Diana, gadis manis yang harus merasakan pahit manisnya kehidupan. Setelah ayahnya meninggal kehidupan Diana berubah 180 derajat, mampukah Diana bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aprilli_21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Kesalahan fatal
Bu Sari dan Pak Ahmad menatap sendu sang buah hati dari balik kaca ruang ICU, kondisi Diana sempat drop dan beruntungnya tidak sampai terjadi hal yang tidak di inginkan.
"Sudah berapa hari Diana masuk ICU Mas?"
Bu Sari menatap dengan pandangan kosong
"Sudah hampir 4 hari Sayang."
Bu Sari menekan dadanya yang terasa sesak karena merasa bersalah telah meninggalkan sang buah hati.
Pak Ahmad dan Bu Sari saling menguatkan satu sama lain dan mencoba meredam ego mereka masing-masing serta mencoba untuk membuka lembaran baru demi keutuhan rumah tangga mereka.
Hari pun berlalu kondisi Diana perlahan membaik dan Diana akhirnya di perbolehkan pulang pada saat itu Pak Ahmad dan Bu Sari tidak memiliki uang sama sekali untuk membayar biaya rumah sakit akhirnya Pak Ahmad menghubungi kakak keduanya (Bude Ana).
Pak Ahmad adalah adik kesayangan Bude Ana apapun yang diminta Pak Ahmad Bude Ana selalu mengabulkan, setelah biaya rumah sakit ditanggung Bude Ana Pak Ahmad mengajak anak dan istrinya pulang kerumah Nenek Sita.
"Mas aku tidak mau Ibumu selalu ikut campur dalam masalah rumah tangga kita!"
Tegas Bu Sari kepada Pak Ahmad
"Iya Sayang Ibu tidak akan ikut campur lagi dalam masalah rumah tangga kita dan doakan semoga kita bisa menyewa rumah ya,"
Bu Sari menganggukkan kepalanya dan mereka akhirnya kembali kerumah Nenek Sita.
Bu Sari dan Pak Ahmad menempat di ruangan yang bekas dipakai menjadi kamar mandi, hanya sepetak ruangan saja di dalam sana dan terdapat sumur yang mana bisa membahayakan untuk anak sekecil Diana.
Namun Pak Ahmad dan Bu Sari tidak pernah mengeluh ataupun marah karena menempat disana.
"Sayang tolong kamu tutup sumur itu dengan kayu yang sekiranya Diana tidak kuat untuk mengangkatnya!"
Bu Sari meminta Pak Ahmad yang kala itu baru membaringkan tubuhnya diatas kasur yang hanya muat untuk dua orang saja.
Menghela nafas perlahan akhirnya Pak Ahmad melakukan perintah Bu Sari.
Setelah sumur itu tertutup rapat Bu Sari, Pak Ahmad dan Diana tertidur pulas diatas kasur yang sempit tersebut.
Keesokan harinya saat Pak Ahmad bekerja bersama Ayah dan Ibunya, tanpa basa basi Nenek Sita berkata
"Ahmad, kamu yakin anak yang dikandung istrimu itu anakmu?"
Pak Ahmad yang bercucuran keringat karena panas dari bara api yang memanaskan besi akhirnya mengalihkan perhatiannya kepada sang Ibu.
"Ahmad yakin Bu kalau itu darah daging Ahmad!"
Jawab Pak Ahmad tegas lalu mengambil besi yang sudah dipanaskan setelah itu beliau pukul menggunakan palu dengan ritme yang tidak beraturan karena mendengar ucapan Nenek Sita yang membuat Pak Ahmad sedikit meragukan penjelasan Bu Sari.
"Kamu jangan mau dibodohi oleh Sari Mad, kamu itu lelaki dan kamu bisa mencari istri yang lebih baik lagi dari Sari!"
Cerca Nenek Sita kepada Pak Ahmad lalu Pak Ahmad menghentikan aktivitasnya sambil menghela nafas perlahan dan menutup mata untuk mengendalikan emosinya.
"Sudah ya Bu tidak usah membahas hal ini lagi."
Pak Ahmad menatap lekat sang Ibu dengan pandangan yang sulit diartikan dan Nenek Sita memilih diam tanpa bersuara.
Tanpa mereka sadari Bu Sari mendengar percakapan Pak Ahmad dan Nenek Sita, Bu Sari yang berada dibalik tembok mendengar semua percakapan antara mertua dan suaminya beliau menahan rasa sakit hati dan mencoba meredam emosinya.
"Semoga kamu benar-benar percaya kepadaku jika anak yang aku kandung adalah darah dagingmu dan kamu akan menjaga anak kita tanpa membeda-bedakannya dengan Diana."
Bu Sari bergumam dalam hati sambil mengelus pelan perut yang sudah membuncit itu.
Perhatian Pak Ahmad kepada Bu Sari tidak berkurang sedikitpun justru Pak Ahmad sangat menjaga Bu Sari beserta anak yang dikandungnya sehingga saat bersalin pun Pak Ahmad senantiasa menemani Bu Sari.
Lahirlah anak laki-laki yang diberi nama Andi Setiawan, dengan tangan bergetar serta tetesan air mata Pak Ahmad menggendong bayi mungil itu sambil mengumandangkan adzan untuk pertama kalinya di telinga sang buah hati.
Setelah beberapa saat Bidan yang menangani Bu Sari memperbolehkan mereka pulang kerumah.
Saat sampai dirumah Nenek Sita langsung menemui Pak Ahmad yang menggendong anak yang baru saja dilahirkan oleh Bu Sari.
"Lihat Ahmad anak itu mirip siapa?"
Pak Ahmad mencoba melihat dengan seksama anak yang saat ini ada digendong nya
"Mirip denganku Bu,"
Ucap Pak Ahmad tegas
"Kamu bod*h Ahmad, dia tidak mirip sama sekali dengan kamu!"
Karena hasutan sang Ibu akhirnya Pak Ahmad meragukan sang buah hati dan mencoba untuk menepis sekuat hati apa yang diucapkan oleh Ibunya itu.
"Ahmad kamu harus yakin kepada Sari, Sari tidak mungkin berselingkuh dibelakang kamu apalagi sampai hamil dengan laki-laki lain!"
Sugesti Pak Ahmad kepada dirinya sendiri.
Saat itu Bu Sari berada di sungai, Bu Sari tidak mendengar apa yang mertua dan suaminya bicarakan dan Bu Sari yakin bahwa Pak Ahmad mencintai anak keduanya itu.
Tanpa menunjukkan perubahan yang mencolok Pak Ahmad bersikap seperti biasanya.
Saat Andi berumur 8 bulan Bu Sari menitipkan Andi kepada Pak Ahmad, Andi yang notabene tidak bisa ditinggal sang Ibu sedetik pun akhirnya menangis sedangkan Bu Sari berada di sungai tidak tahu jika Andi menangis.
Pak Ahmad merasa emosi saat mendengar tangisan Andi yang tidak berhenti sedangkan Diana hanya menatap sang Ayah dan Adik disudut kamarnya.
Saat Pak Ahmad mendekati Andi beliau lalu menonjok hidung Andi sampai berdarah bertambah kencang lah tangisan Andi, Bu Sari merasakan jantungnya berdetak lebih kencang akhirnya memilih pulang kerumah melihat keadaan Andi.
Setelah menonjok Andi, Pak Ahmad diam mematung dan tidak bergerak sama sekali beberapa saat kemudian Bu Sari yang melihat Andi berdarah hidungnya seketika langsung melontarkan pertanyaan.
"Andi kenapa Mas?"
Pak Ahmad tersadar dari keterkejutannya saat mendengar suara Bu Sari.
"Eh Sari, tadi Andi jatuh dari tempat tidur dan hidungnya berdarah,"
Jelas Pak Ahmad dengan terbata-bata lalu Diana menghampiri Ibunya
"Tidak Bu, tadi ayah seperti ini ke Andi,"
Diana memperagakan apa yang Pak Ahmad lakukan kepada Andi seketika itu Bu Sari meradang.
"Bod*h kamu Mas, anak sekecil itu kamu tonjok hidungnya!"
Maki Bu Sari kepada Pak Ahmad sambil memukul-mukul Pak Ahmad untuk meluapkan emosinya.
Diana mematung melihat Ayahnya yang di pukul membabi buta oleh Ibunya dan Diana hanya bisa meringkuk ketakutan disudut kamar.
Pak Ahmad yang melihat Diana ketakutan akhirnya mencoba menyadarkan Bu Sari.
"Sayang maafkan Mas, tolong hentikan Mas mohon, kasian Diana takut melihat kamu seperti ini,"
Ucap Pak Ahmad memelas kepada sang istri sambil memegang erat pergelangan tangan Bu Sari lalu memeluk erat Bu Sari sambil meneteskan air matanya.
"Sayang maafkan Mas, maafkan Mas, Mas mohon maafkan Mas,"
Pak Ahmad meminta maaf kepada Bu Sari, Bu Sari menatap nyalang Pak Ahmad dan memberikan peringatan kepada Pak Ahmad.
"Sekali lagi kamu melukai Andi, aku akan membawa Andi pergi sejauh mungkin dari kamu!"
Pak Ahmad menggelengkan kepalanya dan berjanji kepada Bu Sari untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.
salam kenal
terus semangat
jangan lupa mampir ya