Raya, Jenny, Nabilla, dan Zaidan. Keempat gadis yang di sangat berpengaruh di salah satu sekolah favorit satu kota atau bisa dibilang most wanted SMA Wijayakusuma.
Selain itu mereka juga di kelilingi empat lelaki tampan yang sama berpengaruh seperti mereka. Karvian, Agam, Haiden, dan Dio.
Atau bagi anak SMAWI mereka memanggil kedelapannya adalah Spooky yang artinya seram. Karena mereka memiliki jabatan yang tinggi di sekolahnya.
Tentu hidup tanpa musuh seakan-akan tidak sempurna. Mereka pun memiliki musuh dari sekolah lain dimana sekolah tersebut satu yayasan sama dengan mereka. Hanya logo sekolah yang membedakan dari kedua sekolah tersebut.
SMA Rajawali dan musuh mereka adalah Geng besar di kotanya yaitu Swart. Reza, Kris, Aldeo, dan Nathan. Empat inti dari geng Swart dan most wanted SMAJA.
Selain itu ada Kayla, Silfi, Adel, dan Sella yang selalu mencari ribut setiap hari kepada keempat gadis dari SMAWI.
Dan bagaimana jika tiba-tiba SMAJA dipindahkan ke sekolah SMAWI?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon oreonaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 07 : Tak Terkendalikan
“Mulut Lo bisa diem? Gue potong lama-lama kalau gak bisa diem dari tadi!” Sungut Zai dengan tangan yang sudah memegang garpu. Menatap tajam Adel yang tidak bisa diam sedari tadi.
“Kalau caper jangan di sini. Salah tempat Lo.” Ujar dingin Jenny.
“Lo bertiga gak ada kapok-kapoknya emang. Harus di kasarin dulu? Baru diem Lo?” Saut Billa, melinting lengan seragamnya padahal sudah pendek tambah pendek pula.
“Terus? Gue harus bilang wau gitu? Udah deh, lo semua yang diem aja. Anak gak diharapkan gitu mending diem, gak usah sok.”
Oke, sekarang bisa dikatakan bahwa Sella sudah bersalah mengatakan hal yang sakral bagi kehidupan Zai. Bertepuk tangan untuk Sella karena dapat membangunkan sisi iblis dari seorang Zaidan Padantya.
“Apa yang Lo tadi bilang?” Tanya Zai dengan aura mematikan. Menahan emosi.
Dari keempat persahabatan mereka yang sangat ditakuti sebenarnya adalah Zai dan Raya. Zai yang ceria-ceria tapi saat marah dapat mengantarkan ke alam baka sedangkan Raya yang memang mempunyai wajah datar tanpa ekspresi itu saat marah tambah menyeramkan.
“Lo jadi tuli seketika? Gue bilang Anak yang gak diharapkan gak usah sok. Mending di--, Akh!”
Kalimat yang diucapkan oleh Sella terhenti dengan ringisan. Karena saat itu juga Zai mencengkeram leher Sella kuat sampai sang empu sulit bernafas. Mengangkat tubuh Sella hanya dengan cengkeraman leher pada gadis itu.
Pekikan kaget memenuhi area kantin. Mereka semua tidak terduga akan melihat aksi seperti ini disekolah secara langsung.
“Gue heran, Reza dapet elo di mana? Gak punya attitude gak baik sama sekali. Eh! Tapi bisa aja kan elo numpang tenar kan? Orang tua Lo kan gak kaya, Cuma jadi pem-ban-tu di rumah Kayla. Eh! Bener gak sih?” Ujar Zai sarkas.
Kalau saja tangan Zai tidak mencengkeram leher Sella dipastikan gadis itu sudah menampar Zai. Ia dipermalukan?
“Mending gue, gak diharapkan tapi masih di urus. Lah elo? Udah miskin orang tua kerja keras anaknya malah foya-foya gak jelas. Pantes orang tua Lo gak sayang sama Lo malah sayang sama adik Lo.” Lagi, ucapan Zai langsung menyentuh titik hati Sella. Membuatnya semakin sesak.
“SELLA!”
“Eits! Lo berurusan sama gue.” Billa langsung mencegah Adel yang ingin membantu Sella.
Jenny pun begitu dengan cekatan ia menjambak rambut Silfi yang belum siap apa pun.
Raya diam di tempat. Bukannya tidak ingin membantu, ia sedang memfokuskan pendengarannya. Mencari titik utama masalah ini di mana Kayla bersembunyi. Ia tau gadis itu tidak mungkin tidak ikut ke kantin dan menyaksikan adegan ini. Hanya saja Raya tidak tau Kayla bersembunyi di mana. Dengan satu cara agar ia bisa menemukan Kayla, dengan cara memfokuskan pendengarannya agar ia bisa mendengar dengan jelas ucapan setiap orang dalam hati.
Kenapa jadi seperti ini? Kenapa mereka semua tidak berpengaruh? Kalau begini caranya, gue kabur aja sebelum ketahuan nantinya.
Kalimat dengan suara khas terlintas di pendengarannya serta otaknya. Matanya dengan jeli langsung menatap sekeliling. Dan dapat!
Paling belakang Kayla bersembunyi dan ingin kabur dari masalah yang ia ciptakan tanpa bertanggung jawaban.
“Kayla Desinta.” Alunan ucapan Raya.
Memanggil dengan suara rendah tetapi entah kenapa terdengar sampai ke tempat Kayla. Sinyal bahaya mulai mengelilingi diri Kayla.
Mencoba agar tidak terlihat takut karena suara rendah dari Raya seperti alunan maut di gendang pendengarannya.
Tersenyum miring untuk menutupi ketakutan, berbalik menghadap ke arah Raya yang sudah menatapnya dari kejauhan.
Kayla melangkah ke depan sampai berdiri tepat di depan Raya.
“Apa? Terkejut ya sama hadiah gue?”
Raya mengangguk dengan wajah datarnya, “Hmm, baja.”
Kayla tersenyum remeh, “Harus dong, karena sebentar lagi hidup Lo sama temen Lo bakal lebih susah. Memang sih kita gak bisa kasih garam ke rumah Lo ini tapi siapa sangka? Kalau kita bisa kasih garam ke rumah neraka Lo semua?”
Raya tersenyum. “Emm,” Mengangguk-angguk. “Gue akuin, mental Lo kuat.” Puji Raya. Tetapi entah itu pujian atau sindiran.
Seisi kantin bersorak pelan. Jenny, Billa dan Zai pun menonton sembari menahan ketiga kutu yang dapat merusak aksi tersebut.
“Terima kasih atas pujiannya. Pawang Lo semua mana? Kok dari tadi gue gak liat? Kabur ya? Bosen pasti mengurusi ulah kalian yang gak ada gu—“
“LO NGOMONG KAYAK GITU LAGI, GUE PASTIIN TEMEN LO INI UDAH BEDA ALAM SEMUA!” Teriak Billa.
“Slow dong,” Tertawa, “Sekarang.” Sambungnya dengan senyum manisnya.
Sinyal yang diberikan Kayla langsung dilakukan oleh Sella, Silfi dan Adel. Ketiganya langsung melakukan bantingan pada Zai, Jenny dan Billa.
“Akh!”
“Shss!”
Terkejut dan merasakan bahwa tulang punggung mereka akan patah.
Raya membelalakkan matanya terkejut. Ia alihkan pandangan langsung kepada pelaku utama yang sedang tertawa senang.
Suasana tegang. Para siswa siswi di kantin tidak bisa memisahkan kedua kubu tersebut. Lebih tepatnya, enggan memisahkan.
Raya mendekat sembari tangannya menuju ke arah leher mulus Kayla. Ia cengkeram dengan kuat.
Kayla yang masih asik dengan tawanya terkejut dan terbatuk-batuk saat lehernya dicengkeram kuat. Mencoba melepaskan, tetapi kekuatan tangan Raya yang kuat tidak bisa ia lepaskan dengan mudah.
“Lo orang paling bodoh yang pernah gue temuin. Kayla Desinta. Lo emang gak sayang sama orang tua lo sendiri? Lo emang bisa hancurin kita dengan cara ngelapor dengan licik kayak gini tapi jangan lupa, gue bisa langsung jatuhin keluarga Lo jadi miskin detik ini juga.”
Raya berucap dengan wajah datar dan berubah saat kalimat terakhir, mendekat berbisik pada Kayla dengan suara girang terbuat-buat.
“Harta tahta, semua dari keluarga gue. Lo gak ada apa-apanya sama gue.” Lanjutnya. Mimik wajahnya sudah kembali datar dan dingin.
Kayla tertawa meskipun terintimidasi oleh Raya.
“MESKIPUN BEGITU, GUE DISAYANG SAMA KELUARGA GUE! GUE PUNYA PAPA YANG SAYANG SAMA GUE, GUE PUNYA MAMA. LO? GAK PUNYA MAMA, GAK DISAYANG SAMA PA—“
PLAK!
“Akhsss!”
Belum menyelesaikan kalimatnya, Raya dengan sekuat tenaga menampar pipi kiri Kayla. Sampai gadis itu terjatuh ke lantai dan rambut menutupi wajahnya.
Aura pekat keluar dari diri Raya. Bertanda bahwa emosi Raya sudah tidak bisa dibendung kembali. Saat situasi seperti ini biasanya hanya Vian yang dapat menenangkan Raya.
Jenny di belakang dengan posisi banding terbalik –tadi ia yang menahan cewek gatel ini sekarang ia yang ditahan oleh cewek gatel ini. Menendang kaki Silfi sampai sang empu meringis karena tepat pada tulang keringnya. Pegangan melemah, langsung saja Jenny menendang perut Silfi sampai terbatuk-batuk.
Billa dan Zai melakukan hal yang sama. Hanya lebih ekstrem karena Billa membalas membanting tubuh Adel berkali-kali dan Zai menginjak tangan serta kaki Sella.
Raya menendang tubuh Kayla sampai gadis itu memekik keras karena tendangan yang tidak biasa.
“Akh! Yak! Gila Lo? Shss!”
Kayla berteriak kesakitan tanpa di dengar oleh Raya. Seakan tuli dan tetap menyakiti gadis ini.
“Gue emang gak punya mama dan Ayah gue emang gak sayang sama gue. Tapi, gue bisa banggain mereka meskipun mereka gak nganggep gue. DARI PADA LO, SUKANYA NYUSAHIN ORANG TUA LO TERUS! BERSYUKUR LO HARUSNYA BEGO! GOBLOK! BANGSAT!”
Raya menendang-nendang tanpa ampun pada Kayla. Semakin ia berteriak semakin emosinya tidak dapat terkendali.
“SORAYA!”
Jenny berlari setelah melepaskan diri dari Silfi. Memeluk Raya dari belakang dan menariknya untuk menjauh dari Kayla. Raya memberontak dan ingin membabi buta gadis licik itu. Jenny tentu kewalahan jika hanya ia sendiri yang mencoba menenangkan Raya.
“Ray, tenang. Tenang, jaga emosi Lo.” Bisik Jenny.
“KAYLA!”
Oke. Orang yang ditunggu-tunggu datang. Reza dan teman-temannya. Jenny melirik ke samping dan bertubrukan tatapan oleh Kris. Seperti berbicara lewat tatapan, Kris menghampiri Jenny, menyusul Reza.
“Ray, tenang!” Ujar Kris menarik Raya pelan. Membantu Jenny.
Reza menggotong Kayla untuk menjauh dari Raya.
“LEPAS!” Teriaknya. Menatap tajam dan sengit Kayla yang sudah tak berdaya.
Reza berjalan menuju Raya setelah menaruh Kayla ke meja yang sedikit jauh. Tanpa aba-aba, ia menampar Raya tanpa alasan.
Plak!
Kris membelalakkan matanya. “LO KENAPA NAMPAR RAYA BEGO!” Teriak Kris.
“hah?!” Linglung Reza. Ia tidak berniat untuk menampar Raya. Ia hanya refleks tadi.
Tiba-tiba Raya tertawa keras. Menambah kesan horor dan sepi karena tawa tiba-tiba dari gadis yang pendiam ini.
Reza, Kris menatap bingung Raya. Jenny di belakang sudah ketar ketir. Menoleh ke arah belakang, Zai dan Billa sudah dipisahkan pula dari Adel dan Sella oleh Nathan dan Al. Meskipun mereka tadi sempat cekcok.
“Lo gak tau apa-apa jangan sok nampar gue. Tangan Lo ada kotoran dunia, nying!” Kata Raya dengan wajah kembali normal, datar.
Menghela nafas berat. “Bilang sama anak buah gak becus Lo, urusan gue sama dia belum selesai.” Lanjutnya. Menatap tajam Reza sebelum ia beranjak pergi.
“INI KALIAN GAK ADA YANG MISAH DARI TADI?” Teriak Al. Sedari tadi ia merelakan tubuhnya ditonjok, dicubit oleh Billa dan Zai yang ia coba pisahkan dari Adel dan Sella.
Semua mata langsung tertuju ke arah Al.
“BANTUIN GUE GOBLOK!” Teriak Al kesal.
“Kasihan masnya.” Ledek Nathan.
“Gue potong pala lu, Akh! Shss,” Ringis Al saat Zai dan Billa dengan serentak memukul pundak Al. “Lo cewek apa cowok sih?”
“Mau gue cowok apa cewek, bodo amat. Lepasin gue bangsat!” Balas Billa sewot.
“Gue gigit juga ni kulit kepala Lo.” Ancam Zai.
“ASTAGFIRULLAH! INI KALIAN NGAPAIN KANTIN SEKOLAHAN? GAK CUKUP KALIAN KEMARIN BIKIN ULAH DI LAPANGAN?” Seru Pak Anggoro.
Njir! Kemarin Pak Ahmad sekarang sama Pak Anggoro? Sumpah ya. Batin Nathan.
“INI KALIAN SEMUA JUGA, MALAH ASIK NONTON GAK MISAHIN? UDAH JAM BERAPA INI? KALIAN GAK MASUK KELAS? MASUK KELAS KALIAN SEMUA SEBELUM SAYA POTONG NILAI ULANGAN KALIAN PERMATERI.” Ancamnya.
“DAN KALIAN IKUT SAYA.” Tunjuk pada Nathan, Reza, Kris, Jenny, Zai, Billa, Al, Adel, Sella, Silfi.
“Lo semua ke ruang BK dulu, gue mau anterin Kayla ke UKS sebentar.” Celetuk Reza.
“Gue ikut.” Ujar Kris. Reza mengangguk.
...
...
Flashback : waktu pulang sekolah kemarin
“Rez, kuy main.” Panggil Kris.
“Main apa?” Tanya Reza.
“Basket. Mumpung sekolah udah sepi, gak ada yang ngelarang.” Jawab Kris.
Reza mengangguk dan berjalan bersama Kris menuruni tangga ke arah lapangan.
Hari pertama mereka menginjakkan kakinya ke sekolah SMA Wijayakusuma. Sekolah musuh mereka. Anak Wijayakusuma dan Rajawali tidak bisa di satukan. Padahal SMA Wijayakusuma dan SMA Rajawali satu yayasan dan memiliki satu kepala sekolah yang harus mengurus kedua sekolah tersebut. Bisa dibilang kembar. Meskipun begitu, siswa siswi dari Wijayakusuma serta Rajawali tidak dapat di satukan.
Karena ketua geng dari kedua sekolah terdahulu sudah mendeklarasikan bahwa mereka bermusuhan sejak saat itu. Ditambah setiap ketua kedua geng itu berganti masalah satu sama lain yang membuat mereka tidak dapat di satukan semakin erat.
Saat ini Reza masih terdiam di kelas. Kelas mereka dipisah tentunya karena tidak diinginkan pertengkaran antar kedua kubu tersebut. Sampai Kris menghampirinya dan mengajaknya untuk bermain basket.
Lapangan SMA Wijayakusuma sangat luas daripada lapangan SMA Rajawali.
“Nathan sama Al mana?” Tanya Reza sembari meletakkan tasnya ke tribune.
Kris menggidikkan bahunya, “Mana gue tau, tapi tadi sih katanya mau mampir ke SMA Rajawali dulu.”
Reza mengangguk. Ia berlari menuju ke lapangan sembari mendribel bola basket. Kris menyusul sebagai lawan main.
Mereka bermain sampai langit mulai berwarna kekuningan oranye bertanda sudah sore menjelang malam.
Keringat membasahi tubuh kedua laki-laki tersebut. Tetapi kata lelah tidak berada di kamus mereka masing-masing. Mereka tetap berebutan bola basket sampai skors yang mereka hitung sendiri lebih banyak dari lawan.
Dan Berakhir skors mereka seri (23-23). Keduanya tidak melanjutkan sampai siapa yang menang. Tiduran di tanah lapangan yang sudah teraspal pastinya. Menatap awan-awan berwarna oranye serta sedikit kekuningan di antara langit-langit.
“Capek Lo, Rez?” Kris menolehkan kepalanya ke arah Reza.
“Ngapain capek gara-gara basket? Malah lebih capek kalau kita tawuran sama SMK 18.” Balas Reza tanpa menatap lawan bicaranya.
Kris tertawa. Reza masih mengenang masa-masa mereka yang hampir saja terbunuh dan memasuki sel penjara. Kenangan yang tak akan terlupakan bagi anak Swart pastinya. Untung saja mereka sempat kabur dan hanya mendapatkan surat peringatan.
“Masih ingat juga Lo.” Gumam Kris dan menatap langit-langit seperti Reza.
“Hmm.”
Setelahnya hening. Keduanya sama-sama hanyut dengan pesona langit dan pikiran masing-masing.
“Jam berapa bro?” Tanya Kris, saat mulai sadar waktu.
Tangan kiri Reza terangkat untuk melihat jam tangan berwarna hitam yang selalu ia bawa.
“Eh! Bentar.” Interupsi Kris. Memegang tangan kiri Reza, ia bangun dan menatap lekat tangan temannya.
“Apa sih?” Tanya Reza dengan wajah bingung. Karena Kris bangun, ia ikut bangun.
“Ini gelang Lo?” Tanya balik Kris. Menatap gelang berwarna hitam polos di sebelah jam tangan.
Reza mengangguk.
“Kok kayak pernah di pake sama Raya ya?”
“Raya? Soraya anak Wijaya? Yang diem-diem tadi, terus tiba-tiba teriak tadi?” Kris mengangguk.
“Masa? Jangan ngadi-ngadi Lo, ini tu dari sahabat kecil gue dulu yang tiba-tiba ilang sampai sekarang gue berusaha nyari dia.” Reza menarik tangannya dari genggaman Kris.
“Sahabat cewek yang sering Lo omongin itu, yang bisa denger kata hati pikiran?”
“Iya.”
“Terus sekarang udah pernah ketemu?” Tanya Kris.
Reza menggeleng sembari menghela nafas. “Gue udah cari gak ketemu.”
“Bisa aja itu Soraya kan?” Celetuk Kris.
“MANA ADA?!” Seru Reza, tak terima.
Kris memutar bola matanya malas, “Terus tadi pas di laboratorium kenapa Lo bawa si Raya? Gue denger dari Al, terus Lo juga cerita dia kayak mirip sama siapa gitu. Ya sama sahabat Lo kan?”
Reza terdiam. Memikirkan apa yang diucapkan oleh Kris.
“Itu sih pemikiran gue. Lo mau percaya apa enggak, ya silakan. Gue juga gak tau sahabat Lo kayak apa kan.”
Reza tetap terdiam sampai-sampai tiba-tiba ia mencetuskan sebuah ide gila.
“Gimana kalau gue coba deketin Raya?”
Flashback off