Libelle Talitha, atau Belle, adalah gadis 17 tahun yang hidup di tengah kemewahan sekolah elit di Inggris. Namun, di balik kehidupannya yang tampak sempurna, tersembunyi rahasia kelam: Belle adalah anak dari istri kedua seorang pria terpandang di Indonesia, dan keberadaannya disembunyikan dari publik. Ayahnya memisahkannya dari keluarga pertamanya yang bahagia dan dihormati, membuat Belle dan ibunya hidup dalam bayang-bayang.
Dikirim ke luar negeri bukan untuk pendidikan, tetapi untuk menjauh dari konflik keluarga, Belle terperangkap di antara dua dunia. Kini, ia harus memilih: terus hidup tersembunyi atau memperjuangkan haknya untuk diakui.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemakaman Ibu
Belle berdiri terpaku di hadapan makam ibunya, air matanya terus mengalir tanpa henti. Suara isak tangisnya menyatu dengan hembusan angin yang dingin, dan tanah basah di bawah kakinya terasa begitu berat. Ia hampir tidak percaya bahwa ia baru saja mengantarkan ibunya ke tempat peristirahatan terakhir. Kenyataan ini begitu menyakitkan, seperti belati yang menusuk dadanya berkali-kali. Dunia seolah hancur, kehilangan sosok yang paling ia cintai satu-satunya orang yang selalu ada di sisinya, dalam keterasingan dan kesendirian mereka.
Beberapa orang datang untuk menghiburnya, tetapi kata-kata mereka hanya terdengar samar di telinganya. Rasa kehilangan begitu besar hingga Belle merasa terputus dari realitas. Hanya Draven, yang sejak tadi berdiri di sampingnya, yang terus memberinya kekuatan. Draven tidak berkata banyak, tetapi kehadirannya memberi Belle kenyamanan yang sulit ia jelaskan.
Sementara itu, tak jauh dari sana, beberapa pria dengan jas hitam datang, memperhatikan prosesi dari jauh. Mereka adalah pegawai yang dikirim oleh ayah Belle, Markus, untuk memastikan semuanya berjalan sesuai perintah. Setelah pemakaman selesai, mereka saling bertukar pandang dan segera menghubungi Markus, melaporkan bahwa ibu Belle telah dimakamkan dengan baik.
***
Di sisi lain kota, di sebuah restoran mewah, Markus duduk dengan nyaman bersama keluarga utamanya. Ia tampak menikmati makan siang bersama istri pertamanya, Ny. Markus, dan kedua anak mereka. Suasana tampak hangat dan ceria, penuh tawa dan obrolan ringan. Bagi keluarga ini, tidak ada yang salah, semuanya tampak sempurna di mata publik.
Tiba-tiba, ponsel Markus bergetar. Ia meraihnya dan membaca pesan yang masuk. Sejenak, ekspresinya berubah dingin. Laporan dari anak buahnya mereka mengabarkan bahwa istrinya yang kedua, ibu dari Belle, telah meninggal dan pemakaman sudah selesai dilakukan. Markus menghela napas, mencoba menutupi perasaan bersalah yang samar. Namun, tak ada yang boleh tahu. Tidak istri pertamanya, tidak anak-anaknya.
Ia menatap keluarganya sejenak, lalu menyadari bahwa ia harus segera pergi.
"Istriku," ujar Markus sambil tersenyum, "Ayah ada meeting mendadak, dan harus ke luar kota sekarang. Maaf tidak bisa lanjut makan siang bersama kalian."
Ny. Markus menoleh dengan alis yang sedikit terangkat. "Meeting mendadak? Lagi-lagi, Markus? Tidak bisakah kau makan siang dengan tenang tanpa harus membicarakan pekerjaan?" Meskipun nada suaranya protes, ia sudah terlalu terbiasa dengan jadwal Markus yang selalu mendadak.
"Kau tahu bagaimana bisnis berjalan," jawab Markus dengan senyum canggung. Ia berdiri, meraih jasnya, dan mencium pipi istri serta anak-anaknya sebelum bergegas keluar. Dalam hati, Markus tahu ia harus segera melihat situasi dan mengendalikan segala sesuatu sebelum menjadi masalah besar. Belle mungkin akan membutuhkan perhatian lebih sekarang, tetapi ia tak bisa begitu saja terbuka tentang kehidupan ganda yang selama ini ia sembunyikan dengan baik.
Di perjalanan menuju mobilnya, Markus menatap langit dengan pandangan kosong. Hatinya sedikit tertusuk oleh kematian istri keduanya, namun ia tahu bahwa hidupnya di rumah ini, dengan keluarga utama yang dihormati dan disegani, adalah prioritas. Belle dan ibunya selalu menjadi rahasia yang harus ia jaga dengan sangat hati-hati.
Setelah makam ibunya mulai sepi, Belle masih berdiri di sana, tubuhnya terasa lemas, matanya bengkak. Draven tetap di sisinya, membiarkan Belle mengekspresikan kesedihannya tanpa gangguan. Akhirnya, Belle mendongak, menatap tanah merah di depannya dengan tatapan kosong.
“Aku sudah tak punya siapa-siapa lagi,” bisik Belle pelan.
***
Belle duduk di atas tempat tidur, memeluk foto ibunya erat-erat. Foto itu diambil beberapa tahun lalu, saat mereka berdua masih bahagia di pedesaan yang sepi, jauh dari kehidupan rumit yang mereka jalani di balik bayang-bayang ayahnya. Air mata Belle jatuh tanpa henti, meresapi rasa kehilangan yang begitu dalam. Ibunya adalah satu-satunya orang yang selalu berada di sisinya, meskipun mereka terisolasi dari dunia yang besar dan penuh dengan kebohongan keluarga besar Markus. Kini, ibunya telah pergi, meninggalkannya sendirian menghadapi semuanya.
Suara pintu yang berderit mengagetkan Belle dari lamunannya. Ia mendongak, dan di sana, berdiri sosok yang tak pernah ia harapkan untuk melihatnya dalam momen seperti ini. Ayahnya, Markus, masuk ke kamar dengan ekspresi penuh kekhawatiran, tetapi bagi Belle, itu hanyalah sebuah topeng.
“Mau apa kau di sini?” suara Belle pecah, diselimuti oleh kemarahan yang ia tahan sejak lama. Tangannya mengeratkan pelukannya pada foto ibunya, seolah itu adalah satu-satunya perlindungan yang tersisa. “Bukankah kau tak peduli dengan ibu? Kau meninggalkan kami begitu saja. Dan sekarang kau muncul, setelah semuanya terlambat.”
Mata Belle yang memerah memancarkan kemarahan. Ia menatap Markus dengan penuh kebencian. Rasa sakit yang ia rasakan, bukan hanya karena kehilangan ibunya, tetapi karena bertahun-tahun penelantaran dan rahasia yang selalu ia pendam di dalam hati.
Markus, yang tidak bisa menyembunyikan rasa bersalahnya, mendekat dengan hati-hati. “Sayang, tenanglah. Aku tahu ini berat untukmu,” suaranya pelan, lembut, seolah-olah ia berusaha mencari celah untuk menenangkan Belle. Ia mencoba meraih Belle ke dalam pelukannya, tetapi Belle menegang, tidak ingin tersentuh olehnya.
"Tenang?" Belle mendengus sinis, air matanya mengalir semakin deras. "Bagaimana aku bisa tenang, ayah? Kau membiarkan kami hidup dalam bayang-bayang keluarga yang tidak pernah mengakui keberadaanku, dan sekarang ibu meninggal tanpa kau di sisinya. Kau bahkan tidak ada di sini saat ia butuh!" Belle berteriak, suaranya dipenuhi dengan kepahitan.
Markus terdiam sesaat, menghela napas berat. Ia tahu bahwa apapun yang ia katakan tidak akan menghapus kemarahan Belle. Baginya, anak perempuannya ini adalah buah dari hubungan yang ia sembunyikan bertahun-tahun. Ia mencintai Belle dan ibunya, tapi posisinya sebagai kepala keluarga di kehidupan lainnya, dengan istri pertamanya, membuatnya selalu berada di persimpangan.
"Aku... tidak bisa memperbaiki semuanya," Markus berujar dengan suara berat, tatapannya tak lepas dari wajah Belle yang terluka. "Tapi aku ingin kau tahu bahwa aku selalu memikirkan kalian. Aku menyesal, sayang. Ibu... ibu pasti ingin kau kuat. Dia pasti tidak ingin kau menyalahkan dirimu sendiri."
Belle terdiam, menahan napasnya. Kata-kata ayahnya terasa kosong, seperti janji-janji yang tak pernah ditepati. Namun ada bagian dari hatinya yang masih ingin percaya, meskipun kecil.
"Aku tak peduli apa yang kau pikirkan sekarang," gumam Belle sambil menghapus air matanya. "Aku hanya ingin ibu kembali... aku hanya ingin semuanya berbeda. Aku ingin kita seperti keluarga lain, bukan seperti ini tersembunyi, terabaikan."
Markus mengulurkan tangan lagi, dan kali ini Belle tidak menolak. Ia membiarkan ayahnya memeluknya, meskipun hatinya masih penuh dengan luka. Pelukan itu terasa dingin, tidak sehangat yang ia harapkan, tetapi untuk saat ini, ia merasa terlalu lelah untuk terus melawan.
"Aku di sini, Belle," Markus berbisik, berusaha menenangkan gadis itu. "Aku akan selalu ada untukmu, mulai sekarang."
Tapi Belle tahu, kata-kata ayahnya hanya janji lain yang mungkin tak pernah terwujud. Bagaimanapun, ia sudah terbiasa hidup dalam kegelapan dalam bayang-bayang orang lain.
serta jangan lupa untuk mampir di ceritaku ya❤️
ada beberapa kalimat yang masih ada pengulangan kata..
contoh kyk ini: Belle berdiri di jendela di bawah langit.
jadi bisa d tata struk kalimatnya;
Belle berdiri di tepi jendela, menatap langit Inggris yang kelam
atau bisa juga Belle berdiri di jendela, memandang langit kelam yang menyelimuti Inggris.
intinya jgn ad pengulangan kata Thor, dan selebihnya udah bagus