"Pokoknya aku mau Mama kembali!"
"Mau dibawa kemana anakku?!"
"Karena kau sudah membohongi puteriku, maka kau harus menjadi Mamanya!"
Tiba-tiba menjadi mama dari seorang gadis kecil yang lucu.
"Tapi, mengapa aku merasa begitu dekat dengan anak ini ya?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linieva, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Air Panas
Sadewa sudah berada dibawah, menunggu dua orang lagi untuk turun dan sarapan bersama. Disaat dia sudah mulai bosan menunggu, dia melihat Alisha yang menggendong Anisha menuruni anak tangga.
‘Akhirnya mereka datang juga.’
“Papa… Papa… Anish sudah wangi kan?” setelah turun dari gendongan Alisha, Anisha ingin pamer pada papanya. Dia menunjukan kepalanya dihidung Sadewa.
Sadewa menggendong dan memangku puterinya, “Hmmm… iya, rambut puteriku wangi sekali.” Dia mendengus mencium wangi shampoo dikepala Anisha, “Coba, tangannya wangi juga gak?” Sadewa menarik pelan tangan Anisha dan mengendusnya lagi,”Wah, wangi juga ya. Sabunnya pasti wangi banget.”
“Iya dong Pa. Mama kasih shampoo dan sabun yang banyak.”
“Waw… BANYAK ya.” dia melirik Alisha yang sudah duduk disampingnya.
“Kenapa? Apa anda mau bilang kalau aku boros? Aku tidak boros ya. Itu karena rambut Anisa panjang dan lebat. Harus memerlukan banyak shampoo.”
“Papa… apa kalna lambut Anis? Apa Anis hayus potong yambut?”
Sadewa tersenyum canggung pada puterinya, seakan dia adalah papa yang pelit dan pemarah, “Sayang, gak usah. Kalau kamu suka rambutmu panjang, gak usah. Mau pakai shampoo atau sabun yang banyak, sangat… banyak… sekali…” Sadewa melirik Alisha, “Papa gak masalah. Papa masih bisa membelinya bahkan sampai pabriknya juga, Papa akan belikan jika kamu mau.” Ucapnya.
“Wah… kalau begitu, boleh dong pabriknya dibeli saja. Aku yakin, Anisha pasti mau dan-
“Ehem, Nona Alisha, berhenti bicara dan makanlah sarapanmu.” Walau dia tersenyum ketika mengatakannya, tapi dari tatapan matanya seakan menyuruh Alisha untuk ‘Diam dan jangan bicara’.
“Ups… maafkan saya yang mulia.” Alisha menutup mulutnya dan mulai menyantap makanan yang sudah para pelayan siapkan.
Anisha malah tertawa kecil mendengar dua orang dewasa yang terlihat seperti akrab, padahal saling menyindir.
“Anis, biar Papa yang suapin kamu makan ya.” kata Sadewa.
“Gak mau. Anis mau sama Mama aja.”
“Tapi Nak, Mama kamu kan lagi asik makan. Lihat, dia seperti orang kelaparan yang seperti berhari-hari tidak makan.” Sadewa dan Anisha kompak melihat Alisha. Ketika sedang asik makan, tiba-tiba tangannya berhenti menyendokan makanan kedalam mulutnya, “Iya ‘Yang Mulia’ saya SANGAT LAPAR SEKALI sekarang.”
Sedikit, sedikit saja, ujung garis bibir Sadewa terangkat karena lucu melihat ekspresi dan kalimat balasan dari Alisha padanya.
Akhirnya, Anisha pun mau disuapin makan oleh papanya, Sadewa.
Mereka bertiga sarapan bersama sambil mengobrol, tapi obrolannya tidak saling sindir menyindir lagi, karena tidak bagus dihadapan makanan.
Sadewa selalu memuji rambut Anisha yang sangat halus dan lembut. Semakin senang hati Anisha.
‘Aku juga bisa kok melakukan itu. Padahal aku sudah lama mengurus Anisha, tapi Tuan tidak pernah memujiku.’
‘Sejak wanita ini datang, aku selalu diabaikan. Aku seperti tidak ada di sini.’
‘Benar-benar menyebalkan! Aku sangat benci sekali dengan wanita penipu ini. Kapan sih dia keluar selamanya dari rumah ini? Ya, aku harus menunggu sampai nona Miranda dan tuan Sadewa menikah.’ Dewi, yang berdiri disamping Sadewa, menunggu jika ada perintah dari Sadewa.
*
Hari itu, Sadewa tidak berangkat kerja karena libur. Dalam satu minggu, dia harus berusaha meluangkan satu hari untuk bersama puterinya, walau Anisha punya pengasuh. Di ruang tamu, Alisha dan Anisha duduk di lantai yang diberi karpet, sedangkan Sadewa duduk di sofa sambil mengecek pekerjaannya dari laptop, tentu saja sesekali dia mengawasi puteri dan pengasuhnya.
Tono datang, “Tuan, ada pak Richardo dan nyonya Puspa diluar. Mereka baru sampai dan ingin masuk ke sini.” Tono berbisik pada majikannya memberi kabar.
“Apa? Untuk apa mereka datang? Suruh saja mereka-
“Selamat siang Sadewa…” sudah terdengar suara dari Richardo yang memasuki ruangan. Alisha dan Anisha juga mendengarnya.
‘Siapa mereka?’ pikir Alisha.
Anisha berdiri dan langsung berlari kearah pangkuan Alisha, “Eh? Anisha?” Alisha sampai terheran.
“Pak Richard dan Nyonya Puspa, apa kabar? Tumben datang ke sini?” mau tidak mau, Sadewa pun menyambutnya dengan terpaksa.
“Kabar kami baik, hahaha… dimana Anisha? Anak yang sangat lucu dan pintar itu?” Richard sudah melihat Anisha yang dipangku Alisha.
“Silahkan kalian duduk dulu. Dewi, buatkan teh dan kopi untuk para tamu.” Suruhnya.
“Tapi Tuan, saya kan… i-iya, saya akan melakukannya.” Dewi tidak terima melakukan pekerjaan yang bukan bagiannya. Padahal, sejak Alisha yang mengurus Anisha, Dewi lebih banyak waktu luang daripada para pelayan yang lain. Dengan menggerutu didalam hati, Dewi pergi ke dapur.
“Anisha, sini Sayang. Nenek mau memelukmu, boleh kan?” Puspa mengulurkan tangannya pada Anisha yang masih berada dibawah. Tapi Anisha, bukannya datang, malah semakin erat memeluk Alisha sampai Alisha kesulitan bernapas karena kedua tangan Anisha yang erat dilehernya.
“Loh, kok kamu gitu sih Anisha. Padahal Kakek dan Nenek datang kesini karena rindu. Kami jadi sedih.” Richardo memasang ekspresi wajah sedihnya.
“Anisha, kasih salam dulu pada mereka. Papa bilang apa? Harus sopan, iya kan?” ucap Sadewa dengan tegas.
Walau cemberut, Anisha pun turun dari pangkuan Alisha, dan pelan-pelan dia memberi salam pada mereka, Richardo dan Puspa.
Puspa tiba-tiba menggendong Anisha, “Tidak apa-apa. Mungkin Anisha canggung bertemu dengan kami.”
“Ya, karena jarang juga bertemu dengan kalian.” Sadewa menambahkan.
“Ya mau bagaimana lagi, kami berdua sangat sibuk.” Kata Richardo, mengusap kepala Alisha.
“Ya, sibuk mengatur rencana untuk bisa lebih naik lagi.” Ucap Sadewa lagi dengan santainya.
‘Apa mereka gak sadar kalau orang ini sedang menyindir kalian?’ ucap Alisha didalam hati.
“Dewa, siapa gadis cantik ini?” tanya Richardo, maksudnya adalah Alisha.
Tatapan sengit nan tajam dari Puspa dan Sadewa, sedangkan Alisha, terpancar rasa senang karena mendapat pujian ‘Cantik’ untuk dirinya.
“Oh… ‘GADIS CANTIK’ ini adalah pengasuh baru puteriku.” Senyum sindir dari Sadewa pada Alisha yang sudah naik kupingnya.
“Oh ya? Siapa namanya?”
“Nama saya-
“Alisha! Namanya adalah Alisha. Alisha, bisakah kau duduk di sofa? Orang akan mengira kau adalah pembantu rumah tangga di sini.”
“Iya, Tuan Dewa yang maha agung.” Alisha pun pindah dan duduk di sofa yang kosong.
“Pft….” Semua orang melihat Richardo yang tertawa kecil, “Akh… maafkan aku Dewa. Itu karena pengasuh anakmu begitu lucu. Pantas saja Anisha menyukainya sebagai pengasuhnya.”
“Terima kasih Pak.” Kata Alisha.
‘Hm… sial, kenapa nenek sihir ini selalu menatapku sinis begitu?’ orang yang Richardo maksud adalah isterinya sendiri, Puspa yang sedari tadi, setiap dia bicara memuji Alisha, isterinya pasti menatap tidak terima.
Dewi pun datang membawa minuman untuk mereka, termasuk untuk Alisha.
Satu persatu gelas yang sudah berisi kopi dan teh akan diberikan pada mereka.
Dan ketika untuk Anisha, “Akh… aduh… panas banget.” Rintih Alisha karena terkena siraman air yang sangat panas. Saking panasnya, dia berdiri dan mengibaskan sisa air di bajunya.