Tunangannya sama Luna, menikahnya sama Zenata. Kok bisa?
Lalu bagaimana dengan Luna? Apakah Athala akan memaafkan Zenata atas kecelakaan ini? Atau hanya akan membuat Zenata menderita?
Kisah cinta yang rumit antara dendam dan penyesalan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desty Cynthia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Mau Kehilangan
Athala sudah dipindahkan ke ruang perawatan. "Mamih pulang duluan sama yang lain ya, istirahat yah mata mamih bengkak." Ucap papih Al yang mencium mata istrinya. "Mau disini temani Athala, pih." Lirih mamih Aleesya.
"Maaf bu, ada benarnya yang dibilang pak Alarich. Bapak juga lebih baik istirahat. Athala dan Zena biar saya yang urus di sini." Ucap Zalindra.
Evan dan Bastian mengantar orang tua Alarich, dan bu Kamila pulang. Alana dan Erlando masih ada di sana. "Kasihan kak Atha, terlalu banyak berjuang." Kata Alana dengan tatapan kosongnya.
"Takdir Tuhan sayang. Eum, opah Arya sama omah Winda enggak dikasih tahu?" Tanya Erlando. "Kata papih, jantung opah lagi enggak kuat, kemarin opah habis checkup di rumah sakit." Jawab Alana.
Erlando menyandarkan kepala Alana di bahunya. Sementara Zalindra dan Zena hanya diam. Terutama Zena yang sudah lelah sekali. "Kakak beli makanan dulu yah!" Ucap Zalindra.
"Saya temani." Erlando menemani Zalindra ke cafe bawah. Lalu Alana menemani Zena disana.
-
-
Zena sudah diperbolehkan masuk setelah dokter memeriksa Athala yang sudah stabil namun belum sadar. Dia duduk di pinggir kasur suaminya dan menggenggam tangan suaminya. "Mas bangun...aku sendirian. Alana keluar dulu. Mas pasti belum makan kan? Kapan mas bangun?" Lirih Zena dengan suara seraknya.
Tak lama Alana masuk setelah mengurus administrasi dan meminta kasur tambahan. Kemungkinan Athala akan dipindahkan ke rumah sakit di Jakarta. Tapi dokter belum menyetujuinya mengingat kondisi Athala.
"Kamu tidur duluan yah, Al."
CEKLEK
"Kalian makan dulu, Zena juga ingat kamu lagi hamil. Ada anak yang harus kamu kasih makan. Mengerti?" Ucap Zalindra. Semuanya makan malam dulu. Setelah itu Zena meminta ketiganya pulang dia ingin menjaga suaminya.
Awalnya Alana ingin menemani, namun Zena kasihan melihat Alana yang lelah. Jadi mereka pulang. Tinggalah Zena sekarang disini. Melihat jam sudah tengah malam dia pun menjalankan shalat malam untuk mendoakan kesembuhan suaminya.
Sedih, haru, bahagia itu yang Zena rasakan hari ini. Dia menangis diatas sajadah dan berdzikir demi kesembuhan Athala. Tak henti-hentinya Zena berdoa sampai terdengar suara Athala yang memanggilnya.
"Sa-sayang...mas di sini." Ucap Athala dengan lemah. Namun masih bisa terdengar oleh Zena. Dia pun menoleh ke belakang dan segera mendekati suaminya.
"Ya Allah mas, Alhamdulillah mas udah sadar." Zena memeluk suaminya dengan erat. "Jangan pergi lagi mas aku mohon, jangan tinggalin aku dan anak kita."
Athala membelai wajah istrinya yang masih memakai mukena. "Segitu takutnya kamu kehilangan mas? Apa mas ini sangat berarti buat kamu?"
"Sangat mas. Kalau mas enggak membuka mata lagi, lebih baik aku menyusul mas Atha ke akhirat." Lirih Zena.
Athala menarik istrinya dalam pelukannya, sungguh dia juga tak ingin kehilangan Zena. Sudah banyak ujian yang mereka lewati. "Tidur sini yah. Temenin mas. Buka dulu mukenanya nanti kusut sayang." Ucap Athala.
Zena segera membuka mukenanya dan menyimpan alat shalatnya. Dia naik ke atas kasur pelan-pelan dan menyelimuti suaminya. "Mas mau makan dulu? Tadi kak Zal beli makanan banyak." Tanya Zena. "Mau sedikit aja."
Raut wajah Zena tak tega melihat wajah suaminya yang penuh luka. Dia menciumi pelan-pelan sekali luka-luka yang ada di wajah suaminya. Athala memejamkan matanya ketika sang istri menciuminya. "Masih sakit enggak mas?"
"Enggak, kan tadi udah di cium sama kamu."
Zena tersenyum hangat dan bangun dari kasur menyiapkan makan untuk suaminya. Dia menyuapi suaminya dulu. Selesai itu Zena mengelap wajah suaminya dengan air hangat. "Mas tidur yah udah hampir jam 2 malam. Aku disini mas." Kata Zena.
"Iya kita tidur bareng." Athala membawa istrinya ke atas kasur dia memeluknya dengan erat. "Maafin mas yah, harusnya mas enggak pergi. Ternyata firasat seorang istri tidak pernah salah." Kata Athala sembari memejamkan matanya.
"Sekarang mas udah kembali. Jangan pergi lagi mas, aku bisa gi_" Ucapan Zena terhenti kala mendengar dengkuran suaminya.
"Ya Allah mas, pasti kamu lelah banget yah, tidur yang nyenyak mas Atha. Aku mencintaimu." Keduanya terlelap malam itu. Badai besar yang menimpa mereka akhirnya bisa terlewati.
-
-
-
CEKLEK
Pagi-pagi sekali mertua Zena juga bu Kamila dan Zalindra sudah datang. Ketiga adik Athala masih dirumah mereka masih tidur. Zena mendengar ada suara yang masuk ke kamar, dia membuka matanya perlahan dan melihat siapa yang datang.
"Mamih? Ma-maaf mih." Zena sangat malu sekali didepan mertuanya. "Enggak apa-apa sayang. Gimana Athala? Ini mamih bawain makanan, kamu sama cucu mamih harus makan yah." Ucap mamih Aleesya.
Papih Al mendekati kasur anaknya dan mengelus kepala Athala. "Alhamdulillah, kamu memang keturunan Dewantara. Dihantam tebing pun kamu kuat, Athala." Ucap papih Al.
"Tapi sakit pih, badan Atha harus di urut deh kayaknya."
Semua menoleh ke Athala termasuk papih "Kamu udah bangun dari tadi?" Ucap papih Al "Hehehe udah pih, tapi nungguin Zena belum bangun dari habis subuh. Makanya Atha merem lagi." Ucap Athala sembari cengengesan.
Papih Al menyentil kening Athala, padahal dia sudah khawatir setengah mati. Dasar memang anak lak nat. "Atit pih..." Athala mengusap-ngusap keningnya. Semua yang disana tertawa, Athala sudah bisa bercanda lagi.
"Ehm...boss Atha..!" Juna baru datang bersama Bastian. Dia menunduk dan meminta maaf pada Athala dan papih Al karena sudah gagal menjaga Athala. "Sudahlah...aku juga udah sadar. Bukan salah kamu, akunya aja yang bandel kemarin." Ucap Athala.
"Sa-saya ingin...ingin...eum!"
"Ingin apa?"
"Ingin mengundurkan diri saja boss. Maafkan saya yang lalai. Semoga boss dapat pengganti yang jauh lebih baik." Lirih Juna, kali ini tak ada wajah Juna yang cengengesan.
"Ya sudah kalau kau mau pergi, berarti mobil yang saya udah beli buat kamu, saya kasih orang lain aja." Ucap papih Al sembari bersedekap dada.
Juna mendongakkan kepalanya "Mo-mobil? Buat saya boss?" Tanya Juna dengan penasaran. Athala dan Bastian malah tertawa terbahak-bahak. Begitupun mamih Aleesya dan bu Kamila yang mengulum senyum.
"Iyalah, sebelum kejadian kemarin Athala meminta saya untuk mencarikan mu mobil, katanya bonus untuk mu." Ucap papih Al. "Wah terima kasih boss!" Juna langsung menyalami tangan papih Al.
"Saya minta maaf Juna, kemarin saya emosi. Nanti kalau kamu udah punya anak, kamu akan merasakannya!" Kata papih Al. "Saya enggak marah tuan...saya juga sedih kemarin boss Atha jatuh." Sahut Juna.
"Udah udah...Juna awas ya kamu pergi. Anak saya butuh kamu." Mamih Aleesya menimpali "Iyalah mih, mana bisa dia hidup tanpa Atha hahahaha." Athala meledek Juna dengan sumringah.
"Hmm mulai kan otakknya miring lagi."