lalu yang misterius.
Apakah hubungannya dengan Arya akan menjadi pasangan terwujud? Bagaimana dengan rasa cinta Dani untuk Aisha? Apa pilihan Aisha diantara Dani dan Arya?
Baca karya ini sampai selesai ya, happy reading!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18: Sudah terbiasa Aisha
Dua tahun berlalu dengan cepat bagi Aisha di Singapura. Dalam kurun waktu itu, hidupnya kembali tertata. Dengan bantuan Sintia, sahabat yang selalu setia mendampinginya, Aisha perlahan-lahan mulai membuka hatinya kembali dan membiarkan masa lalu hanya menjadi kenangan. Ia merasa lebih kuat, lebih damai, dan lebih siap untuk menyongsong masa depan.
Rutinitas di kantor dan suasana Singapura yang dinamis membuat Aisha betah. Ia berhasil menata kembali kehidupannya dan fokus pada pekerjaan, mengalihkan semua perhatiannya untuk kemajuan karier. Keahliannya dan dedikasinya di tempat kerja membuatnya semakin diandalkan oleh manajemen perusahaan. Ketika suatu hari ia dipanggil oleh Pak Roy untuk membicarakan sebuah proyek besar, Aisha mendengarkan dengan antusias.
Pak Roy: "Aisha, kami ada kabar baik untukmu. Perusahaan membutuhkan seseorang yang kompeten untuk mewakili kita dalam kerjasama dengan mitra bisnis baru di Indonesia. Kami yakin kamu adalah orang yang tepat untuk tugas ini."
Aisha: (tersenyum lebar) "Terima kasih atas kepercayaannya. Tugasnya akan berlangsung berapa lama?"
Pak Roy: "Kira-kira sebulan. Jika kamu setuju, kita bisa mulai persiapannya. Proyek ini penting, dan kami yakin kamu bisa melakukannya."
Aisha: (mengangguk penuh keyakinan) "Saya bersedia, Pak. Saya siap berangkat kapan saja."
Pak Roy: "Bagus sekali. Kamu juga akan ditemani oleh Sintia, karena kita akan mengirim dua perwakilan."
Aisha merasa bersemangat mendengar kabar itu. Dua tahun telah memberikan cukup waktu baginya untuk menenangkan hati, dan kembali ke Indonesia, tempat yang penuh kenangan, terasa seperti langkah maju yang tepat.
***
Di sore hari setepas pulang kerja, Aisha berbincang dengan Sintia tentang perjalanan mereka yang akan datang. Di apartemen milik Aisha, keduanya tampak sedang santai dengan kopi dan cemilan.
Sintia: "Aisha, kamu yakin siap kembali ke Indonesia? Maksudku, setelah semua yang pernah terjadi."
Aisha: (tersenyum) "Aku sudah merasa lebih kuat sekarang. Dua tahun bukan waktu yang sebentar, Sintia. Aku rasa aku sudah benar-benar sembuh. Aku sudah berdamai dengan semuanya, walau tidak memungkiri cinta lebih sulit untuk di lupakan. Setidaknya sudah bisa mengikhlaskan segalanya, pulang sekarang atau nanti sama saja bagiku."
Sintia: "Aku senang mendengarnya. Aku yakin perjalanan ini akan jadi kesempatan bagus buat kamu."
Aisha: "Iya, siapa tahu bisa jadi penutup dari semua hal di masa lalu. Walau sangat berharap tidak bertemu dengan keduanya dulu. Aku yakin mereka juga sudah berubah, atau bahkan sudah menikah."
Sintia: "Siapa yang tahu?"
Akhirnya keduanya tertawa dan terkekeh bersama, membayangkan jika ia saja yang belum menikah dan masih jomblo. Aisha bukan sakit hati tapi lebih ke miris hatinya yang gagal moveon.
***
Hari yang dinanti tiba. Aisha dan Sintia terbang ke Indonesia untuk menjalankan tugas yang telah mereka persiapkan selama berbulan-bulan. Begitu tiba di Jakarta, perasaan rindu dan asing bercampur aduk dalam hati Aisha. Namun, ia berhasil menekan perasaan itu dan fokus pada pekerjaannya.
Selama seminggu pertama di Indonesia, mereka menghabiskan waktu dengan berbagai rapat dan persiapan dokumen. Dengan tim perusahaan mereka yang di Indonesia, pertemuan besar dengan mitra bisnis mereka dijadwalkan minggu depan. Namun, Pak Roy perusahaan mereka tidak memberi tahu dengan siapa mereka akan bekerja sama. Hal itu membuat Aisha merasa sedikit penasaran, tapi ia mencoba mengabaikannya dan berfokus pada pekerjaannya.
Ketika hari pertemuan tiba, Aisha dan Sintia sudah bersiap di ruang rapat perusahaan mitra. Perasaan gugup sempat melintas, namun Aisha menenangkan diri, meyakinkan hatinya bahwa ini hanya urusan pekerjaan.
Sintia: (berbisik) "Aisha, kamu kelihatan sedikit tegang. Ini pertemuan besar, ya?"
Aisha: (tersenyum) "Iya, tapi kita bisa melaluinya, kan? Fokus saja pada presentasi kita."
Sintia: "Benar, kita sudah menyiapkan semuanya dengan baik."
Beberapa menit kemudian, pintu ruang rapat terbuka. Aisha dan Sintia berbalik, menunggu kehadiran CEO mitra bisnis yang akan bekerja sama dengan mereka. Namun, saat pandangan Aisha bertemu dengan sosok yang masuk ke dalam ruangan, waktu terasa berhenti.
Arya! Batin Aisha.
Arya berdiri di sana, mengenakan setelan rapi, wajahnya tampak lebih dewasa dan tegas. Mereka berdua saling terkejut melihat satu sama lain, tak mampu berkata apa-apa untuk beberapa detik.
Arya: (dengan nada terkejut) "Aisha?"
Aisha: (berbisik dalam hati) "Arya... dia CEO perusahaan ini?"
Sintia: (memandang Aisha dengan bingung) "Kamu mengenal dia, Sha?"
Aisha: (menelan ludah) "Ya, aku mengenalnya."
Suasana menjadi canggung dan penuh dengan ketegangan. Pertemuan yang tak diduga ini membuat perasaan Aisha bercampur aduk. Setelah semua yang telah ia lalui, kenangan tentang Arya kembali terputar di benaknya. Namun, ia mencoba untuk tetap tenang, mengingat bahwa dirinya sekarang berbeda, lebih kuat dan siap menghadapi masa lalunya.
Rapat berjalan dengan formalitas, namun Aisha bisa merasakan tatapan Arya sesekali terarah padanya. Ada banyak pertanyaan dan emosi yang tak terucapkan antara keduanya. Di akhir pertemuan, saat semua orang keluar dari ruang rapat, Arya menghampiri Aisha.
Arya: "Aisha, aku tidak pernah menduga akan bertemu kamu di sini."
Aisha: (mengambil napas dalam) "Aku juga tidak menduga bahwa perusahaan yang akan kami jalin kerja sama ini ternyata milikmu."
Arya: "Bagaimana kabarmu selama ini? Kamu baik-baik saja?"
Aisha: "Aku baik-baik saja, Arya. Hidup terus berjalan, kan?"
Arya: (tersenyum tipis) "Iya, hidup memang terus berjalan, meski terkadang kita masih membawa sebagian masa lalu."
Aisha: (berusaha tetap tegar) "Aku sudah mencoba menata hidupku kembali. Semoga kamu juga sudah."
> Arya: (menunduk dan mendekat ke arahnya) "Aku selalu berusaha, Aisha. Meski rasanya tidak mudah."
Mereka terdiam, membiarkan keheningan mengambil alih. Ada banyak hal yang ingin diungkapkan, namun keduanya memilih untuk tetap diam. Seolah-olah kata-kata saja tidak cukup untuk mengekspresikan perasaan mereka yang rumit. Setelah itu Arya lebih dulu keluar dari ruangan itu.
***
Saat Aisha kembali ke hotel, pikirannya tak bisa lepas dari pertemuan dengan Arya. Bayangan masa lalu seakan kembali menyeruak, membuat hatinya bergetar. Di satu sisi, ia merasa senang melihat Arya yang sekarang tampak lebih matang dan dewasa. Namun, di sisi lain, perasaan takut dan keraguan masih membayangi hatinya.
Sintia: "Aisha, kamu baik-baik saja? Kamu terlihat seperti memikirkan sesuatu."
Aisha: "Aku baik-baik saja, hanya sedikit terkejut dengan pertemuan tadi."
Sintia: "Kalau ada yang ingin kamu ceritakan, aku selalu ada untukmu."
Aisha: (tersenyum lemah) "Terima kasih, Sintia. Mungkin ini hanya bagian dari ujian dalam hidupku."
Aisha mencoba untuk menenangkan pikirannya, namun bayangan Arya terus menghantui. Ia bertanya-tanya, apakah pertemuan ini merupakan kebetulan semata atau ada sesuatu yang lebih besar di baliknya.
Aisha duduk termenung di balkon hotel, merenungkan takdir yang kembali mempertemukannya dengan Arya. Hatinya berdebar, penuh dengan ketidakpastian.
Apakah aku benar benar telah melupakannya? Kenapa dada ini masih bergetar saat melihatnya? Salah tingkah saat di tatapnya?
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Bersambung.