Demi menyekolahkan dang adik ke jenjang yang lebih tinggi, Cahaya rela merantau ke kota menjadi pembantu sekaligus pengasuh untuk seorang anak kecil yang memiliki luka batin. Untuk menaklukkan anak kecil yang keras kepala sekaligus nakal, Cahaya harus ekstra sabar dan memutar otak untuk mendapatkan hatinya.
Namun, siapa sangka. Sang majikan menaruh hati padanya, akan tetapi tidak mudah bagi mereka berdua bila ingin bersatu, ada tembok penghalang yang tinggi dan juga jalanan terjal serta berliku yang harus mereka lewati.
akankah majikannya berhasil mewujudkan cintanya dan membangunnya? ataukah pupus karena begitu besar rintangannya? simak yuk, guys ceritanya... !
Happy reading 🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia datang
Dua bulan berlalu.
Hubungan Sagara dan Bima terjalin dengan baik, meskipun sekarang Sagara sibuk dengan pekerjaannya, ia selalu menyempatkan mengobrol dengan Bima dan selalu di ingatkan oleh Cahaya.
Nama baik ayah Javen tercoreng akibat ulah anak istrinya, ia di turunkan dari jabatannya. Sementara Ibu Aiden mendapatkan bullyan dari masyarakat ramai karena Sagara mengunggah perbuatannya ke media sosial, kepala sekolah di ganti dan Ibu Naren mendapatkan amukan dari suaminya sebab kerjasama dengan Sagara bisa sangat menguntungkan, tetapi keangkuhan istrinya membuat semua rencananya hancur lebur.
*
Cahaya dan Bima bersiap untuk pergi ke sekolah baru, Sekolah yang di pilih Sagara setelah ia memikirkannya dengan matang. Sagara meminta maaf pada Bima karena tak bisa mengantarnya, banyak yang harus Sagara urus di kantornya, Bima pun tidak mempermasalahkannya.
Saat hendak keluar, terlihat seorang wanita tinggi dan juga bersih berjalan kearah pintu utama. Pakaiannya sangat minim, riasannya tebal dan juga glamour.
"BIMAAA....! YOUR AUNTY COMEBACK..." Teriak wanita itu pada Bima. Tangannya melambai ke atas, menyapa keponakannya.
Bima menatap lurus kearah depan, dia terlihat tidak senang melihat kedatangan perempuan yang tak lain adalah Rachel, adik dari mendiang Relia selaku ibu kandung Bima.
"Mbak, ayo kita berangkat..!" Bima menarik ujung baju Cahaya untuk menghindari Rachel, entah apa sebab Bima berlaku demikian, pastinya Cahaya hanya mampu mengikuti kemauan bos kecilnya.
"Loh! Bima kamu mau kemana? Apa begini caramu menyambut Aunty? Tidak sopan sekali." Protes Rachel.
"Apa itu penting? Ku rasa tidak!" Jawab Bima cuek.
Rachel berdecak sebal, ia harus terlihat menjadi malaikat di hadapan calon anak sambungnya. Sesuai yang di katakan oleh Akbar dan Mahya, bahwasannya Rachel akan menikah dengan Sagara dalam jarak satu bulan ini.
Rachel menurunkan kacamata hitamnya, dia menatap Cahaya dari ujung rambut sampai ujung kaki.
"Kau pembantu baru disini?" Tanya Rachel.
"Iya, Nona." Jawab Cahaya.
"Bawakan tasku ke dalam, awas! Jangan sampai lecet." Rachel menyerahkan tasnya pada Cahaya, tetapi Bima langsung mengambil alih dan membuang tasnya ke bawah.
Rachel membulatkan mulutnya, matanya melotot sempurna.
"AAHHHHH.. TAS KESAYANGANKU...!" Teriak Rachel langsung memungut tasnya dan membersihkannya menggunakan tangan, takut kotor ataupun lecet.
"YAAKKK...! DASAR ANAK BANDEL." Bentak Rachel berkacak pinggang sambil memelototi Bima.
"Punya tangan kan? Bibi tidak cacat," Ucap Bima.
Cahaya tak bisa berkata apa-apa, hatinya ingin menegur Bima yang berlaku tak sopan pada wanita yang di panggilnya Bibi. Akan tetapi, melihat raut wajah Bima membuat Cahaya berpikir bahwa ada sesuatu yang membuat Bima berlaku demikian, seperti ada amarah yang di pendamnya.
Bima berlari menuju paka Maryono, di langsung masuk di susul oleh Cahaya. Rachel yang tak terima atas perlakuan Bima hendak mengejarnya dan memberikan pelajaran, akan tetapi mobil yang di tumpangi Bima langsung pergi begitu saja.
*
*
Di dalam mobil.
Bima terlihat diam saja, dia memejamkan matanya yang sudah mulai panas. Helaan nafas terdengar bergetar dari mulut Bima, Cahaya merangkul tubuh Bima dan mengusapnya dengan lembut.
"Mbak, aku benci dia." Lirih Bima.
"Alasannya kenapa? Den Bima gak boleh bersikap tidak sopan pada orang yang lebih tua, tapi mbak juga gak tahu kenapa Den Bima bisa bersikap seperti itu tadi. Kalau Den Bima berkenan, Den Bima bisa cerita sama Mbak." Tanya Cahaya.
"Nanti malam Mbak akan tahu jawabannya." Jawab Bima
Cahaya pun menganggukkan kepalanya, dia tak bisa memaksa Bima untuk bercerita sekarang sebelum hatinya benar-benar siap.
Sesampainya di sekolah, ada anak kecil yang terlihat sumringah melihat kehadiran Bima. Dia berlari secepat kilat demi menghampiri teman barunya, anak kecil itu adalah Bumi- anak pengusaha nomor satu di negaranya. Bumi datang bersama Kejora, teman pertama bagi Bima.
"Hai, Bumi." Sapa Bima.
"Hai juga, Bima. Kok kayak lesu gitu sih? Sarapannya kangkung ya, jadinya ngantuk." Balas Bumi sambil menyelidik wajah Bima.
Bima hanya menanggapinya dengan senyum, Bumi adalah teman satu-satunya yang langsung akrab dengan Bima, selain namanya yang hampir sama, mereka merasa cocok.
"Selamat pagi," Sapa Kejora.
"Selamat pagi juga, Nyonya." Balas Cahaya tersenyum.
"Aisshhh, jangan panggil aku nyonya. Umurku tidak setua itu untuk di panggil nyonya, panggil saja aku Mbak atau kakak juga boleh, asal jangan di panggil ibu atau tante soalnya aku menolak tua." Ucap Kejora.
"Oh, baiklah nyo-- ehh maksudku, Mbak." Cahaya langsung meralat ucapannya.
Bel masuk sudah berbunyi, Bumi menggandeng tangan Bima untuk masuk ke dalam kelas. Bumi yang merupakan orang yang ceriwis terus mengajak Bima mengobrol, ya walaupun ucapannya random seperti ayahnya.
Cahaya menunggu diluar bersama Kejora, bisa saja Bima ia tinggal dan kembali menjemputnya begitu pulang sekolah. Akan tetapi, Cahaya takut kejadian serupa terulang kembali, apalagi Bima masih dalam proses beradaptasi.
Dorongan hati Cahaya menuntun langkahnya untuk berdiri di balik jendela, Cahaya mengintip aktifitas Bima di dalam kelasnya. Bima terlihat tidaka fokus dengan belajarnya, Bumi juga terlihat menegur Bima saat Mrs. Chelia memanggil Bima maju ke depan.
Kejora ikut mengintip juga, dia memperhatikan apa yang Cahaya perhatikan juga, tentunya ia penasaran kenapa Bima banyak melamun seperti yang banyak pikiran.
"Enaknya aku manggil kamu apa ya? kayaknya kamu lebih muda dari aku deh." Tanya Kejora pada Cahaya yang sudah mengubah posisinya.
"Panggil saya senyamannya, Mbak." Jawab Cahaya.
Kejora mengajak Cahaya pergi menuju taman sekolah, disana mereka bisa bersantai sambil menunggu anak-anak belajar.
"Panggil Yaya aja ya," Ucap Kejora.
Cahaya menganggukkan kepalanya.
"Maaf kalau kesannya kepo, tadi aku lihat Bima banyak melamun di kelas, apa ada masalah di rumah?" Tanya Kejora.
"Ada, tapi saya juga tidak tahu jelas masalahnya seperti apa. Yang jelas saat ini Den Bima belum mau terbuka dengan isi hati dan kepalanya, kalau pun Den Bima cerita, bukan ranah saya untuk memberitahukannya kepada orang lain. Jadi, maaf saya tidak bisa memberitahukan apa yang terjadi pada Den Bima." Jawab Cahaya.
"Disini aku hanya menebak saja, aku melihat ada luka di mata Bima. Dulu, aku juga pejuang untuk sembuh secara mental dan pernah hampir mengakhiri hidup karena sudah tak sanggup. Sedari kecil mendapatkan tekanan batin yang luar biasa, luka itu terbawa ketika sudah dewasa, lalu Tuhan memberikan keadilan padaku dengan mempertemukan aku dengan orang-orang begitu amat menyayangiku dan tak ingin kehilangan diriku, mendapat support dari orang itu sebuah anugerah yang sangat luar biasa. Bila memang Bima memiliki luka batin, tolong jangan biarkan dia sendirian dalam keadaan apapun, kamu memang sebagai pengasuhnya tetapi kamu juga bisa menjadi rumah untuknya." Ucap Kejora memandang lurus ke arah depan.
*
*
Mungkin sebagian banyak diantara kalian ada yang udah baca karyaku yang lain, di dalam karyaku sebagian banyak membahas tentang penyakit mental pada anak.
Disini aku hanya ingin sharing dengan pengalaman yang sudah di lewati oleh beberapa anak atas hidup yang sudah mereka lalui dan aku cantumkan ke dalam karyaku, aku juga mengalami bahkan beberapa kali konsultasi dengan Dokter mengenai mentalku. Bagi hidup sebagian orang, dunia itu mengerikan.
Aku ingin kalian menjaga mental dengan baik, luka batin itu tidak bisa sembuh begitu saja, ada tahapnya dan prosesnya lama, hal itu pun tak menjamin kita akan lupa.
Ingat! Waras itu mahal harganya. Datang ke psikolog atau ke psikiater butuh uang banyak, satu kali konsul juga butuh beberapa ratus ribu.
waaaaaaaah kira2 gimana y reaksi Mak lampir th lakinya udah buntingin calon mantu idaman???🤔🤔🤔🤪