Jihan, harus memulai kehidupannya dari awal setelah calon kakak iparnya justru meminta untuk menggantikan sang kakak menikahinya.
Hingga berbulan-bulan kemudian, ketika dia memutuskan untuk menerima pernikahannya, pria di masa lalu justru hadir, menyeretnya ke dalam scandal baru yang membuat hidupnya kian berantakan.
Bahkan, ia nyaris kehilangan sang suami karena ulah dari orang-orang terdekatnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27
Duduk di dalam ruang kelas, aku dan Emma menunggu Gabby yang masih belum berangkat sambil mengobrol.
Diam-diam Emma mencermati wajahku dengan saksama.
Menyadari tatapan aneh dari sahabatku, keningku reflek mengerut, merasa heran dengan raut wajah Emma yang mendadak berubah aneh.
"Ada apa, Em?"
Perempuan di depanku tak langsung menjawab, ia masih sibuk menelisik wajahku.
"Kamu sungguh baik-baik saja kan, Ji?"
"Ya, aku baik. Kenapa?"
"Jujur aja deh sama aku, ada masalah apa, hmm?" Tanya Emma masih dengan sorot penasaran. Tangannya terulur menggenggam tanganku yang ada di atas meja.
"Serius ngga ada masalah apapun, kenapa memangnya?"
"Kamu kurusan, Ji. Wajahmu juga kuyu, kusam, kaya nggak terawat"
Aku tersenyum sebelum merespon ucapan Emma.
"Aku nggak apa-apa, Emma. Aku hanya belum terbiasa di rumah tanpa kak Lala_"
"Di tambah kamu masih sakit hati dan belum bisa move on dari Bara?" Potong Emma memicingkan mata.
Lagi-lagi aku tersenyum, kali ini di iringi dengan gelengan kepala.
"Di tambah aku sedih karena kepikiran kak Lala" Bohongku, tapi nggak terlalu bohong juga, memang saat ini selain kelelahan mengurus mas Sagara dan mengurus rumah tangga, aku juga memikirkan kakaku yang di vonis kanker rahim.
"Memangnya kak Lala kenapa?"
"Dia sakit Em. Kanker rahim"
"Apa? Kanker rahim?"
"Hmm. Dan saat ini dia sedang menjalani Kemoterapi"
"Astaga Jihan, kok bisa si, padahal kan kak Lala baru menikah"
"Ya gitu deh"
"Kenapa ketahuan sakitnya pas lagi seneng-senengnya jadi pengantin baru?"
"Itu dia, Em. Mungkin karena kak Lala kelelahan begadang terus sama suaminya, terus perutnya tiba-tiba sakit sampai pingsan" Ujarku menjelaskan. "Ya memang sebelum nikah, kakak suka sakit perut apalagi pas datang bulan, kata kakak rasanya sakit banget, Em. Terkadang juga bolos kerja, tapi nggak pernah meriksain ke dokter, cuma minum obat pereda nyeri terus sembuh, jadinya nggak tahu"
"Ya ampun, kasihan banget kak Lala Ji"
"Iya makannya aku sedih"
"Berdoa saja semoga segera di angkat sakitnya kak Lala"
"Selalu, Em. Dia segalanya bagiku"
"Sabar ya Ji"
"Makasih Emma, sudah perhatian"
"Kamu ngomong apa si, aku ini sahabatmu sejak kita duduk di bangku MA loh, jangan sungkan gitu"
"Pokoknya kamu yang terbaik"
"Tapi meski sedih, tetep harus rawat diri loh, manjakan diri sendiri. Jelek tahu kusam gitu, tapi by the way, jeleknya kamu kok tetep manis si?"
"Ish.. Gombal"
Aku dan Emma kompak tertawa.
"Bercanda, Jihan" Sambung Emma di sela-sela tawanya. "Kamu tetep cantik kok"
"Kamu juga, cantik" Sahutku tulus.
"Gaes, gaes, gaes. Udah pada denger gosip terbaru belum?" Gabby tiba-tiba berlari menghampiri kami dengan nafas tersengal.
"Duduk dulu, duduk!" Kataku memerintahkan.
"Hhhh.. Kamu mah tiap hari selalu bawa gosip terbaru" Ucap Emma malas.
"Serius ini penting, terutama buat kamu, Jihan"
Mendengar kalimat Gabby, otomatis sepasang irisku langsung menatap wajahnya.
"Untukku? Penting?" ku tautkan kedua alis sebab aku sedikit kebingungan
"Iya, Ji" Sahut Gabby mengangguk mantap.
Tak hanya aku, Emma pun tampak begitu penasaran dengan gosip yang Gabby maksud.
"Gosip apa si?" Pertanyaan Emma sama seperti yang ingin aku tanyakan.
"Rihana, kabarnya dia keguguran, dan itu gara-gara Bara mendorongnya saat mereka lagi berantem"
"Terus dengar-dengar, si Bara mau gugat cerai Rihana dan mau ngelamar kamu, Jihan" Tambahnya dengan sorot serius.
"Siapa yang mau melamar Jihan?" Mendadak kami bertiga mendengar suara bass dari seorang pria. Dan suara itu sudah sangat ku hafal siapa pemiliknya.
"P-pak Saga?" Lirih Emma, sementara Gabby langsung bangkit dari duduknya dengan raut gugup sebelum kemudian berkata.
"Eh Pak Saga!"
Karena aku sudah tahu siapa pria yang saat ini ada di balik punggungku, aku sama sekali tak terkejut seperti Gabby dan juga Emma. Aku masih bertahan duduk di tempat semula dengan kepala tertunduk.
"Siapa yang mau melamar Jihan?" Ulangnya. Nadanya seperti biasa, terdengar cuek dan datar.
"B-Bara pak, mantan pacarnya Jihan"
"Oh"
Entah seperti apa ekspresinya, aku tak mau tahu.
"Bilang pada pria itu, jika mau melamar seorang wanita, pastikan kalau wanita itu benar-benar masih single"
"J-Jihan masih single kok pak, jangankan menikah, pacaran aja kayaknya lagi nggak dia jalani, iya kan Ji?" Gabby beralih menatapku.
"Hmm" Jawabku singkat.
"Oh ya, ini dompet kamu kan?" Tanya mas Sagara merujuk ke Gabby.
"Loh kok ada di bapak?"
"Iya, tadi saya lihat kamu berlari, terus dompetmu jatuh, kebetulan saya melihatnya pas jatuh, saat saya panggil-panggil, sepertinya kamu nggak dengar, jadi saya ngikutin kamu sampai ke sini"
"Waahh.. Makasih ya pak, untung bapak melihatnya, kalau enggak, entahlah, di sini ada kartu-kartu berharga milik saya"
"Sama-sama" Jawab mas Sagara kalem. "Silakan di lanjut ngobrolnya, saya permisi"
"Iya, pak. Silakan"
Saat ku tengok ke belakang, ku pikir dosen itu sudah berbalik, ternyata belum. Parahnya mas Sagara tengah menatapku dan secaralah, pandangan kami otomatis bertemu. Tatapannya begitu menghujam, sinis, dan juga ada amarah yang tersisip.
Setelah mendengar cerita Gabby, dia pasti langsung memikirkan cara untuk menyiksaku nanti, membebaniku dengan pekerjaan rumah.
Dan awas saja, jika filingku ini kejadian, aku akan masak pakai minyak wijen dan merica bubuk. Enggak peduli dengan alerginya. Lagi pula aku ingin lihat seperti apa reaksinya setelah makan masakan yang mengandung dua bahan itu.
Bersambung