" aku takut untuk kembali patah setelah jatuh hati " ---
Ziva gadis cantik yang batal menikah karena suatu hal yang tak jelas. Lelaki yang ia percaya itu pergi meninggakkan dirinya sebelum hari pernikahan mereka dilangsungkan. menghancurkan segala mimpi setelah sekian lama di bangun bersama. Segala kesakitan itu membuat ziva sulit untuk kembali menjalin hubungan yang baru . Hingga kehadiran seorang lelaki aneh yang memberi warna baru dalam hidupnya. Namun banyak rahasia yang tersembunyi di balik kemunculannya .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mia Riski, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membingungkan
Gabriel baru saja pulang ke rumah , ia melihat Tasya yang tengah duduk bersama mamanya di ruang tengah . Lelaki itu sudah bisa menebaknya , wanita ini pasti akan mengadu apa yang tadi di lakukannya.
" Gabriel " panggil iren , mama Gabriel .
" Hemm " ia terpaksa duduk di antara mereka .
" Biel , tangan kamu kenapa ? " Panik Tasya , ia memegang siku lelaki itu . Wajahnya terlihat panik melihat siku Gabriel di balut perban.
" Aku baik baik saja " Gabriel menepis kasar tangan Tasya darinya .
" Gabriel!! " Bentak iren , memandang kearah anaknya .
Gabriel tidak peduli , ia mengacuhkan tatapan mamanya .
" Kenapa kamu bawa wanita tidak jelas itu di hadapan Tasya ? " Tanya iren
" Namanya ziva " jawab gabriel
" Kamu akan bertunangan dengan Tasya , hentikan sandiwara konyol kamu itu "
" Terserah!! " Gabriel bangkit , ia meninggalkan Tasya dan iren begitu saja .
" Biel , mama belum selesai bicara " suara iren sedikit melengking meneriaki anaknya membuat gema seisi rumah , namun Gabriel seolah tak mendengar apapun . Ia langsung mengunci pintu kamarnya.
" Tante , Tasya permisi " wanita itu langsung bangkit dari duduknya , ia berjalan keluar dari rumah .
Tasya meninggalkan rumah Gabriel dengan mobilnya . Selama perjalanan , ia terus berpikir apa harus melanjutkan pertunangan nya dengan gabirel . Lelaki itu sudah terang terangan menolak dirinya . Dulu ia kira karena Gabriel belum bisa melupakan masalalunya tapi nyatanya lelaki itu tidak menginginkan dirinya sama sekali .
.
.
Ziva tengah tertidur di atas ranjang , hari ini ia tidak berniat berangkat ke butik . Badannya terasa berat sekali untuk beranjak dari tempatnya. Ia begitu tidak bertenaga , seakan tak bisa sejenak membuka mata , suhu tubuhnya tidak seperti biasa .
" Sayang.. " Cindy membuka pintu kamar , melihat putri tunggalnya terbaring di balik selimut.
" Kamu sakit nak.. " Cindy memeriksa suhu tubuh anaknya.
Ziva hanya mengangguk lemah dengan mata yang terpejam tapi ia masih bisa mendengar suara mamanya , tubuhnya sudah tidak bisa di ajak kerjasama.
" Pa.. " teriak Cindy , ia selalu panik ketika anaknya ini sakit atau terluka bahkan untuk hal hal kecil . Wajar saja bukan , hanya ziva anak yang mereka miliki . Satu satunya pewaris harta mereka , sebenarnya gadis itu tidak perlu bekerja keras pun tak apa .
Orang tuanya memiliki kekayaan yang mungkin tidak habis di gunakan untuk putri tunggalnya ini . Mereka memiliki beberapa hotel dan restoran mewah yang ada di Jakarta. Namun nyatanya , ziva adalah gadis mandiri yang pekerja keras . Ia selalu berpenampilan biasa saja , padahal bisa saja gadis itu bergaya kelas atas .
" Kenapa ma..? " Stevan berjalan masuk melihat anaknya di atas tempat tidur.
" Ziva badannya panas , kita harus bawa ke rumah sakit "
Stevan mengangguk , ia mengangkat tubuh putrinya . Untung saja anaknya ini bertubuh mungil , jika tidak mungkin tulang belakangnya sudah keropos .
.
.
Ziva membuka matanya , ia melihat seorang lelaki tertidur dengan posisi duduk . Kepalanya dibenamkan pada kedua tangan yang di lipat menutupi wajahnya , tepat di sisi kanan ranjangnya . Ia menatap aneh lelaki yang menjaganya .
Tangannya dengan lancar menepuk pundak lelaki itu , ia sempat melihat sekeliling tidak ada orang lain disana .
Lelaki itu mendongak kepalanya , mengusap mata yang sedari tadi terpejam.
" Kok Lo bisa disni , ? " Tanya ziva
" Gue tadi nelpon Lo ,yang akan malah nyokap Lo " ucap Gabriel membenarkan bajunya.
" Sayang , syukurlah kamu udah sadar " Cindy baru saja keluar dari kamar mandi . Ia mendekati Gabriel dan Ziva .
"Kamu kenapa gak bilang mama sih punya pacar seganteng ini " goda Cindy melirik ke arah Gabriel .
Bisa di lihat perempuan paruh baya itu sangat menyukai lelaki ini . Maklum saja , setelah sekian lama ziva selalu menolak lelaki yang ia pilihkan untuk gadis ini . Ia sudah hampir putus asa dengan anaknya yang masih belum bisa memaafkan masalalu dan membuka hati untuk orang baru. Namun kedatangan Gabriel memberikan ia secercah harapan , berharap lelaki ini benar benar menjadi jodoh putri tunggalnya.
Ziva menatap malas kearah Gabriel yang sudah kepedean tingkat atas . sejak tadi ia sudah memicingkan sebelah matanya memberi kode kepada ziva untuk menyombongkan diri karena mendapat pujian.
" Ma , ziva lapar .. " ucapnya tak ingin menjawab pernyataan mamanya barusan .
" Gabriel kamu suapin ziva dulu ya . Tante harus pulang sebentar sama om . Soalnya harus ambil baju ganti ziva . Nanti malam kita balik lagi kesini. Jadi temenin ziva dulu , boleh ? " Cindy berbicara sangat lembut pada Gabriel , lelaki itu hanya mengangguk pelan .
" Ma ... " Ziva berusaha menahan tangan mamanya agar tidak meninggalkan ia berdua dengan Gabriel . Menggeleng gelengkan kepalanya agar mamanya bisa memenuhi keinginannya.
Ia selalu merasa gugup jika bola matanya bertemu dengan lelaki ini , entah mengapa ia tak mempunyai alasan yang jelas .
" Mama sebentar aja kok.. " Cindy mengusap kepala ziva dan menciumnya . Ia langsung berjalan meninggalkan ruang rawat ziva .
" Sini gue suapin " Gabriel mengambil mangkuk bubur .
" Mm gue makan sendiri aja " ucapnya . Pelan pelan , ia bangun mengambil mangkuk dari tangan Gabriel . Ia sedikit kesulitan dengan infus di tangan kanannya.
"tu kan susah , sini biar gue aja . Gak usah ngeyel deh jadi cewek " Gabriel mengambil kembali mangkuk bubur , ia mulai menyuapi ziva . Gadis itu terlihat malu malu untuk membuka mulut . Ia tak berani menatap mata itu lagi .
" Lo tuh kelamaan jomblo ya " hina Gabriel melihat rona merah di pipi gadis itu.
" sok tau! " Ziva menatap malas ke arah Gabriel . Ia mengunyah makanannya .
Gabriel terdiam memandang ziva , ia mengambil tisue mengelap ujung bibir gadis itu yang sedikit belepotan .
" Gausah baper zivaa " ucapnya dalam hati.
Ziva memandangnya gugup , jangan tanyakan bagaimana detak jantung nya bekerja saat ini . Ia seakan tak bisa mendengar apa apa , fokusnya kini tertuju pada lelaki di hadapannya.
" Lo kaya anak kecil banget ya " kekehnya .
" Emang , gue ini gemesin " pede ziva . Gabriel hanya tertawa saja .
" Si Tasya masih mau nerusin pertunangan kalian? Gimana kalau selama 1 bulan ini dia masih ngejar ngejar Lo ? " Tanya ziva
Gabriel terdiam melepaskan sendok dari genggamannya . Kenapa gadis ini jadi menanyakan tentang Tasya padanya.
" Gue akan nikahin dia . Kecuali.. "
" Kecuali apa ? " Tanya ziva
" Kecuali kalau Lo suka sama gue "
" Blushhh"
Ucapan Gabriel membuat gadis ini gugup , degup jantung nya bekerja lebih cepat dari biasanya . Ia menatap arah lain , wajah mungil itu sudah memerah seperti kepiting rebus membuat siapa saja gemas melihatnya .
" Lo kenapa? " Kekeh Gabriel melihat ziva yang malu malu .
" Emm gue gpp " ziva berusaha menyembunyikan rasa malunya , setelah sekian lama ia tidak pernah merasa seperti ini .
" Yaudah makan lagi , biar cepat sembuh " Gabriel menyuapi ziva kembali, gadis itu menerimanya .
Pintu ruang rawat ziva terbuka perlahan , linka Dan rama berjalan menghampiri sisi ranjang . Mereka melihat gabriel yang sedang menyuapi ziva .
Namun sayangnya dua insan itu terlalu larut dalam dunia mereka hingga tidak menyadari bahwa ada orang lain disana.
" Ehemm " dehem linka agar keberadaan mereka di ketahui oleh ziva dan gabriel.
" Ehh kalian.. " ziva menyudahi suapan tersebut , mengambil tisue mengelap bibirnya. Ia sudah malu sekali saat ini . Sahabatnya itu pasti akan menggodanya terus nanti .
" Terusin aja .. " kata linka meletakkan buah di meja samping ranjang ziva.
" Hai , gue linka sahabat ziva dan ini nuca calon suami gue " ucap linka pada Gabriel , lelaki itu tersenyum .
" Gabriel " ucapnya singkat .
" Gue kayanya pernah liat elo deh , dimana ya .. " ucap rama, ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal .
" Dia kan sering muncul di majalah ram , pengusaha sukses. Biasalah " sambar linka
Rama hanya mengangguk pelan, tapi ia rasa dirinya pernah bertemu langsung tapi ia lupa. Lelaki itu berusaha mengabaikan pikirannya yang sudah jauh mencari memori lamanya .
" Gimana keadaan Lo? Gini nih, kalau suka sibuk sendiri sampe sakit gini kan.. bandel sih kalau di bilangin.. " omel linka , ziva menutup kedua kuping nya . Ia sudah tidak habis pikir dengan sahabatnya yang suka sekali berbicara atau lebih tepatnya marah marah.
Gabriel Hanya terkekeh melihat ekspresi ziva ketika di marahi sahabatnya sendiri. Ia begitu menggemaskan dengan segala tingkah nya .
" Kan pake tutup kuping segala " kesal linka
" Udah deh Lin , Lo kesini mau jengukin gue kan? Jadi udah kalem aja , gue setress tiap hari denger Omelan Mulu " ucap ziva , nada bicaranya itu masih lemah . Wajah gadis itu memang terlihat sangat pucat.
" Hehe maaf " ucap linka
" kamu mau pulang silahkan .aku udah ada yang jagain kok." Ziva memandang kearah Gabriel. Entah mengapa ia tiba tiba mengatakan aku kamu pada lelaki ini . Mungkin saja karena tengah beradu peran sebagai ' sepasang kekasih ' .
Gabriel hanya mengangguk , ia beranjak dari duduknya. membungkukkan tubuhnya yang tinggi mendekati ziva .
" Cepat sembuh ya " bisiknya tepat di telinga ziva .
Ia langsung berpamitan dengan mahalini dan nuca , lelaki itu melangkahkan kaki keluar dari ruang rawat ziva .
Sedangkan ziva masih terdiam dengan mata yang melotot , lelaki itu memang suka membuatnya senam jantung .
" Ehemm , sweet bangett sih. Gue setuju Lo sama dia ziv . Walaupun kalian aneh sih , karena gue gak tahu kapan Lo Deket sama dia. Tapi keliatannya , dia cowok baik baik ." Ucap linka
***
Gabriel berjalan memasuki sebuah pemakaman , tangan kirinya membawa sebucket bunga . Ia duduk disana meletakkan bunga yang di bawanya , mengusap nisan itu dengan lembut .
" Aku sudah menemukan dia dan aku tidak akan melepaskannya "