Airin dan Assandi adalah pasangan suami istri yang saling dijodohkan oleh kedua orang tuanya dari kecil. Namun Assandi sangat tidak suka dengan perjodohan ini. Dia merasa ini adalah paksaan untuk hidupnya, bahkan bisa bersikap dingin dan Kasar kepada Airin. Namun Airin tetap sabar dan setia mendampingi Assandi karena dia sudah berjanji kepada orang tuanya untuk menjaga keutuhan rumah tangga mereka. Akankah Airin sanggup bertahan selamanya? Ataukah Assandi akan luluh bersama Airin? Atau malah rumah tangga mereka akan retak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DewiNurma28, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teman Baru
Airin telah menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Sekretaris personalia mengamati pekerjaan hari pertama Airin.
Dia tersenyum senang karena melihat Airin yang begitu giat bekerja di hari pertamanya. Tangannya sesekali memotret kegiatan Airin untuk dikirimkan ke atasannya.
Airin berjalan menuju ruang ganti, dia mengambil barang-barangnya untuk berganti pakaian.
Saat akan memasuki ruang ganti, tiga orang seniornya menghadangnya. Termasuk Noona senior yang ditemui Airin pagi tadi.
"Wah ada yang bahagia ini dapat tips banyak dari tamu." Ucap Noona.
Airin mengeryit bingung, "Ma-maksud Kakak?"
"Duh berlagak bodoh juga nih orang." Sambung Noona.
"Mana, bagi uangnya." Sahut Ralin perempuan berambut pendek sebahu.
"Uang apa ya kak?"
Airin mencoba melindungi diri memeluk tasnya.
"Polos banget sih kamu." Ucap Nara perempuan berambut panjang.
Mereka bertiga menarik paksa tas yang di pegang oleh Airin.
"Awww, kak tolong jangan. Ini uang saya."
"Halah, cepetan dong tarik!!" Teriak Noona.
Srekkk....
Suara robekan dari tas Airin membuat mereka bertiga berhenti menariknya.
Semua barang yang ada di tas Airin jatuh berserakan di lantai.
Airin terisak sedih melihat tas dan semua barangnya berantakan. Dia berjongkok memunguti barang-barang itu dan dimasukkannya kembali ke dalam tas.
Nara melihat uang seratus dolar tergeletak di bawah baju Airin. Dia dengan cepat mengambil uang itu dan menyimpannya.
Airin terkejut dengan tangan Nara yang cepat mengambil uangnya.
Dia berdiri menghadap Nara untuk memohon mengembalikan uang satu-satunya yang dia miliki.
"Kak tolong, jangan ambil uang saya."
Nara tertawa kejam, "Hahaha, enak banget. Aku juga ingin mendapatkan uang ini!!"
"Heh Nara, bagi-bagi dong." Sahut Noona.
"Tenang girls, nanti akan aku bagi." Jawab Nara.
Mereka bertiga pergi meninggalkan Airin yang menangis sendirian di ruang ganti.
Dia duduk lemas di lantai meratapi kejadian ini. Di negara orang sekalipun dia tetap mendapatkan perlakuan yang kurang baik dari orang lain.
Bahkan orang-orang itu adalah rekan kerjanya di hotel. Hati Airin sangat sakit mengingat perlakuan buruk yang dia terima di hari pertama kerja.
Tapi dia harus kuat, karena pekerjaan ini adalah kunci utama dirinya agar bisa bertahan hidup di negeri orang.
Airin bangkit mengemasi semua barangnya dan bersiap untuk berganti pakaian.
Dia memasukkan kembali seragam kerjanya di loker miliknya.
Airin berjalan keluar hotel, dia menatap ketiga seniornya tadi tertawa bahagia menikmati minuman di kedai seberang jalan.
Dia menunduk sedih dan melanjutkan perjalanan menuju penginapannya.
Selama perjalanan dia tidak bersemangat karena pikirannya masih di penuhi oleh Assandi. Dia selalu bertanya pada dirinya sendiri mengenai keadaan suaminya itu.
"Mas Sandi sedang apa ya? Apa dia sudah makan atau belum?" Gumamnya.
Dia mengambil ponselnya melihat banyak panggilan tidak terjawab dari Leo.
Mata Airin membulat, "Waduh, bagaimana ini? Kakek menghubungiku hingga lima puluh kali."
Airin memijat keningnya yang mulai terasa pusing. Dia bingung harus menghubungi kembali kakeknya atau tidak.
Karena dirinya akan gugup jika harus berbicara sekarang. Apalagi dia sudah berbohong kepada kakeknya.
"Maafkan saya kek, untuk sementara saya tidak bisa menghubungi kakek dulu." Gumamnya.
Airin kembali berjalan menuju penginapannya. Matanya mengerjap berulang kali melihat perempuan bertubuh gemuk berdiri di depan pintu masuk penginapannya.
Perempuan itu berbalik menatap kedatangan Airin dengan senyum yang ramah.
"Hai, kamu Airin kan?"
Airin mengangguk pelan, "I-iya, kamu siapa?"
"Perkenalkan, aku Davi."
Perempuan bernama Davi itu mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
Airin membalas uluran tangan itu, "Saya Airin."
"Salam kenal ya."
"Kamu bagaimana bisa mengenal namaku?"
Davi terkekeh pelan, "Hihihi, maafkan aku ya, sebenarnya aku juga bekerja di hotel itu. Aku juga petugas kebersihan."
"Oh ya, kenapa aku tidak pernah bertemu tadi?"
"Iya, aku datang terlambat."
"Oh, begitu."
Davi menatap serius wajah Airin, "Emm, maafkan mereka yang mengambil uangmu ya. Tadi aku melihat kamu dihadang mereka."
Airin menunduk sedih, "Aku sudah memaafkannya kok, meski aku sendiri sedang tidak punya uang sepeserpun."
"Kok bisa?"
"Iya, aku habis kecopetan. Dan semua uangku hilang, bahkan pencuri itu bisa mengambil uangku di Mbanking tabunganku."
Davi menatap Airin sedih, "Aku turut prihatin ya, semoga kamu bisa segera mendapat penggantinya."
Airin mengangguk, "Oh iya, kamu juga bisa tau alamatku darimana?"
Davi tertawa malu, "Hehehe, aku meminta alamatmu dari sekretaris personalia."
"Oh begitu, terima kasih ya kamu sudah mau mengajakku berbincang seperti ini."
"Dengan senang hati aku bisa kamu jadikan teman baik selama di hotel."
"Terima kasih Davi, kamu mau mampir ke tempatku?"
Davi menatap gedung penginapan Airin, "Hmm, sepertinya lain kali saja ya. Aku sangat capek habis kerja seharian."
"Baiklah, aku akan senang hati menunggu."
"Hehehe, kalau begitu aku pamit dulu ya."
"Oke Davi, hati-hati dijalan."
Davi melambaikan tangannya berbalik badan. Dia berlari mengejar taksi yang sudah berhenti di depannya.
Airin tersenyum senang, akhirnya dia bisa memiliki teman di sini. Meski baru pertama kali bertemu. Airin bisa menilai jika Davi adalah orang yang baik dan pengertian.
Bahkan dia tersenyum ramah menyapa Airin terlebih dahulu. Tidak seperti para seniornya di tempat kerja.
Airin berjalan memasuki penginapannya. Dia meletakkan tasnya yang sudah robek akibat ketiga seniornya.
Airin menatap sedih tas satu-satunya yang dia punya. Sekarang dia bingung harus memakai tas apalagi untuk pergi bekerja.
"Ingin beli lagi tapi tidak ada uang, bagaimana ya?"
Airin bangkit berjalan menuju kamar mandi. Dia ingin membersihkan badannya yang sudah penuh keringat.
Setelah itu dia membuat makanan untuk mengganjal perutnya di malam hari.
Untungnya dia sudah menyetok bahan makanan untuk kebutuhannya selama satu bulan. Sehingga tidak terlalu sulit baginya bertahan hidup beberapa hari kedepan.
Airin duduk di sofa depan televisi. Dia menyalakan televisi itu untuk menghibur dirinya yang lelah hari ini.
Cling...
Notifikasi dari media sosialnya berbunyi. Airin mengambil ponselnya.
Dia melihat ada notifikasi mengenai postingan baru Assandi.
Airin tersenyum senang, dia segera membuka akun media sosial Assandi. Hati Airin merasa berdebar melihat postingan foto Assandi yang tersenyum bahagia sedang bermain basket.
Tapi disisi lain Airin juga sedih, karena Assandi dengan mudahnya tidak memikirkannya.
Sekarang saja dia bisa bermain basket dengan senang. Sedangkan dirinya harus bersusah payah mengalihkan pikirannya dari suaminya itu.
"Kamu memang tampan jika sudah beraksi dilapangan mas."
Airin mengusap foto itu, hatinya merasa lega bisa melihat wajah Assandi lagi. Meski hanya lewat foto dari media sosialnya.
Tetapi itu sudah cukup membuat Airin bahagia disaat dirinya merasa lelah dan penat dengan aktivitasnya hari ini.
Cling...
Notifikasi media sosialnya berbunyi kembali. Dia melihat notifikasi itu dari akun media sosial milik Nando.
Laki-laki itu memposting foto bersama perempuan dengan gaya mesra.
"Siapa perempuan ini? Apakah kekasih Mas Nando yang baru?" Gumam Airin yang bertanya-tanya.
Dia mengamati foto itu dengan seksama. Airin senang jika laki-laki yang sudah dia anggap sebagai kakak kandungnya itu sudah menemukan perempuan yang tepat.
"Aku senang Mas Nando bisa mendekati perempuan lain. Semoga kalian bisa bahagia selamanya." Sambung Airin.
Kisah cinta yang cuek tetapi sebenarnya dia sangat perhatian.
Alurnya juga mudah dipahami, semua kata dan kalimat di cerita ini ringan untuk dibaca.
Keren pokoknya.
The Best 👍