Dewi Amalina telah menunggu lamaran kekasihnya hampir selama 4 tahun, namun saat keluarga Arman, sang kekasih, datang melamar, calon mertuanya malah memilih adik kandungnya, Dita Amalia, untuk dijadikan menantu.
Dita, ternyata diam-diam telah lama menyukai calon kakak iparnya, sehingga dengan senang hati menerima pinangan tanpa memperdulikan perasaan Dewi, kakak yang telah bekerja keras mengusahakan kehidupan yang layak untuknya.
Seorang pemuda yang telah dianggap saudara oleh kedua kakak beradik itu, merasa prihatin akan nasib Dewi, berniat untuk menikahi Kakak yang telah dikhianati oleh kekasih serta adiknya itu.
Apakah Dewi akan menerima Maulana, atau yang akrab dipanggil Alan menjadi suaminya?
***
Kisah hanyalah khayalan othor semata tidak ada kena mengena dengan kisah nyata. Selamat mengikuti,..like dan rate ⭐⭐⭐⭐⭐, yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sadar T'mora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Kamu menikahlah denganku
Maulana atau yang akrab disapa Alan naik ke lantai 2 setelah tersenyum basa basi pada tamu-tamu yang tidak terlalu akrab dengannya itu.
Bukannya mereka tidak saling mengenal, tapi dimata keluarga Arman, Alan adalah pria parlente pengangguran yang sebulan sekali akan menumpang mandi, numpang makan serta numpang menginap di kediaman Thamrin.
Anehnya menurut Arman, Dewi dan Dita selalu menyambutnya dengan gembira padahal tidak ada hubungan darah. Apa bagusnya si Alam itu? Untungnya kedua kakak beradik itu lebih menyukaiku, pikir Arman bangga pada dirinya sendiri.
Arman dan Alan sering bertemu saat mereka bertamu setiap ada urusan dengan Dewi ataupun Dita. Dan Arman paling tidak suka gaya Alan yang berantakan apalagi mengacuhkan dirinya serta memandangnya sepele.
Arman yakin Alan tau kedekatan Dewi dengannya. Arman semakin tidak menganggap Alan, apalagi dirinya yang berhasil mendapatkan Dewi. Arman menganggap Alan cemburu padanya karena tak mampu memiliki Dewi. Makanya dia juga membalas sikap Alan yang menurutnya sombong itu.
Tapi sekarang, apakah Alan masih menginginkan Dewi setelah putus dengannya. Bodo amat, pikir Arman. Yang penting harta paling berharga Dewi telah diambil olehnya, si Alan sampah itu hanya akan mendapatkan sampah. Sepadan lah, sampah harus dikumpulkan bersama sampah hahaha, sinis dalam hati Arman menatap punggung Alan yang naik ke lantai dua.
.
Di depan pintu kamar yang sudah dikenalnya, Alan mengetuk.
Tok tok tok.
"Dewi," panggilnya.
Hanya satu kali ketukan daun pintu berbahan kayu jati itu langsung terbuka. Terlihat Dewi dengan wajah ditekuk serta rambut yang acak-acakan. "Ada apa denganmu?" tanya Alan. "Apa begini tampang wanita yang akan menikah? Cemberut dengan mata bengkak!"
"Aku tidak jadi menikah," jawab Dewi, ia berbalik melangkah masuk ke dalam kamar.
Alan mengikutinya dan membiarkan pintu terbuka lebar agar tidak menimbulkan fitnah, "Kenapa?" tanya pria terpaut usia 10 tahun dengan Dewi itu. Dewi 26 tahun, Alan 36 tahun.
[Sekilas info : usia Arman 27 tahun, dulu sempat jadi teman sekolah Dewi sebelum mereka putuskan berkencan. Sementara Dita 20 tahun.
Saat orang tua mereka kecelakan 7 tahun yang lalu, saat itu Dita masih sangat muda yaitu 13 tahun, jadi Arman yang sering berkunjung lebih akrab dengannya daripada Alan yang hanya sebulan sekali.
Meski sebulan sekali, Dewi dan Dita tetap akrab dengan Alan. Pria macho itu adalah mantan bodyguard yang dipekerjakan Tuan Thamrin untuk kedua putrinya diam-diam tanpa diketahui oleh orang-orang selain keluarga inti mereka, khususnya Dewi dan Dita]
"Dita hamil anak Arman," jelas Dewi mengejutkan Alan.
Hah, mulut Alan terbuka lebar. "Kok dia bodoh," katanya.
Kenapa gak boleh bodoh kalau kakaknya juga bodoh, pikir Dewi. Perempuan itu telungkup di kasur, wajahnya menghadap bantal.
"Dan kamu percaya?" tanya Alan.
Percaya, lah! Aku juga kalau gak ada masalah kesuburan udah anak tiga dari Arman, pikir Dewi teringat adegan panasnya dengan Arman. Dewi akui kepiawaian Arman adu mekanik sangat lihai, bagaimana Dita juga nggak ketagihan.
"Hei, kamu percaya?" tanya Alan lagi atas diamnya Dewi.
"Pokoknya! Orang tua si Arman datang hari ini untuk melamar Dita, bukan saya. Kalau saya menghalangi mereka lebih baik tidak usah ada pernikahan. Begitu kata orang tuanya, lho."
"Itu mereka masih di bawah tanya saja kalau tidak percaya. Dan si Dita juga yang mau banget kayaknya sama si Arman," terang Dewi masih telungkup sehingga suaranya agak samar-samar.
"Saya sudah pikirkan untuk merestui mereka. Bagaimanapun, Dita lebih harmonis bersama Arman dari pada saya yang tidak disukai orang tuanya," sambung Dewi. Kehadiran Alan menegarkan hatinya agar tidak terus menangisi pengkhianat. Air matanya tidak pantas untuk mereka.
"Lalu bagaimana dengan kamu?" tanya Alan.
"Aku akan mengundurkan diri dari perusahaan. Dengan tabungan yang ada, aku rencana keliling dunia setelah acara lounching restoran baru," jawab Dewi. Itu baru dipikirkannya barusan sebagai upaya balas dendam, biar mereka tau rasa bagaimana susahnya mengurus perusahaan. Bangkrut bangkrut sana gak perduli aku, sinisnya.
"Bagaimana dengan perusahaan? Bisa gulung tikar kalau kamu tinggalkan," tanya Alan sesuai dengan pikiran Dewi.
"Biarkan itu menjadi urusan mereka. Lagipula itu bukan passion saya. Kalau bukan karena tanggung jawab sebagai anak sulung yang harus mengurus adiknya, mana mau saya kerja rodi malam ketemu malam 24 jam nonstop!"
"Sekarang sudah ada yang bertanggung jawab untuk si Dita, lebih enak aku bebas mengurus diriku sendiri."
Alan yang berdiri di samping tempat tidur menghenyakkan pantatnya di sisi kasur. "Kalau begitu kamu menikahlah denganku," kata Alan mengejutkan Dewi.
Perempuan itu membalik badan, "Jangan bercanda, kamu!" ketusnya.
"Aku tidak bercanda," kata Alan. Ada nada tegas pada ekspresinya.
___________