Terlalu sering memecat sekretaris dengan alasan kinerjanya kurang dan tidak profesional dalam bekerja, Bryan sampai 4 kali mengganti sekretaris. Entah sekretaris seperti apa yang di inginkan oleh Bryan.
Melihat putranya bersikap seperti itu, Shaka berinisiatif mengirimkan karyawan terbaiknya di perusahaan untuk di jadikan sekretaris putranya.
Siapa sangka wanita yang dikirim oleh Daddynya adalah teman satu sekolahnya.
Sambungan dari novel "Kontrak 365 Hari"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
"Mereka pasti menyeret Annelise ke dalam sana, tolong selamatkan dia. Hidupnya sudah terlalu menderita untuk mendapatkan perundungan lagi di sekolah." Dengan mata yang sudah berkaca-kaca, gadis itu memegang lengan seragam Bryan dan menariknya masuk ke dalam gudang.
Sebenarnya Bryan tidak terlalu yakin dengan pengakuan gadis itu, tapi entah kenapa hati kecilnya tidak bisa menolak. Keduanya lantas memasuki gudang yang kondisinya minim pencahayaan. Di tengah-tengah perjalanan, gadis itu menghentikan langkah dan menahan Bryan untuk tidak berjalan lagi.
"Bryan, itu suara Annelise." Lirihnya setengah berbisik.
Bryan menajamkan pendengaran, gadis itu memang tidak berbohong karna Bryan sempat mendengar suara orang merintih kesakitan.
"Disana,,!" Seru gadis itu seraya mengarahkan telunjuknya pada beberapa orang yang sedang merundung Annelise dibalik rak-rak besar. Keduanya setengah berlari menghampiri kerumunan yang jumlahnya sekitar 4 orang.
Bryan terperangah melihat perundungan di depan matanya. Dia baru kali ini melihat ada perundungan di sekolahnya. Parahnya lagi, perundungan itu di lakukan oleh Gisele. Di sekolah ini, siapa yang tidak mengenali Gisele. Anak dari ketua yayasan di sekolah mereka. Gisele cukup populer di sekolah karna jabatan yang dimiliki oleh orang tuanya.
Saat menghampiri mereka, Gisele sedang menjambak kuat rambut Annelise. Posisi Annelise bersimpuh di lantai dengan penampilan acak-acakan. Baju seragamnya tampak kusut dan kotor terkena debu di dalam gudang.
"Hentikan Gisele.! Kamu bisa membunuhnya.!" Sentakan Bryan mengagetkan semua orang yang beramai-ramai menyiksa Annelise. Gisele buru-buru melepaskan tangannya dari rambut Annelise dan mundur beberapa langkah dengan raut wajah panik.
"Annelise,, semoga aku tidak terlambat meminta bantuan." Gadis yang di samping Bryan langsung membantu Annelise berdiri dan menjauhkannya dari kerumunan. Annelise tampak tidak berdaya dengan tubuh bergetar karna menangis.
"Annelise menantangku berkelahi, jadi aku,,,"
"Siapa yang ingin kamu tipu.?!" Potong Bryan dengan perkataan pedas. Gisele mungkin lupa kalau mereka sudah dewasa, bukan anak kecil yang akan percaya begitu saja perkataan seseorang. Jadi mengatakan kebohongan seperti itu hanya akan mempermalukan diri sendiri.
"Gisele, jika sekali lagi kamu melakukan kekerasan dengan menyeret namaku, aku tidak segan-segan membeberkan citra buruk dari anak seorang ketua yayasan di sekolah ini.!"
"Kamu dan semua temanmu bahkan bisa di seret ke tahanan karna sudah menyiksa orang.!" Seru Bryan penuh penekanan.
Wajah Gisele mendadak pucat pasi, termasuk ketiga temannya yang memilih kabur meninggalkan Gisele sendirian.
"Bryan, tolong jangan seperti itu. Ini hanya salah paham. Iya kan Annelise.?" Suara Gisele berubah lembut. Annelise hanya diam saja dalam pelukan sahabatnya, dia masih terisak setelah di bully dan di rundung habis-habisan oleh Gisele dan para sekutunya. Gisele cukup berpengaruh, membuat banyak orang ingin menjadi temannya dan akan melakukan semua perintahnya.
"Kak, kamu sudah membuat Annelise ketakutan seperti ini, bagaimana bisa di sebut salah paham.?" Seru sahabat Annelise tak habis pikir.
Gisele mengepalkan kedua tangannya, dia ingin membentak sahabat Annelise, namun memilih untuk menahannya karna ada Bryan.
"Lusy, tolong antar aku pulang." Lirih Annelise dengan suara tercekat.
Lusy mengangguk dan memilih membawa Annelise pergi dari sana.
"Bryan, terimakasih sudah mendengarkan perkataanku." Ucap Lusy sebelum benar-benar pergi dari gudang.
"Kamu sangat tidak masuk akal merundung seseorang hanya karna aku menolongnya saat dia jatuh pingsan." Bryan menatap Gisele dengan tajam.
"Lagipula apa yang aku lakukan tidak ada hubungannya dengan mu." Ucapnya dan meninggalkan Gisele begitu saja.
Flashback Off,,
...****...
Annelise menghela nafas berat ketika keluar dari ruangan Bryan. Setelah 9 tahun berlalu, dia dipertemukan kembali dengan seseorang yang membuatnya dirundung dan bully hingga menimbulkan rasa traumatik. Seumur hidup Annelise, baru kali itu dia mendapatkan perundungan yang sampai melukai fisik dan meninggalkan bekas trauma. Padahal dia tidak kenal secara langsung dengan Bryan, hanya karna dia di gendong oleh Bryan ketika sedang pingsan, seseorang yang menyukai Bryan langsung merundungnya dengan membabi buta bersama teman-temannya. Sejak saat itu, Annelise merasa kesal pada Bryan.
Flashback,,,
"Annelise, itu Bryan." Lusy menunjuk ke arah Bryan yang berjalan dengan berapa teman menuju kelasnya. Lusy dan Annelise sedang duduk di depan kelas mereka. Kebetulan kelas mereka bersebelahan dengan kelas Bryan, jadi Lusy bisa melihat ketika Bryan akan masuk ke kelas.
Annelise hanya mengangkat sekilas kepalanya untuk menatap Bryan dari kejauhan, lalu kembali membaca buku psikologi di tangannya. "Aku tidak punya urusan dengannya Lus." Ujarnya lirih.
"Kamu memang tidak punya urusan dengan Bryan, tapi kamu berhutang budi karna sudah di tolong Bryan kemarin." Balas Lusy setengah berbisik, karna tidak ingin orang lain mendengar perkataannya.
"Aku di rundung gara-gara dia, sudah seharusnya dia menolong ku. Jadi untuk apa aku harus merasa berhutang budi padanya." Annelise bicara penuh penakanan, sorot matanya memancarkan amarah tertahan. Meski Annelise paham bahwa perundungan yang terjadi padanya bukan kesalahan Bryan, namun amarah pada Bryan tetap ada. Sebab dia harus berurusan dengan Gisele gara-gara Bryan. Seharusnya memang tidak salah kalau dia kesal pada laki-laki itu.
Lusy ingin menimpali lagi perkataan Annelise, tapi Bryan tiba-tiba sudah lewat dan berhenti tepat di depan mereka. Bryan menatap wajah Annelise, memperhatikan luka memar di beberapa bagian wajahnya. Luka itu sudah tentu akibat perundungan yang dilakukan Gisele dan teman-temannya kemarin.
"Apa kamu baik-baik saja.?" Entah sejak kapan Bryan menjadi peduli dan ingin tau keadaan orang lain. Biasanya dia paling anti menanyakan kabar seseorang. Bisa jadi karna Bryan melihat langsung kekejaman Gisele saat merundung Annelise.
"Aku masih hidup." Jawab Annelise acuh. Dia kemudian beranjak dari duduknya dan masuk ke dalam kelas meninggalkan Bryan bersama Lusy di luar kelasnya.
"Maafkan Annelise ya, dia sedang banyak masalah belakangan ini. Di tambah kejadian perundungan kemarin. Emosi Annelise jadi tidak stabil, dia menjadi dingin dan ketus." Tutur Lusy yang merasa prihatin dengan kondisi Annelise.
Bryan tidak menjawab, dia mengangguk kecil sebelum berlalu dan masuk ke dalam kelasnya tanpa menanggapi perkataan Lusy. Bryan mendadak hilang respek pada Annelise karna sikap acuhnya.
Flashback Off.
...***...
"Ya ampun, kenapa takdir membawaku berada di sekitar pria menyebalkan itu. Bahkan aku harus berinteraksi dengannya setiap hari." Annelise menghela nafas berat dan tampak pasrah.
"Kalau bukan karena uang, mana mungkin aku bersedia menerima tawaran Pak Shaka. Sikapnya benar-benar dingin, bahkan Pak Shaka saja tidak separah itu." Annelise lantas melangkah pergi ke ruangan Felix, dia harus meminta arahan pada asisten pribadi Bryan. Menjadi sekretaris adalah pengalaman pertamanya, Annelise merasa harus banyak belajar, apalagi Bosnya tidak seperti orang lain.
wajar klo sll salah paham...