Salahkah jika aku penasaran dengan yang namanya cinta dan kasih sayang? Salahkah jika aku sangat haus akan dua rasa itu? Sebenarnya, apa itu kasih sayang? Apa itu cinta?
Disinilah aku, tinggal sebagai seorang keponakan, sepupu, serta orang asing dalam keluarga paman yang sangat membenci kehadiranku. Berbagai cacian, siksaan, serta hinaan, semuanya aku terima. Sampai dimana... dia datang. Tiba-tiba saja, tangannya terulur, membawaku entah kemana dengan kata-katanya yang begitu hangat namun menakutkan.
"Jika kamu sangat ingin merasakan cinta dan kasih sayang, mari kita buat bersama. Mulai sekarang, sampai selamanya... akulah tempatmu untuk pulang."- Adam.
"Jika Anda benar-benar rumah saya, izinkan saya untuk selalu pulang dalam dekapan Anda. Saya mohon, jadilah rumah untuk tempat saya pulang, Tuan Adam."- Ayna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wawawiee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 Makan Mewah?
***
"Nah. Ini tongkat buatmu."
Dua hari kemudian, Adam kembali dari suatu tempat dan ternyata ia membeli sebuah tongkat kayu jati untuk Ayna. Ayna menerimanya dan ia terperangah dengan indahnya ukuran tongkat itu.
"Ini... Buat saya?" tanya Ayna ragu.
"Ya iyalah, buat siapa lagi?" jawab Adam yang geli dengan ucapan Ayna.
"Terima kasih Tuan Adam. Pasti harganya mahal kan? Saya benar-benar tidak enak jadinya..." lirih Ayna saat ia mengira kalau tongkat itu mahal.
"Jangan khawatir. lagipula itu ngga mahal banget. Kayunya ini kuat, kokoh pula. Soalnya ini tingkat dibuat dari kayu jati."
"Oooo begitu..."
"Nah sekarang, coba. Sudah ngga merasa lemas lagi kan? Kamu coba jalan dan tongkatnya kamu pegang di tangan kanan. Pelan-pelan saja."
Ayna turun dari brankar, dibantu oleh Adam. Ia lalu menggenggam tongkat itu dan mulai melangkah selangkah dengan perlahan.
"Eh? Kok aku ngga ngerasa pegal ya?" Ayna merasa, saat ia berdiri kaki kanannya tidak terasa ngilu. Justru tak terasa apapun.
"Ah iya... Baru kerasa hahaha... Aduuhhh..."
"Kamu ngga apa-apa?"
Seperti yang diduga Ayna, baru selangkah berjalan, kakinya mulai ngilu. Tapi ia merasa rasa ngilunya berbeda dari rasa ngilu yang sebelumnya.
"Nanti juga akan hilang rasa ngilunya, yang penting kamu rajin-rajin saja latihan berjalan. Insya Allah kalau ototmu sudah pulih sepenuhnya dalam setahun, bisa dipasangkan gips."
Adam meminta Ayna untuk selalu bersabar dengan keadaan kakinya. Apalagi itu tak secepatnya sembuh dalam waktu singkat.
Sudah beberapa langkah Ayna ambil, dan ia benar-benar merasakan perbedaannya. Ia merasa sudah tak sakit dan bisa berjalan dengan sedikit cepat daripada sebelumnya. Walaupun tak berjalan normal dan harus dengan bantuan alat, baginya untuk sekarang sudah lebih dari cukup.
"Tuan! Saya bisa jalan lagi! saya bisa!"
Senyuman manis mengembang di wajah wanita itu. Bahkan Adam juga terbawa suasana sampai tertawa gembira.
"Hahahaha! Ya, teruskan gadis kecil! Aku tahu kamu bisa!"
***
"Haaahhh, apa yang terjadi pada Ayna? Aku takut dia nanti kelaparan..."
Sudah beberapa hari ini, semenjak Chairul dan Tiana dipecat dari mansion Robi, mereka masih tidak menemukan jejak keberadaan Ayna. Bahkan Chairul sudah berkali-kali memanggil Adam untuk mencari Ayna dan jawabannya...
"Aku sudah mencarinya kakek. Sebelum kakek mengirim orang ke mansion, aku sudah duluan kesana dan langsung pergi ke gudang yang katanya wanita itu dikurung disana. Apa yang kudapatkan? Ngga ada orang."
Chairul teringat dengan jawaban cucunya yang sudah tiga hari yang lalu. Mau marah, tapi ia juga sama seperti Adam. Tak mendapatkan jejaknya sama sekali.
"Apa Ayna masih belum ditemukan?" Tiana muncul dengan membawa nampan berisi dua cangkir teh hangat.
"Hm, belum. Adam juga sudah kubilang untuk terus mencari. Haaahh, benar-benar... Aku sangat mengkhawatirkannya. Apalagi rencanaku kalau saja Ayna ditemukan, kita bisa merawatnya sekaligus menjadikannya saksi atas kejahatan dan kasus-kasus besar yang dilakukan Termirren Corporation. Mereka itu sudah melakukan penggelapan dana dengan dalih meraih kerja sama dengan perusahaan besar. Apalagi, salah satu cabang perusahaan kita yang kena dampaknya. Pimpinannya malah tergiur dengan ajakan kerja sama Termirren dan apa yang terjadi? Cabang kita terpaksa ditutup karena kerugian besar. Huh, benar-benar..."
Berkali-kali Chairul menghela nafas sekaligus mengumpat. Termirren Corporation juga CEO nya yang ternyata adalah Robi sendiri, menganggap Emanuella Corporation adalah saingannya. Padahal, Termirren Corporation hanyalah perusahaan kecil yang tak memiliki kekuatan besar untuk menjadi perusahaan tak tertandingi, tak sebanding dengan Emanuella Corporation yang sudah melegenda bertahun-tahun.
"Ayna... Ya Allah... Kamu dimana nak? Nenek kangen..." bahkan Tiana tak henti-hentinya berdoa agar Ayna segera kembali ke pelukannya, betapa wanita paruh baya itu sangat merindukan Ayna.
"Ayna pasti ditemukan. Aku yakin dia ada di suatu tempat. Kita hanya perlu terus mencarinya, Tiana. Aku ngga akan tidur nyenyak sebelum Ayna ketemu." tekad Chairul.
"Uhm. Iya bang. Oh ya Abang, ngga mau mampir ke rumahnya Adam? Sudah lama kan kita ngga ke rumahnya?" Tiana bermaksud untuk mengajak suaminya pergi mengunjungi rumah Adam yang sudah lama tak dikunjungi.
"Hoho, mauku sih begitu. Tapi tahu sendiri kan Adam gimana? Kita mampir, yang ada dia cemberut seharian. Perangainya itu sama persis seperti Azam, ayahnya. Ngga suka ada pengganggu bahkan kita sendiri kakek neneknya dianggap pengganggu kehidupannya. Hmmm, tapi boleh juga. Lusa bagaimana? Jangan kasih tahu dia kalau kita mampir, nanti dikunci satu rumahnya."
Usulan Chairul langsung disetujui oleh istrinya itu. Rencana lusa mereka akan pergi ke rumah Adam tanpa memberitahu Adam sendiri. Lalu, masalahnya sekarang hanya satu.
Apakah mereka akan terkejut kalau selama ini Ayna ada di dekat mereka berdua? Dan bagaimana reaksi mereka berdua jika Adam selama ini sudah menyelamatkan Ayna dan memboyongnya ke rumahnya sendiri?
Mari kita saksikan bersama-sama!
***
Sore sudah menjelang. Sekarang, Ayna sudah diperbolehkan untuk pulang. Hah? Kenapa? Kan baru sembuh, kenapa sudah keluar dari rumah sakit?
Sederhana, Ayna berkali-kali memohon kepada Adam agar dirinya bisa keluar dari rumah sakit. Alasannya adalah... Agar Adam tidak keberatan dalam membayar administrasinya. Terlebih ia merasa kalau sudah berhutang banyak pada pria mapan itu.
Adam juga berkali-kali menolak permintaan Ayna, dan ia juga mengatakan berkali-kali kepada Ayna agar jangan memikirkan biayanya karena mau bagaimanapun, ia sendiri yang akan menanggungnya.
Namun, bukannya penurutan yang dalam dapatkan, justru air mata kesedihan yang ia dapatkan. Begitu panik dirinya saat melihat Ayna menangis karena Adam memaksanya untuk tetap di rumah sakit sampai keadaan pulih sepenuhnya.
Apa boleh buat sudah. Akhirnya, ia menyetujuinya. Dengan terpaksa.
"Itu apa Tuan?" sekarang, mereka ada di sebuah taman setelah mengurus administrasi. Ayna menunjuk ke arah mesin minuman.
"Mesin minuman. Kamu mau?" tawar Adam.
"Mesin minuman? Minuman apa?" Ayna memiringkan kepalanya, karena tidak tahu menahu benda itu.
"Banyak. Ada susu, ada soda, air putih kemasan, kopi kaleng."
"Ayo. Kamu pasti mau kan? Aku lihat kemarin ada yang varian susu stroberi, dan itu minuman kesukaanmu tentunya." Adam menarik tangan mungil Ayna, mengajaknya ke mesin minuman itu.
Adam memasukkan selembar uang dan menekan tombol minuman susu stroberi. sebotol susu stroberi keluar dari bagian bawa mesin dan Adam memberikannya kepada Ayna.
Saat Ayna meminum susu itu, matanya melebar terkejut. Rasanya... Ia seperti pernah merasakan susu itu. Tapi dimana?
"Enak?"
"Hm! Enak sekali! Rasanya... Familiar sekali, saya seperti sudah sering minum ini. Tapi entah kenapa saya ngga ingat kapan itu..." gumam Ayna yang masih menikmati rasa susu itu.
"Itu adalah rasa susu kesukaanmu, Ayna. Apapun yang rasa stroberi, itu adalah rasa favoritmu. Strawberry maniac, hehehe..."
"Oh ya? Sampai sebegitunya Tuan tahu rasa favorit saya? hebat ya Tuan! Saya saja ngga ingat apapun semenjak kecelakaan lalu gegar otak. Yang saya ingat cuma ayah dan ibu, itu saja." Ayna tersenyum miris mengingat ia sendiri tak mengingat apapun kecuali ayah ibunya, bahkan ia tak mengingat rasa favoritnya.
"Ayna, selama di tempat itu... Apa kamu ada makanan favorit begitu? Atau mungkin ada yang berubah selain stroberi?" tanya Adam penasaran.
"Ada. Nasi liwet, nasi uduk, nasi kuning. Itu makanan favorit saya selama ini. Apalagi kalau buatan kakek dan nenek."
"O-Oh begitu..."
'Sebentar. Sejak kapan nenek bisa memasak? Apalagi kakek juga? Apa pencernaan Ayna baik-baik saja ya? Itu duo combo kalau sudah masuk dapur, yang hancur semuanya. Bahan-bahan yang ngga penting masuk semuanya! Walaahhh...'
"Hahaha, ngga lah. Semuanya ngga apa-apa. Dia kan masih hidup bahkan di sampingmu pula." Adam tiba-tiba bergumam, sampai Ayna bingung dengan keadaan Adam.
"Ya sudahlah, ayo kita pulang. Kita sekalian makan malam."
"Makan malam?"
"Ada, sudah aku reservasi. Nanti kamu makan yang banyak ya."
Ayna hanya mengangguk lemah. Ingin bertanya tapi yang ada Adam takkan menjawabnya. Ya sudahlah, yang penting ia sudah keluar dari rumah sakit itu.
'Turuti saja, Ayna. Lagian perutmu ini sudah keroncongan kan daritadi? Minum susu juga ngga cukup buat ngenyangin ughh..'
***
Ternyata, mereka berdua mengunjungi restoran mewah fine dining yang terkenal akan harganya yang fantastis. Bahkan saat daging steak yang tersaji di atas piring, Ayna berkali-kali menelan ludahnya.
Makan daging... Adalah hal mewah yang sangat ia impikan selama ini. Wajar kan seorang manusia pasti ada hal mewah yang sangat ingin dilakukan? Inilah yang dialami Ayna.
"Enak..." gumam Ayna saat melahap potongan daging steak itu.
"Silakan pasta truffle nya." seorang pramusaji memberikan dua piring pasta.
"Pasta?" ucap Ayna bingung.
"Makanlah. Rasanya ngga kalah enak juga dengan steak."
Ayna mencicipi pasta itu. Alangkah terharunya dia. Dalam hatinya, ia benar-benar merasakan rasa makanan mewah yang dirasakan oleh orang-orang kaya.
'Ya Allah, inikah rasanya makanan orang kaya? Enak banget... Ayna sampai mau menangis rasanya...'
"Hehehe..." benar-benar dibuat tertawa sedari awal, bahkan sekarang juga Adam terkekeh melihat Ayna yang dengan lahapnya memakan makanan di hadapannya sampai habis tak tersisa.
'Makan yang banyak, gadis kecil'
~Bersambung~