"Tlembuk" kisah tentang Lily, seorang perempuan muda yang bekerja di pasar malam Kedung Mulyo. Di tengah kesepian dan kesulitan hidup setelah kehilangan ayah dan merawat ibunya yang sakit, Lily menjalani hari-harinya dengan penuh harapan dan keputusasaan. Dalam pertemuannya dengan Rojali, seorang pelanggan setia, ia berbagi cerita tentang kehidupannya yang sulit, berjuang mencari cahaya di balik lorong gelap kehidupannya. Dengan latar belakang pasar malam yang ramai, "Tlembuk" mengeksplorasi tema perjuangan, harapan, dan pencarian jati diri di tengah tekanan hidup yang menghimpit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21: Nongkrong Malam Tlembuk
Malam itu, suasana di pinggir jalan sangat ramai. Para Tlembuk berkumpul, menyambut malam dengan keceriaan dan tawa yang menggema. Lily, Dinda, dan teman-teman lainnya duduk melingkar di atas trotoar, dikelilingi lampu-lampu neon yang berkelap-kelip, menciptakan suasana yang hangat dan akrab.
“Eh, Din! Lu bawa rokok?” tanya Lily sambil menggeser posisinya, menampakkan wajah ceria.
Dinda mengangguk, mengeluarkan sebungkus rokok dari tasnya. “Yoi! Rokok ini, dan kita juga harus pesan minuman. Mumpung malam mingguan, kan?”
Mereka pun tertawa, melanjutkan obrolan ringan tentang berbagai hal, mulai dari pengalaman BO masing-masing hingga cerita lucu dari meet-up sebelumnya. Suara tawa mereka menghiasi malam yang sejuk, dan tak jarang ada yang melirik ke arah mereka, terpesona oleh keceriaan yang terpancar dari grup Tlembuk ini.
“Eh, guys! Kalian lebih suka di bawah atau di atas nih?” tanya Tika, dengan nada genit sambil menggoyang-goyangkan pinggulnya, membuat semua orang tertawa.
“Wah, itu sih tergantung situasi, Tika! Tapi kalau di bawah, lebih nyaman!” jawab Raka, yang baru saja bergabung dalam obrolan.
Malam semakin larut, tapi semangat mereka tak surut. Obrolan pun semakin santai, beralih ke topik yang lebih personal. “Ada yang punya tips pakai tissue magic nggak? Biar tahan lama, gitu,” kata salah satu Tlembuk yang baru saja mendengar tentang produk itu.
Semua orang terdiam sejenak, sebelum Dinda menjawab, “Oh, itu! Gue denger, tissue magic itu bagus banget. Tapi harus tahu cara pakenya, ya. Nanti bisa jadi baper!”
Lily menambahkan dengan nada bercanda, “Gue sih lebih suka yang simpel, yang penting asyik dan bikin kita nyaman.”
Malam itu terasa panjang, penuh canda tawa dan keakraban. Tiada yang merasa kesepian di tengah keramaian, dan setiap cerita yang dibagikan menjadi semakin berarti. Mereka saling mendukung dan menguatkan, menjadi satu kesatuan dalam komunitas Tlembuk yang penuh warna.
Mereka pun merencanakan untuk melanjutkan nongkrong ini ke tempat yang lebih seru, mencari tempat yang bisa menyajikan suasana berbeda. “Gimana kalau kita ke kafe yang baru buka di ujung jalan? Katanya sih keren,” usul Tika.
“Setuju! Ayo kita ke sana!” jawab Lily antusias.
Dengan semangat baru, mereka beranjak dari tempat duduk, melanjutkan petualangan malam mereka dengan harapan akan lebih banyak cerita dan tawa yang bisa dibagikan di antara mereka.
Baru saja mereka beranjak menuju tempat duduk di kafe yang baru buka, tiba-tiba seorang cowok tampan dengan motor sport mendekati mereka. Suara knalpot yang menggelegar menarik perhatian semua orang, terutama Lily. Cowok itu turun dari motornya dengan gaya percaya diri, mengenakan jaket kulit hitam yang menambah kesan keren.
Dengan senyum lebar, cowok itu langsung menghampiri Lily tanpa basa-basi. “Hei, cantik! Berapa neng semalam?” tanyanya langsung, mengangkat alisnya dengan menggoda.
Semua Tlembuk yang ada di situ terkejut, lalu tertawa terbahak-bahak. Dinda menepuk-nepuk punggung Lily, “Wah, lihat tuh, Lil! Ada yang naksir!”
Lily, yang biasanya tak kehabisan akal, tersenyum genit. “Hmm, berapa budget kamu?” tanyanya sambil menggoda, mengalihkan perhatian dari pertanyaan langsung cowok tersebut.
Cowok itu tertawa, tidak tersinggung dengan lelucon Lily. “Kalau budget saya sih, cukup buat dua malam. Lagian, saya juga butuh yang bisa nyenengin!” ujarnya sambil menyandarkan punggungnya di motor.
Seketika, Lily mengalihkan pandangannya dan berpikir sejenak. Ia merasa ada daya tarik tersendiri dari cowok ini. Dengan percaya diri, Lily nyeplos, “600 ribu, tapi kamar loe yang bayarin!”
Senyum Rian melebar, tampak terkejut namun juga terkesan dengan keberanian Lily. “Deal!” jawabnya mantap. “Ayo, kita langsung ke hotel.”
Tanpa menunggu lama, Lily segera bergegas berboncengan dengan motor sport Rian. Mereka meluncur menuju hotel terdekat dengan kecepatan yang cukup mengasyikkan. Angin malam yang berhembus kencang menambah keseruan perjalanan mereka.
Dalam perjalanan, Rian tidak bisa menahan senyumnya. “Kamu memang berani, ya? Jarang-jarang saya temui cewek sepertimu,” ujarnya, mengagumi sikap Lily yang tegas.
Lily hanya tertawa, merasa semakin percaya diri. “Ah, itu sih biasa. Tlembuk kayak kami harus berani, kan?”
Sesampainya di hotel, mereka turun dari motor dan berjalan bersama menuju resepsionis. Rian melakukan proses check-in dengan lancar, lalu mereka menuju kamar yang telah dipesan.
Begitu pintu kamar ditutup, suasana menjadi intim dan penuh ketegangan. Rian melihat Lily dengan tatapan menggoda. “Jadi, kita mulai dari mana?” tanyanya, mendekatkan wajahnya ke arah Lily.
Lily tersenyum genit dan menjawab, “Ya, kita lihat saja nanti. Yang penting kita nikmati malam ini.”
Keduanya segera terlarut dalam suasana malam yang penuh gairah, menghilangkan semua batasan yang ada. Keceriaan dan keberanian Lily membuahkan hasil, dan malam itu menjadi kenangan tak terlupakan bagi mereka berdua.
Ketika mereka memasuki kamar hotel, suasana langsung berubah menjadi intim. Rian menutup pintu dengan lembut, dan suasana di dalam kamar terasa hangat dan penuh gairah. Rian langsung mengelus rambut halus Lily yang tergerai, matanya tak lepas dari wajah cantik Lily.
“Rambutmu halus sekali,” ujarnya dengan nada penuh pujian. Lily tersenyum, merasakan sentuhan lembut Rian yang membuat hatinya berdegup kencang.
Tanpa menunggu lebih lama, Rian membungkuk dan mengecup kening Lily dengan lembut. Kecupan itu membuat Lily merasakan getaran di seluruh tubuhnya. Rian kemudian bergerak mendekat, dan bibir mereka pun bertemu dalam kecupan yang hangat.
Suasana semakin intim. Mereka saling menggenggam erat, seolah tidak ingin melepaskan satu sama lain. Bibir Rian yang lembut menempel di bibir Lily, dan perlahan kecupan itu semakin dalam. Rian merasakan nafsu yang membara, dan Lily tak kalah merespons dengan penuh gairah.
Lily membalas kecupan Rian, merasakan kehangatan dari setiap sentuhannya. Ia merasakan denyut jantungnya semakin cepat, seolah setiap detik berlalu menjadi momen yang penuh makna. Saat Rian melanjutkan ciumannya ke pipi dan leher Lily, suasana dalam kamar semakin memanas.
“Ini malam yang kita tunggu-tunggu, kan?” Rian berbisik, suaranya serak penuh hasrat. Lily mengangguk, tidak bisa menyembunyikan senyum manis di wajahnya.
Keduanya saling memandang, mata mereka berbicara lebih dari sekadar kata-kata. Rian mengelus punggung Lily, membuat gadis itu merasa nyaman dan aman. “Kamu tahu, aku sudah memimpikan momen ini sejak lama,” tambah Rian.
“Begitu juga dengan aku,” jawab Lily, kini berani mendekatkan wajahnya ke arah Rian, seolah menantang. “Tapi malam ini, aku yang akan membuatmu terkejut.”
Dengan semangat, Lily menarik Rian ke dekatnya dan memulai ciuman kembali. Keduanya terlarut dalam suasana, menikmati setiap detik yang ada. Rian merasakan api hasrat membara di dalam dirinya, dan ia tahu malam ini akan menjadi malam yang penuh kenangan.
Mereka berdua terjatuh ke ranjang, tubuh Lily terletak nyaman di atas selimut yang lembut. Rian tidak bisa menahan diri untuk tidak mencium bibir Lily lagi. “Kamu benar-benar menggoda, Lil,” ucapnya, sambil terus menyusuri wajahnya dengan jari-jarinya.
“Malam ini hanya untuk kita berdua,” Lily berbisik, matanya berkilau penuh tantangan. “Jadi, ayo kita buat malam ini tak terlupakan.”
Kedua hati mereka berpadu dalam kegelapan kamar yang nyaman, menciptakan kehangatan dan keintiman yang tak terlukiskan. Suasana semakin menggoda ketika mereka mulai menyelami satu sama lain, saling berbagi keinginan dan mimpi yang tertahan.
Dalam suasana penuh gairah, Lily dan Rian melanjutkan malam mereka, menciptakan kisah yang akan mereka kenang selamanya.