Hidupku mendadak jungkir balik, beasiswaku dicabut, aku diusir dari asrama, cuma karena rumor konyol di internet. Ada yang nge-post foto yang katanya "pengkhianatan negara"—dan tebak apa? Aku kebetulan aja ada di foto itu! Padahal sumpah, itu bukan aku yang posting! Hasilnya? Hidupku hancur lebur kayak mi instan yang nggak direbus. Udah susah makan, sekarang aku harus mikirin biaya kuliah, tempat tinggal, dan oh, btw, aku nggak punya keluarga buat dijadiin tempat curhat atau numpang tidur.
Ini titik terendah hidupku—yah, sampai akhirnya aku ketemu pria tampan aneh yang... ngaku sebagai kucing peliharaanku? Loh, kok bisa? Tapi tunggu, dia datang tepat waktu, bikin hidupku yang kayak benang kusut jadi... sedikit lebih terang (meski tetap kusut, ya).
Harapan mulai muncul lagi. Tapi masalah baru: kenapa aku malah jadi naksir sama stalker tampan yang ngaku-ngaku kucing ini?! Serius deh, ditambah lagi mendadak sering muncul hantu yang bikin kepala makin muter-muter kayak kipas angin rusak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Souma Kazuya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25: Pemuda di Balik Layar
Carlos tersadar di pagi hari, tubuhnya terasa berat dan penuh luka kecil yang berdenyut. Ia mendapati dirinya sudah berada di dalam rumah, terbaring di tempat tidurnya. Tubuhnya terasa kaku dan lelah. Bagaimana dia bisa masuk ke sini? Pertanyaan itu terus mengganggu pikirannya. Dia mengerutkan kening, mencoba mengingat, namun satu-satunya hal yang terlintas dalam benaknya adalah serangan dari makhluk-makhluk lemah yang tiba-tiba menjadi ancaman mematikan.
Dia meraba tubuhnya, menyentuh luka-luka di lengannya yang terasa perih. Luka-luka ini adalah bukti nyata bahwa semua yang terjadi semalam bukan sekadar mimpi. Carlos bergidik, membayangkan kembali serangan makhluk-makhluk itu, jumlah mereka, dan bagaimana mereka hampir merenggut nyawanya. Semua terjadi sejak koin emasnya tersisa satu. Sebelum ini, makhluk-makhluk halus semacam itu bukanlah ancaman serius bagi seorang hantu kucing dengan banyak nyawa seperti dirinya.
“Tapi bagaimana aku bisa selamat?” pikirnya. Kepalanya berputar penuh dengan pertanyaan yang belum bisa dia jawab. Siapa yang membawanya pulang? Atau mungkin ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar serangan makhluk halus?
Namun sebelum pikirannya terseret lebih jauh, dia teringat satu hal penting. Hari ini adalah hari diumumkannya hasil kompetisi Pemuda Tangguh babak keempat. Ruri. Pikiran Carlos langsung teralihkan, dan dia dengan cepat meraih komputer tua ruri, mengaduk internet untuk mencari tahu hasilnya.
Ketika dia akhirnya menemukan berita terkait kompetisi itu, ekspresi Carlos berubah drastis. Ruri tereliminasi. Tidak berhasil masuk enam besar. Bukan hanya itu, perlakuan tidak menyenangkan dari para interviewer membuat kemarahan Carlos berkobar. Bagaimana bisa? Ruri bekerja sangat keras untuk ini! Tetapi yang lebih mengejutkan lagi adalah respons dari netizen di media sosial. Jibunan komentar mengkritik hasil kompetisi yang dianggap penuh nepotisme dan ketidakadilan.
---
@RakyatBiasa: "Ini kompetisi apaan sih? Yang lulus semua anak pejabat!! Antonio anak menteri dalam negeri, Caesar anak duta besar, Merissa anak kepala DPR. Emang kalo rakyat jelata kaya Ruri nggak punya kesempatan ya di negeri ini? 😤 #PemudaTangguhNepotisme"
@SuaraHatiRakyat: "Udah bisa ketebak banget lah, Daniel itu keturunan keluarga militer, Saveina anak direktur BUMN. Terus yang nggak punya koneksi kayak Ruri didepak begitu aja. Lagi-lagi yang nggak punya modal cuma jadi penonton. 🙄"
@PemantauSosial: "Ah, kompetisi macem gini mah cuma buat ajang pamer keluarga elit. Akasha doang yang kelihatan dari rakyat biasa, tapi wait... jangan salah. Dia keturunan anak dukun terkenal yang sering dikunjungi pejabat. Jadi, elit juga sih kalau dipikir-pikir. 😂"
@Realista: "Dari awal udah curiga nih acara bakalan penuh nepotisme. Liat aja, yang tersingkir semuanya bukan orang yang punya koneksi. Nepotisme udah masuk sampai ke level kompetisi beginian, duh 😩"
@PolitikSantai: "Pemuda Tangguh atau Pemuda Terkoneksi nih? Kayaknya sekarang udah nggak ada lagi ruang buat yang nggak punya kenalan di atas sana. Ini mah jelas, kalau lu bukan anak pejabat, bye-bye aja deh."
@NetijenCerdas: "Semua udah pada ngerti kan, ini bukan soal bakat atau kerja keras lagi. Sistemnya udah rusak, yang bisa maju cuma mereka yang punya akses ke orang dalam. Salut buat yang masih mau berusaha, tapi kenyataan pahitnya ya begini."
@SetiaPadaRakyat: "Lucunya, dari semua yang lolos ke enam besar, cuma Akasha yang nggak punya embel-embel anak pejabat. Tapi eh, netijen bilang dia keturunan anak dukun terkenal yang sering kedatangan tamu pejabat. Bisa jadi sih, jadi dia juga elit terselubung dong? 😂 #DukunJugaElit"
@BersamaRakyat: "Sudah saatnya kita buka mata. Kompetisi apapun di negeri ini nggak pernah murni soal kemampuan. Selalu ada 'campur tangan' dari keluarga besar di atas. Sedih liat yang benar-benar berbakat dan bekerja keras seperti Ruri harus tersingkir. #PemudaTangguhNepotisme"
@MataTerbuka: "Kalian lihat peserta yang tersingkir? Semua yang nggak punya koneksi langsung ke pusat kekuasaan. Yang lolos? Antonio jelas anak menteri, Caesar anak duta besar, Merissa anak DPR, Daniel dari keluarga militer, Saveina anak direktur BUMN. Emang udah diatur dari awal. 😤"
@WargaKritis: "Satu-satunya cara buat rakyat jelata bisa maju di negeri ini cuma lewat keajaiban. Sayangnya, Ruri nggak punya 'keajaiban' koneksi elit. Salut sih buat usahanya, tapi di negeri ini, usaha doang nggak cukup."
---
Carlos menggeser layar komputer dengan cepat melalui mouse di tangan kanannya, membaca komentar demi komentar netizen yang meluapkan kekecewaan mereka atas hasil kompetisi. Namun di sela-sela amarah yang tersebar di dunia maya itu, sesuatu yang tak biasa menarik perhatiannya. Serbuk emas berkilauan perlahan beterbangan di antara tulisan-tulisan yang memenuhi layar.
“Serbuk emas...?” gumam Carlos, matanya menyipit, memperhatikan lebih seksama.
Serbuk-serbuk itu seakan muncul dari celah kata-kata netizen, berpendar halus dan berputar dalam tarian ringan. Tak butuh waktu lama bagi Carlos untuk menyadari apa yang sedang terjadi. Kekuatan koin emas yang ia sebar beberapa waktu lalu ternyata masih ada di dunia maya, bekerja diam-diam. Serbuk emas itu adalah manifestasi dari energi yang ia lepas untuk memperbaiki ketidakseimbangan kabut yang menyesakkan atmosfer digital. Sedari awal kekuatan kabut itu memang lebih lemah dari yang diperkirakannya sehingga menyisakan cukup banyak serbuk emas.
Carlos tersenyum kecil, merasakan sedikit kelegaan. Walaupun tantangan besar yang baru saja dialami Ruri menyesakkan, setidaknya, dia tahu bahwa kekuatan koin emas masih bekerja, menyingkirkan sisa-sisa ketidakadilan yang terselubung.
“Kalau seperti ini...” pikir Carlos, “semuanya pasti akan baik-baik saja.”
Ada optimisme yang mengisi dadanya.
Dan benar saja sesuai dugaan Carlos, hanya berselang beberapa jam saja, muncul berita yang sudah diantisipasinya.
Carlos tersenyum kecil saat membaca pengumuman dari Presiden Santoyo Bakatcakra, presiden RI saat ini, di internet.
"Saudara-saudara sebangsa dan setanah air, saya mendengar kegelisahan masyarakat terkait kompetisi Pemuda Tangguh. Kami mengakui adanya kekurangan dalam proses ini. Oleh karena itu, dengan menggunakan hak veto, saya mengumumkan bahwa Ruri Amelia akan melanjutkan ke babak final sebagai peserta wild card." Ruri, yang tadinya tersingkir dari kompetisi Pemuda Tangguh, kini diloloskan kembali berkat hak veto presiden.
Carlos merasa senang sejenak untuk Ruri, namun kerutan di dahinya muncul kembali begitu dia menemukan informasi tambahan. "Namun, statusnya sebagai wild card akan membuatnya hanya menerima satu asisten, berbeda dengan peserta lain yang mendapat tiga. Meski begitu, Ruri akan mendapat kesempatan pertama memilih asistennya. Terima kasih atas antusiasme dan kritik yang membangun. Bersama, kita akan membawa Indonesia ke masa depan yang lebih baik." Ruri mendapatkan wild card, tapi kondisinya tetap tidak adil.
"Ruri cuma dapat satu asisten, sementara yang lain dapat tiga," gumam Carlos sambil menggeram pelan. "Mereka mencoba memperhalusnya, tapi jelas-jelas nepotisme."
Carlos terus membaca artikel yang menjelaskan lebih lanjut tentang kompetisi itu. Para peserta yang tersisa, termasuk Ruri, akan diberikan tugas penting: menyelidiki masalah dalam industri pariwisata Indonesia. Fokus utama mereka adalah pada tiga aspek krusial: kebersihan fasilitas umum, higienitas makanan dan minuman, serta kondisi infrastruktur pendukung seperti toilet umum yang sering kali kurang terawat.
Sebagai salah satu penghasil omzet terbesar bagi negara, sektor pariwisata memegang peran vital dalam ekonomi nasional. Pemerintah sangat bergantung pada devisa yang dihasilkan dari kunjungan wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Namun, beberapa tahun terakhir, kepuasan wisatawan—terutama dari luar negeri—menunjukkan penurunan yang signifikan. Oleh karena itu, tugas ini menjadi lebih dari sekadar tantangan kompetisi, tetapi juga upaya nyata untuk menjaga kestabilan salah satu mesin penggerak ekonomi negara.
Para peserta akan dikirim ke Pantai Selong Belanak di Lombok, sebuah destinasi wisata yang populer namun belakangan mengalami penurunan reputasi. Mereka harus mencari kelemahan yang ada, dari mulai sampah yang menumpuk hingga kurangnya perawatan infrastruktur, dan kemudian menyusun laporan serta memberikan solusi yang dapat meningkatkan daya tarik wisata serta memaksimalkan kontribusi sektor ini terhadap pemasukan negara
Carlos tersenyum pahit. Dia yakin Ruri mampu menghadapi tantangan ini, meski sistemnya tidak adil. Dia tahu bahwa menyelidiki masalah besar seperti ini memerlukan usaha dan kecerdasan tinggi, tetapi Ruri pasti bisa mengatasi tantangan tersebut.
Di balik kekesalannya, ada keyakinan. Dia tahu Ruri kuat dan cerdas, dan meskipun diberi perlakuan tidak adil, dia akan membuktikan diri lebih dari sekadar "peserta tambahan."
Carlos terus menelisik berita real-time tentang kompetisi Pemuda Tangguh itu. Tangannya menggerakkan mouse dengan cepat, mencari setiap pembaruan mengenai Ruri. Hingga akhirnya, sebuah berita baru muncul dan membuatnya tertegun.
"Ruri, Sang Peserta Wild Card, Tolak Seluruh Asisten Profesional, Pilih Handyman Amatir untuk Babak Final."
Mata Carlos terbelalak saat membaca rincian berita tersebut. Ruri, yang mendapatkan wild card dengan satu asisten, telah menolak seluruh profesional yang disediakan oleh panitia. Alih-alih, dia memilih seseorang yang tidak dikenal di dunia profesional mana pun. Saat Carlos membaca lebih lanjut, identitas asisten itu akhirnya terungkap—dirinya sendiri. Ruri menyebut asisten pilihannya sebagai "handyman serba bisa" dengan sikap yang mirip kucing: terlihat malas, namun ternyata bekerja aktif ketika tak ada yang memperhatikan.
Carlos hampir tak percaya. "Ini... aku?" gumamnya tak percaya. Dia membaca ulang berita itu, memastikan bahwa tidak ada kesalahan.
Di saat yang sama, terdengar suara pintu depan terbuka. Ruri akhirnya pulang. Keduanya saling menatap, seolah tanpa perlu kata-kata untuk saling memahami situasi.
“Carlos, aku mau bilang sesuatu,” kata Ruri, melangkah mendekat.
Carlos menarik napas dalam. "Apakah ini tentang asisten kompetisi?" tanyanya langsung, sambil melirik layar komputer.
Ruri melihat sejenak ke arah layar, kemudian tersenyum kecil, menyadari bahwa Carlos sudah membaca berita tersebut. “Tampaknya kamu sudah tahu duluan dari internet, ya?” ucapnya sambil tertawa kecil. “Kalau begitu, tolong jaga aku di kompetisi penentuan di babak final ini ya.”
Ruri mengatakan itu dengan senyum nakal, menggoda Carlos seperti biasa, tetapi kali ini dengan harapan besar. Carlos memandangnya, lalu mengangguk, tekadnya semakin kuat.
“Aku akan melakukan yang terbaik. Kita menangkan ini,” kata Carlos dengan penuh keyakinan.
Ruri tersenyum puas. Mereka berdua tahu bahwa ini bukan sekadar kompetisi biasa. Di balik kesulitan dan ketidakadilan yang dihadapi, ada tantangan besar yang harus dihadapi bersama.