(Warning !! Mohon jangan baca loncat-loncat soalnya berpengaruh sama retensi)
Livia Dwicakra menelan pil pahit dalam kehidupannya. Anak yang di kandungnya tidak di akui oleh suaminya dengan mudahnya suaminya menceraikannya dan menikah dengan kekasihnya.
"Ini anak mu Kennet."
"Wanita murahan beraninya kau berbohong pada ku." Kennte mencengkram kedua pipi Livia dengan kasar. Kennet melemparkan sebuah kertas yang menyatakan Kennet pria mandul. "Aku akan menceraikan mu dan menikahi Kalisa."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sayonk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 26
Tok
Tok
Tok
"Kennet buka pintunya." Erland mengetuk kamar pintu Kennet. Sejak kemarin Kennet tidak membuka pintunya. "Kennet apa kau bodoh? Buka pintunya." Ia berharap Kennet tidak melakukan hal bodoh.
"Kennet!"
"Tuan saya mohon buka pintunya." Ia khawatir pada bosnya itu. Takut terjadi sesuatu yang tidak di inginkan.
Anita mengetuk pintu Kennet. "Kennet seharusnya kau berusaha meyakinkan mereka. Bukan malah mengurung diri. Kalau seperti ini kapan kau bisa di terima. Jangan putus asa Kennet. Kalau kau seperti ini, bisa saja mereka kabur dari mu!" terian Anita.
Kennet membuka pintu kamarnya. "Apa yang harus aku lakukan?"
Anita, Erland dan Bernad menatap tubuh serta wajah Kennet. Katakan saja dia begitu kacau, mereka seperti tak melihat Kennet wajah rupawan, mata elang yang tajam dan saat ini, entah apa yang ia lihat.
"Baiklah Kennet, ini perjuangan mu. Jangan pernah menyerah. Kami akan membantu mu untuk meyakinkan anak-anak." Anita berusaha meyakinkan Kennet agar pria itu yakin bahwa masih ada yang membantunya.
"Aku bisa menghadapi pesaing bisnis ku tapi, saat ini aku tidak bisa menghadapi anak-anak dan Livia."
"Segarkan tubuh mu, kau harus sehat agar memiliki tenaga meyakinkan mereka. Bernad, katakan pada Kalisa kalau kennet masih banyak urusan dan tidak bisa pulang untuk beberapa bulan." Titah Erland.
"Baik Tuan." Bernad meninggalkan Erland. Dia langsung menghubungi Kalisa dan mengatakan seusai ucapan Erland.
"Kennet aku dan Anita akan ke rumah Livia. Kau tunggu di sini. Masalah toko roti, pasti kau yang melakukannya. Sebaiknya kau minta maaf pada teman Livia."
Kennet mengangguk, ia tidak akan menolak karena ia memang bersalah. "Aku akan menemuinya."
....
Anita menghubungi Livia dan ternyata Livia saat ini berada di toko rotinya. Dia dan Erland langsung menuju ke arah toko Livia. Di sana ia melihat mobil Kennet.
Anita dan Erland turun dan mengetuk pintu mobil belakang Kennet. "Kenapa kau tidak turun?" tanya Erland.
"Kalian kenapa di sini?" tanya balik Kennet. Seharusnya mereka berada di rumah Livia.
"Livia ada di sini. Mari kita masuk bersama-sama."
Kennet merasa lega, setidaknya ada temannya. Seumur hidup baru kali ini ia meminta maaf pada orang lain setelah Livia dan anak-anaknya.
"Selamat datang dan selamat ber ..." Livia menghentikan ucapannya saat melihat Kennet datang bersama dengan Anita dan Erland.
Alan menghampiri mereka. "Wah nyonya Anita dan tuan Erland. Silahkan duduk, kalian mau memesan kue apa?"
Anita dan Erland menoleh ke arah Kennet.
"Kami ingin berbicara pada mu dan Livia. Bisakah kalian meluangkan waktu. Mungkin toko kalian harus di tutup sebentar," ucap Anita. Ia tidak ingin ada orang yang mengganggu mereka.
"Baiklah." Livia membalikkan papan tutup di pintu kacanya itu sehingga orang-orang yang datang akan mengira bahwa mereka sudah menutup tokonya.
"Alan duduklah. Kami juga ingin berbicara dengan mu." Erland duduk kemudian di ikuti mereka.
Sekalipun Alan bingung, ia tetap menurut untuk duduk bersama.
"Kennet." Anita menyebut nama Kennet agar pria itu mengawali pembicaraannya.
Kennet menatap Alan. "Saya minta maaf, sebenarnya kejadian di toko anda dan kecelakaan ada kaitannya dengan saya. Saya sengaja melakukannya karena saya tidak suka melihat mantan istri saya dekat dengan orang lain dan terlihat bahagia."
Livia mengepalkan kedua tangannya. Dia mengambil jus di belakang kursi itu dan langsung menumpahkan ke wajah Kennet. "Kau keterlaluan Kennet. Bisa-bisanya aku pernah memiliki suami seperti mu. Pantas saja anak-anak tidak mau menerima mu. Ternyata kau hanya pembawa sial dalam kehidupan ku dan anak-anak."
"Livia tenanglah, dia datang kesini untuk meminta maaf," ucap Erland menenangkan. Dia tidak menyangka Livia akan berbuat senekat itu pada Kennet.
“Bagaimana aku bisa tenang bahkan dia berniat mencelakai Alan.” Teriak Selena. “Kennet anak-anak dan aku pasti malu mengenal orang seperti mu. Jangan pernah datang lagi dan pergilah.”
Kennet berdiri dia meraih tangan Livia. “Aku mohon Livia, jangan pisahkan aku dengan anak-anak. Aku ingin menebus kesalahan ku.”
“Dia tidak mau dengan mu, apa kau mau mereka selalu mengingat ucapan mu?”
Alan yang sejak tadi terdiam, dia mencerna hingga ia bisa mengambil keputusan.
“Begini saja, aku menerima permintaan maaf mu tuan. Akan tetapi apa yang kamu lakukan tidak bisa di benarkan. Jika anda ingin berusaha, lakukan tetapi anda tidak boleh memaksa anak-anak. Setidaknya anda juga harus memikirkan mental anak-anak. Dan Livia, cobalah biarkan dulu untuk beberapa waktu bisa saja anak-anak hanya marah sementara. Aku takut suatu saat nanti mereka ingin bertemu dengan ayahnya.”
Erland dan Anita setuju dengan ucapan Alan. Pria itu hanya terlihat muda tapi pikirannya sudah dewasa, beda dengan Kennet.
“Aku setuju, Livia tidak ada salahnya kamu memberikan kesempatan.” Erland menyanggah.
“Baiklah, tapi jangan pernah memaksa anak-anak jika tidak mau.”
Drt
Livia mendapatkan sebuah panggilan dari guru anak-anak. Dia pun mengangkatnya. “Apa? Baiklah saya kesana sekarang.”
“Ada apa Livia?” Tanya Kennet.
“Mereka ada masalah di sekolahnya.”
“Tunggu apa lagi Livia, ayo kita kesana,” ucap Anita.
Kennet tak sempat ganti pakaian, dia hanya membasuh wajahnya dan kemejanya dengan tisu di mobil. Dia sangat takut terjadi sesuatu pada anaknya.
Tiga mobil itu pun berhenti di sekolah. Livia pun masuk dan melihat anaknya Charles menunduk. Damian, Killian dan Caesar berjajar menemani Charles.
“Saya ibunya Charles.”
“Oh jadi kamu ibunya.” Seorang wanita bertubuh gemuk itu menghampiri Livia. Sejak tadi ia menunggu Livia dan meminta tanggung jawab. “Anda harus tanggung jawab, lihat anak saya seperti ini wajahnya. Saya tidak mau tau ya, makanya anda didik anak anda dengan benar.”
Anita membulatkan wajahnya. Dia langsung menghampiri ibu bertubuh gemuk itu. Sudah seperti b2 tapi masih saja bermulut tajam. “Apa anda bilang mendidik? Seharusnya anda juga sadar diri. Charles apa kamu yang salah?” Tanya Anita.
“Dia yang salah, salahnya sendiri dia mendorong Khanza.” Charles menghentikan ucapannya. Sejurus kemudian dia memandangi Kennet. Bahkan dadanya naik turun. Tangannya mengepal kuat.
“Memang benar Ma, apa aku salah bilang kalau dia memang tidak punya Papa.” sahut anak bertubuh gemuk.
"Kan memang benar, Livia anak mu tidak punya Papa dan kau tidak memiliki suami kan? Huh," ucapnya dengan nada sinis.
“Kau!” Caesar siap untuk meninju anak itu. Mulutnya tak bisa di ajak toleransi.
"Cae sudah sayang." Livia menahan tubuh Caesar.
Kennet menggertakkan giginya. Seandainya bukan anak kecil sudah ia congkel lidahnya itu. Ingin sekali ia mencubit ginjalnya itu. "Saya Papanya, siapa bilang mereka tidak memiliki Papa."
Si kembar langsung menatap nyalang pada Kennet. Mereka semuanya hanya diam dan tatapannya itu mengatakan bahwa mereka menolak namun bibirnya enggan untuk mengucapkan.