Juliet Laferriere, gadis muda asal Prancis yang berakhir menjadi tawanan seorang mafia asal Italia.
Bermula saat Matteo Baldovino Dicaprio, pria dari keluarga mafia dengan kekuasaan terbesar di Italia, berlibur ke kota Paris, Prancis.
Pria dengan marga 'Dicaprio' itu mengalami kecelakaan mobil saat berada di kota Lyon. Kota beribu momentum dan lampu yang menghalangi cahaya bintang. Tepat saat kecelakaan terjadi, Juliet muncul seperti malaikat dan membantu pria berdarah dingin itu keluar dari mobil yang berasap.
Namun, kebaikan yang dia lakukan untuk menyelamatkan hidup seseorang, malah berakhir menghancurkan hidupnya sendiri.
"Rantai ini untuk mengingatkanmu, bahwa kau adalah milikku."
Bagaimana cara Juliet melarikan diri dari seorang Predator gila? Lalu, apa pria itu akan luluh dan membebaskannya dari ancaman? Yuk ikuti kisah mereka, dan jangan lupa beri dukungan kalian!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elsa safitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di kurung
Matteo tidak membuat tanggapan. Dia bahkan tidak mengeluarkan sedikitpun suara, seolah semuanya memang tidak butuh penjelasan. Melihat Matteo yang terus membisu dengan wajah yang datar, Juliet terus merasa takut.
Saat Juliet menoleh untuk melihat Carlotta, Matteo berjalan mendekat dan menarik tangannya. Gadis itu tertarik dan berdiri karena tarikan kuat dari Matteo.
"...Agh!"
Dia menyeret Juliet pergi dari pelabuhan. Bahkan saat dia menarik tangan Juliet, dia tidak pernah melihat keadaan Carlotta di belakang mereka. Carlotta yang tak sadarkan diri di tinggalkan sendirian dalam lautan salju.
"Tunggu! Tidak, Carlotta..."
Juliet berusaha melepaskan diri, setidaknya untuk mengangkat Carlotta dari air laut yang dingin. Namun, cara apapun yang dia lakukan, tangan pria itu masih mengepal dengan kuat.
"Carlotta! Dia sepupumu, kan? Kita harus menyelamatkannya."
Matteo menghentikan langkahnya. Cengkramannya semakin kuat, saat dia menggerakkan sedikit kepalanya. Dia melirik Juliet dengan tajam, bahkan lebih tajam dari sebelumnya.
Juliet bergidik sekali lagi. Entah itu karena cuaca yang ekstrem atau karena mata dingin pria itu.
"... Biarkan dia mati di sana. Terkena hipotermia atau membeku, aku tidak peduli."
Juliet membola terkejut. Suaranya yang tajam dan dingin, terasa semakin menakutkan saat Matteo mengatakan hal itu. Bukankah mereka terjalin dalam sebuah keluarga? Apa seperti ini cara dia memperlakukan keluarganya sendiri? Dia tidak mengerti.
"Sebaiknya kau memikirkan tentang dirimu sendiri, Juliet. Aku tidak yakin akan memaafkanmu dan melupakan masalah ini."
Juliet langsung pucat dalam waktu singkat. Setelah mengatakan itu, Matteo menyeretnya lagi. Dia di tarik dengan kasar, hingga rasanya tangan dan tubuh akan terpisah jika pria itu menambahkan sedikit kekuatan dalam tarikan tersebut.
*
*
*
Setelah Matteo membawa Juliet kembali masuk ke dalam rumah, dia melempar Juliet ke sofa. Kemudian, dia membuka paksa jaket yang gadis itu kenakan beserta sepatunya.
"B-berhenti! Tidak, apa yang akan kau lakukan?"
Matteo berhenti saat Juliet menarik rambutnya. Dia menatap gadis itu dalam waktu yang cukup lama, sebelum menggendongkan untuk naik ke lantai dua.
Dia melempar kembali gadis itu di kasur. Dengan kasar pria itu menarik kaki Juliet dan memasangkan rantai di kaki kanannya. Juliet tidak berontak. Dia hanya melihat bagaimana pria itu akan menyiksanya setelah ini.
"Sepertinya kau melupakan sesuatu, Juliet."
Juliet memejam dengan gemetar. Saat itu, Matteo tiba-tiba mencengkram dagunya dengan kuat. Dia mendekat dan hanya menyisakan sedikit jarak di antara mereka.
"... Apa aku benar-benar harus memotong kakimu, hm?"
Juliet masih setia menutup matanya. Saat dia sadar cengkraman Matteo melonggar, dia membuka mata perlahan. Sebelum dia berhasil membuka mata dengan sempurna, Matteo lebih dulu menciumnya.
Juliet terkejut dengan ciuman yang tiba-tiba. Dia berniat mendorong Matteo menjauh, namun pria itu lebih dulu menyimpan kedua tangan Juliet di atas kepalanya.
Ini terasa dejavu. Dia memang pernah di perlakukan serupa, saat pertama kali dia berada di rumah itu.
Dia tidak melakukan perlawanan lebih lanjut tentang itu. Saat Matteo bangkit dan menjauhkan wajahnya, Juliet terlihat lesu dan putus asa. Pria itu sadar betapa melemahnya Juliet setelah dia menyeretnya dari pelabuhan.
"... Kau boleh melakukan apapun padaku, tapi selamatkan Carlotta terlebih dulu."
Matteo membola terkejut mendengar permintaan Juliet. Dia tidak berniat melakukan sesuatu yang buruk pada gadis itu, selain ancaman untuk tetap membuat dia berada di rumahnya. Namun apa ini? Bagaimana dia bisa bertindak begitu cepat, hanya karena seseorang yang dia kenal kurang dari sehari.
Setelahnya garis senyum di tarik dengan pasti. Pria itu menunjukkan cemoohan yang dangkal dari cara dia tersenyum. Lalu, dia mengangkat rambutnya ke atas sebelum mengejek secara terbuka.
"Kau sangat bodoh. Apa kau pikir aku butuh persetujuanmu untuk melakukan sesuatu pada tubuh ini?"
Juliet tidak membuat tanggapan. Sebelumnya dia memang yakin pria itu tidak akan pernah mendengarkannya. Namun setelah mencoba, ternyata dia hanya mendapat sebuah omong kosong.
Seolah pasrah akan apa yang terjadi selanjutnya, Juliet tidak melakukan perlawanan dan hanya membuang wajah ke samping. Saat ini Matteo berada tepat di atasnya. Bahkan jika dia berniat melakukan perlawanan, Matteo pasti akan berakhir melakukan sesuatu pada tubuhnya. Jadi semuanya memiliki ending yang sama. Untuk apa buang-buang tenaga.
Melihat Juliet yang cukup tenang, Matteo mendekatkan wajahnya lagi. Dia menarik pandangan Juliet untuk kembali berfokus padanya. Kemudian, dia menciumnya lagi.
".. Kau bajingan!"
Matteo menertawakan makian itu. Setelah dia puas mencium Juliet, dia bangkit dari kasur dan pergi ke luar kamar. Dia tidak mengatakan apapun sebelum pergi. Dia hanya mengunci pintu seolah menahan Juliet untuk tetap berada di kamarnya.
Setelah pria itu keluar, Juliet bangkit dengan cepat. Dia membuka jendela dan menatap ke arah pelabuhan, berharap melihat sebuah helikopter yang mendarat untuk membawa Carlotta pergi dari lautan salju itu.
Namun, sebanyak apapun usahanya untuk dapat melihat pelabuhan, dia hanya merasakan salju yang terus menubruk wajahnya yang halus. Dia menghela nafas berat setelahnya.
"Carlotta.. Aku harap seseorang membawamu dari sana."
tar lanjut lagi sa kalo dokter nya udah pergi