Reyn Salqa Ranendra sudah mengagumi Regara Bumintara sedari duduk di bangku SMA. Lelah menyimpan perasaannya sendiri, dia mulai memberanikan diri untuk mendekati Regara. Bahkan sampai mengejar Regara dengan begitu ugal-ugalan. Namun, Regara tetap bersikap datar dan dingin kepada Reyn.
Sudah berada di fase lelah, akhirnya Reyn menyerah dan pergi tanpa meninggalkan jejak. Pada saat itulah Regara mulai merindukan kehadiran perempuan ceria yang tak bosan mengatakan cinta kepadanya.
Apakah Regara mulai jatuh cinta kepada Reyn? Dan akankah dia yang akan berbalik mengejar cinta Reyn?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Cinta Pandangan Pertama
Langit tersenyum perih ketika melihat ke arah tangannya yang masih terulur. Sedangkan perempuan yang dia jemput sudah pulang dengan lelaki lain. Dia juga melihat dengan jelas betapa eratnya lelaki itu menggenggam tangan Reyn.
"Kenapa kamu selalu nyakitin aku, Reyn?" erangnya.
Mobil yang dibawa Langit sudah melaju dengan kecepatan tinggi. Dirinya tengah dikuasai marah karena penolakan Reyn yang sudah kesekian puluh kalinya.
Dia sudah sangat kacau. Kecewa dan sakitnya sudah sangat dalam karena Reyn lebih memilih lelaki lain dibandingkan dengan dirinya. Dia susah jungkir balik berusaha mendekati Reyn, tapi hasilnya selalu saja nihil.
"Kurangnya aku apa, Reyn?"
.
Langit Anggara, lelaki berusia tiga puluh tahun yang berprofesi sebagai dokter spesialis jantung di salah satu rumah sakit Singapura. Dia adalah anak orang berada di mana keluarga besarnya adalah orang-orang yang memiliki pekerjaan sangat bagus, termasuk dirinya.
Tiga tahun lalu, Langit mendapat pasien seorang perempuan cantik yang wajahnya begitu mungil bagai boneka. Dia terpana pada pandangan pertama. Apalagi, tutur kata pasiennya itu begitu lembut.
"Reyn Salqa Ranendra," ucapnya.
Reyn pun mengangguk. Langit tersenyum melihat wajah gugup Reyn.
"Santai saja. Jangan tegang. Hanya pemeriksaan biasa."
Ya, dia dokter baru untuk Reyn. Jadi, tidak terlalu tahu apa yang terjadi dengan Reyn. Dokter muda itu kini terdiam ketika melihat sendiri kenyataan yang ada di dalam tubuh Reyn.
"Kenapa Dokter diam?"
"Saya hanya tidak menyangka."
Reyn pun tertawa dan itu membuat Langit menukikkan kedua alisnya. Tawa Reyn begitu lepas dan dia terlihat amat cantik.
"Apalagi saya. Masih untung gak mati di tempat juga."
Begitu miris mendengar jawaban dari Reyn. Ada siluet kesedihan yang terpancar dari sorot matanya. Langit menatap dalam wajah Reyn.
"Are you okay?"
Begitu sakit jika dia mendengar pertanyaan seperti itu. Reyn kini terdiam. Bibirnya ingin berdusta, tapi hatinya tak bisa. Hanya air mata yang menetes begitu saja.
"Kamu gak sendirian kok. Banyak pasien lain yang seperti kamu. Tetap semangat, ya. Jangan pernah menyerah."
Dari situlah timbul benih cinta di hati Langit. Apalagi setiap kali kontrol rutin Reyn terlihat sangat cantik. Hanya saja Reyn bukan perempuan yang mudah ditembus. Dia harus lebih bersabar karena sudah empat kali pertemuan, nomor ponsel pun tak Reyn berikan.
"Saya boleh minta nomor kamu? Takutnya kamu lupa kontrol, saya bisa ngingetin."
"Saya tidak akan pernah lupa, Dok. Jadwal saya ke rumah sakit ini sudah masuk ke dalam pengingat ponsel saya."
Melihat respon Reyn yang tak berubah, membuat dirinya semakin tertantang. Sungguh Reyn adalah perempuan langka. Dia tak tinggal diam, mulai mencari tahu tentang Reyn. Meminta bantuan para pekerja rumah sakit yang lain dan alhasil nomor Reyn dia dapatkan.
Langit mencoba menghubungi Reyn, tapi panggilannya tak pernah dijawab. Pesan yang dia kirimkan pun tak dibalas. Rasa penasaran pun semakin menjadi. Dia semakin tertantang.
Di satu pesta, Langit yang datang dengan keluarga dikejutkan dengan adanya Reyn. Dia mendekati Ryen dan menyapanya.
"Dokter Langit?"
"Panggil aja nama. Ini di luar jam praktek saya."
Baru saja berbincang, deheman seseorang membuat Langit menoleh. Tatapan penuh kegarangan terpancar.
"Ini--"
"Gua abangnya."
Suara yang begitu berat terdengar. Langit tersenyum dan mengulurkan tangan pada Abang Er.
"Saya Langit. Dokter yang sudah tiga bulan ini memeriksa Reyn."
Abang Er menatap ke arah sang adik. Anggukan kepala membenarkan perkataannya. Namun, Abang Er tak lantas menerima uluran tangan Langit.
Di pesta itu baik keluarga Reyn dan Langit saling mengenal satu sama lain. Langit mencoba mengakrabkan diri, dan perlahan Reyn pun membuka jalan kedekatan. Tapi, tetap dengan sikapnya yang berjarak.
Kedekatan mereka berdua sudah diartikan beda oleh keluarga Langit. Mereka menyuruh Langit untuk tak menyia-nyiakan kesempatan emas. Apalagi Reyn dari kalangan sangat berada. Pemilik aset dari tiga perusahaan besar. Wiguna Grup, AdT. Corp dan Zenth company yang berada di Zurich.
Bukan hanya keluarga yang mendukungnya. Rekan kerjanya di rumah sakit tempat dia bertugas menyuruh hal yang sama. Mereka terlalu dekat jika hanya untuk sekedar jadi sahabat.
Pada suatu malam, Langit mengajak Reyn untuk makan malam di sebuah hotel mewah. Awalnya dia menolak, tapi Langit terus memaksa. Pada akhirnya Reyn mengiyakan karena terpaksa.
Reyn tak pernah menaruh curiga apapun. Dia akui hotelnya sangat mewah dan suasana begitu romantis. Lampu yang tiba-tiba padam membuat Reyn sedikit ketakutan. Tak lama berselang, Langit sudah bersimpuh di depannya dengan menunjukkan cincin bermata indah.
"Maukah kamu jadi pendamping hidupku?"
Reyn begitu syok. Dia mulai melihat ke arah sekeliling yang ternyata sudah ada keluarga Langit dan keluarganya. Wajah keluarga Langit berseri, beda dengan keluarga Reyn.
"Reyn, aku sungguh serius dengan permintaan aku ini."
Reyn mengambil cincin yang ada di tangan Langit. Semua orang tersenyum, tapi sedetik kemudian mereka terdiam karena Reyn menutup kotak cincin itu dan memberikannya kembali kepada Langit.
"Maaf, aku tidak bisa, Kak Langit. Aku gak mau membuat orang yang mencintai aku sedih nantinya karena aku gak bisa mendampinginya dalam waktu yang lama."
Langit pun tercengang begitu juga dengan keluarga Reyn yang sudah saling pandang dengan sorot mata penuh kesedihan.
"Carilah perempuan yang lebih baik dari aku, Kak. Karena aku tak pantas dicintai terlalu dalam karena nantinya hanya akan meninggalkan kesedihan yang mendalam."
Penolakan itulah yang membuat keluarga Langit murka. Mereka meras dipermalukan. Bahkan kemurkaan itu membuat mereka tega membagikan kekesalan mereka di sosial media dengan menyebut akun sosial media Reyn. Alhasil, banyak hujatan yang Reyn terima hingga dia memutuskan untuk menghapus akun tersebut karena sudah mengganggu mentalnya.
Papi dan abangnya sudah sangat marah. Mereka ingin memberi pelajaran kepada keluarga Langit, tapi Reyn melarang.
"Jangan sakiti siapapun, Pi, Bang. Reyn gak apa-apa diginiin. Reyn ikhlas."
Reyn meraih tangan Abang Er dan juga papi Restu. Menggenggam tangan mereka berusaha dengan begitu erat.
"Jangan pernah mengotori tangan kalian untuk membela Reyn. Kalian adalah malaikat tak bersayap, bukan manusia berhati iblis."
Semenjak kejadian itu Reyn mulai merasa tak nyaman dengan Langit. Keluarga pun memutuskan untuk ke rumah sakit lain dan mencari dokter tebaikn lainnya untuk Reyn. Mereka tak membenci Langit, tapi mereka menyayangkan sikap keluarga Langit.
Meskipun keluarga sudah tak menyetujui, Langit terus mengejar Reyn dengan ngebut maksimal. Dia juga mulai mendekati Abang dan adiknya Reyn yang jika sudah bicara sangat menusuk hatinya.
Semakin Langit mengejar, Reyn merasa semakin tak nyaman. Namun, semesta sangat kejam karena selalu mempertemukan mereka kembali. Bagi Langit ini adalah takdir indah, tidak bagi Reyn.
Diamnya sang Abang juga sang papi atas permintaan Reyn. Namun, mata mereka sangat amat tajam mengawasi. Sekali lagi Langit maupun keluarganya menyenggol Reyn, dua pria kejam itu tak akan segan memasukkan mereka ke dalam liang lahat. Sakit hati kedua pria itu tak akan pernah bisa diobati, kecuali dengan melihat mereka mati.
...*** BERSAMBUNG ***...
Beri komen ya, biar gak kaya kuburan China.😪
.
.