Sejak lahir, Jevan selalu di kelilingi oleh para perempuan. Ia tak pernah tahu dunia lain selain dunia yang di kenalkan oleh ibunya yang bekerja sebagai penari pertunjukan di sebuah kota yang terkenal dengan perjudian dan mendapat julukan The sin city.
Jevan terlihat sangat tampan sampai tak ada satupun perempuan yang mampu menolaknya, kecuali seorang gadis cuek yang berprofesi sebagai polisi. Jevan bertemu dengannya karena ia mengalami suatu hal yang tak lazim di hidupnya.
Peristiwa apakah yang telah di alami oleh Jevan? Ikuti ceritanya yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sitting Down Here, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18 Louisa dan dr. Chris
Ketika akhirnya tiba di rumah sakit, Jevan langsung membawa Louisa ke UGD dan Louisa langsung di periksa oleh dokter. Seorang suster kemudian mendatangi Jevan.
"Maaf, kalau boleh tau apa hubungan anda dengan pasien?"
"Saya kakaknya" Ucap Jevan.
"Kalau begitu anda perlu mengisi formulir ini untuk data pasien"
"Baiklah"
Si pengemudi mobil yang telah mengantarkan Jevan dan Louisa ke rumah sakit masih terus menemani sampai Louisa selesai di periksa. Ia memperkenalkan dirinya sebagai Dave Richard sambil memberikan kartu namanya kepada Jevan. Setelah Jevan selesai mengisi formulir, dokter juga telah selesai memeriksa Louisa dan menghampiri Jevan.
"Keadaan pasien sekarang sedang pingsan dan memerlukan istirahat sambil kami pantau keadaannya. Ada beberapa luka memar di tubuhnya akibat benturan yang cukup keras, tetapi yang paling berat adalah luka di kepalanya"
"Apakah luka di kepalanya serius, dok?"
"Tadi memang mengeluarkan banyak darah, tapi sudah bisa di atasi. Suster sedang memasang perban di kepalanya. Untungnya tidak sampai kena ke otaknya, jadi bisa saya bilang kalau pasien termasuk beruntung. Sementara ini biarkan ia beristirahat dulu sampai ia siuman kita baru bisa lihat lagi perkembangannya"
"Baik, dok. Terima kasih"
"Iya, sama-sama"
Dave kemudian ke bagian administrasi dan juga kasir dengan ditemani oleh Jevan untuk membayar biaya rumah sakit.
"Terima kasih karena telah bertanggung jawab terhadap Louisa"
"Tak masalah. Urusan administrasi sudah selesai, Saya pulang dulu ya. Jika ada apa-apa, hubungi saya. Nomer telepon saya ada di kartu nama saya"
"Baiklah"
Jevan dan Dave kemudian saling berjabat tangan sebelum Dave pergi dari rumah sakit. Setelah itu Jevan kembali ke ruangan dimana Louisa di rawat.
***
Ketika Louisa siuman dan melihat Jevan, ia kembali menangis.
"Maafkan aku, Jevan. Aku begitu malu padamu atas perbuatan mamaku sampai aku tak berani untuk menunjukkan wajahku di hadapanmu. Sekarang kamu malah menolong aku dari kecelakaan"
"Ssh... Lou, sudahlah... Yang penting sekarang kamu selamat tanpa ada luka-luka yang serius di tubuhmu"
"Bagaimana kamu bisa menyayangi aku selama ini padahal kamu menyimpan trauma yang mendalam terhadap mamaku?"
"Sudahlah Lou, aku sudah mendapatkan keadilan. Tapi karena ibumu sekarang di penjara, kamu jadi tinggal sendirian. Aku akan menjaga dan mengawasimu, Lou"
"Aku bisa jaga diriku sendiri, Jev"
"Aku tetap akan menjagamu, Lou"
"Baiklah, jika kau memaksa"
"Anyway, aku harus beritahu suster jaga dulu kalau kau sudah siuman"
"Baiklah"
Tetapi ketika dokter jaga masuk untuk memeriksa Louisa, keduanya terkejut dan saling menunjuk.
"Kau!"
Louisa dan dokter jaga tersebut mengatakan kata yang sama secara berbarengan.
"Kalian sudah saling mengenal?"
"Eh, Jevan... Bisakah kau meninggalkan kami berdua sendirian untuk bicara?"
"Baiklah, Lou. Kalau begitu aku tunggu di luar"
"Thanks, Jev"
Setelah memastikan Jevan sudah keluar, Louisa dan dokter jaga tersebut mulai bicara.
"Jadi, namamu Louisa Gardenia ya?"
"Iya. Nama yang cukup norak kan?"
Ibu Louisa memang memberi Louisa nama secara asal karena seperti Simone dan Pixie, Chelsea juga tidak tahu siapa nama ayah kandung Louisa.
"Saya Chris"
"Iya, saya bisa liat dari name tag anda"
"Louisa, soal waktu itu... "
"Saya tak mau bahas. Anggap saja itu tak pernah terjadi, oke? Kita sama-sama sudah dewasa dan pernah berbuat salah. Saya harap itu tidak terjadi lagi. Jadi lebih baik kita lupakan saja"
"Tapi... Apakah kamu baik-bain saja setelah kejadian itu?"
"Saya baik-baik saja kok, jadi tolong jangan tanya-tanya lagi"
"Baiklah, kalau begitu sekarang saya izin untuk periksa anda dulu."
"Iya, dok"
***
Setelah dr. Chris selesai memeriksa Louisa dan menyatakan kondisi Louisa semakin baik, Jevan jadi merasa lega mendengarnya. Tetapi ia juga merasa penasaran bagaimana Louisa dan dr. Chris bisa saling mengenal.
"Jadi, bagaimana kamu bisa mengenal dokter yang tadi? Namanya siapa ya aku belum sempat lihat name tag-nya tadi"
"Namanya Chris. Hanya kebetulan pernah ketemu saja, dia pernah menolongku"
"Kapan?"
"Waktu aku pertama kali tahu tentang kamu dan ibuku, Jev"
"Oh... Dimana?"
"Di bar"
"Kalian ketemu waktu lagi minum ya di bar?"
"Iya"
"Kamu tidur sama dia ya, Lou?"
"Jev, sudahlah... "
"Kamu ga mau jawab pertanyaan aku berarti itu benar kan?"
"Jev, maafkan aku... "
Louisa menutup wajahnya dengan kedua tangannya sambil menangis karena merasa malu terhadap Jevan.
"Tak usah minta maaf, apalagi merasa bersalah. Aku yang salah karena tak bisa menjagamu dengan baik"
"Tapi walau bagaimanapun aku bersyukur karena kamu yang pertama"
"Gitu ya? Memangnya dia ga sehebat aku?"
"Sorry Jev, aku tak bisa jawab itu karena aku tak mau melukainya ataupun kamu"
"Yeah, baiklah. Tak usah di jawab kalau begitu"
"Kamu ga marah sama aku, Jev?'
"Ga, aku ga marah. Kenapa aku harus marah? Kamu sekarang sudah besar, Lou. Sudah bisa menentukan mana yang baik untukmu dan mana yang tidak baik"
"Iya, Jev"
"Pesanku untukmu Lou, yang penting kamu harus tetap sekolah. Minimal sampai lulus SMU"
"Buat apa aku sekolah kalau akhirnya aku hanya menjadi wanita panggilan?"
"Memangnya kamu ingin seperti ini terus, Lou?"
"Memangnya ada harapan untuk berhenti dari pekerjaan kita, Jev?"
"Bisa aja. Sekarang kan Nino lagi di tahan sama polisi. Mungkin dia ga akan lama di penjara, tapi kita harus bisa memanfaatkan ketidakhadiran Nino dengan melakukan kegiatan positif yang bahkan tak pernah terfikir sebelumnya"
"Iya, kedengarannya menarik"
***
Keesokan harinya, Louisa sudah di bolehkan untuk pulang karena luka-lukanya berangsur sembuh. Jevan selalu ada di samping Louisa untuk membantunya.
"Terima kasih Jev, untuk semuanya. Tanpa ada kamu aku pasti akan merasa bingung. Tapi kamu benar-benar mengurus semuanya untukku"
"Sudahlah, tak usah di bahas. Sudah seharusnya kita saling menjaga, Lou. Apalagi saat ini kamu sedang sendirian. Kamu kelihatan masih lelah. Ayo ke tempat tidur. Aku temani sampai kamu bisa tidur dengan nyaman"
"Baiklah, aku memang capek sih. Kamu tau aja"
"Tau dong, aku kan udah kenal kamu dari kamu lahir"
Louisa tersenyum. Kemudian Jevan membimbingnya ke tempat tidur.
***'
Jevan dan Louisa merasa heran dengan keadaan kamar Louisa.
"Kenapa berantakan sekali, Lou?"
"Entahlah, Jev. Seingat aku, sebelum aku keluar rumah untuk datang ke persidangan kamu, aku udah beresin semuanya deh"
Louisa mencoba untuk duduk di tepi tempat tidurnya, tetapi ia melonjak karena terkejut ketika merasakan ada sesuatu di balik selimut yang ada di tempat tidurnya. L;$ouisa kemudian menyibak selimutnya dan mendapati ada seseorang di balik selimut.
"Jenny?!"
Louisa dan Jevan menyebut nama Jenny secara bersamaan saking terkejutnya mereka melihat Jenny yang tiba-tiba ada di rumah Louisa. Jenny yang tadinya sedang tidur menjadi bangun ketika mendengar suara Louisa dan Jevan yang terdengar cukup keras di telinganya.
"Nanti aja ya ngobrolnya, aku masih ngantuk nih!"
Louisa dan Jevan melongo melihat kelakuan Jenny yang cuek seolah-olah dia sudah lama tinggal di rumah itu bersama Louisa.