Tipe pria idaman Ara adalah om-om kaya dan tampan. Di luar dugaannya, dia tiba-tiba diajak tunangan oleh pria idamannya tersebut. Pria asing yang pernah dia tolong, ternyata malah melamarnya.
"Bertunangan dengan saya. Maka kamu akan mendapatkan semuanya. Semuanya. Apapun yang kamu mau, Arabella..."
"Pak, saya itu mau nyari kerja, bukan nyari jodoh."
"Yes or yes?"
"Pilihan macam apa itu? Yes or yes? Kayak lagu aja!"
"Jadi?"
Apakah yang akan dilakukan Ara selanjutnya? Menerima tawaran menggiurkan itu atau menolaknya?
***
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Ara meringis kala merasakan tangannya perih. Ternyata karena terkena air panas tadi pagi membuat punggung tangannya melepuh, kulitnya mulai terkelupas dan itu sangat perih.
Al hasil, Ara tak bisa menulis materi di papan tulis. Sebab tangan kanannya perih jika terlalu ditekan.
"Ara? Kenapa kamu gak nulis?" tanya Ibu Guru yang berjalan ke arah Ara.
"Tangan saya sakit, Bu. Melepuh," jawab Ara sambil menunjukkan punggung tangannya.
"Ara, Ara... Kamu ini selalu saja pemalas. Meskipun tangan kamu gak sakit juga, kamu pasti gak akan nulis materi, kan?" kata Bu Guru.
"Anak-anak, jangan tiru kebiasaan buruk Ara, ya!" lanjutnya sambil menatap murid di ruangan itu.
Semuanya mengangguk mengiyakan.
"Tulis materi di papan tulis. Sebelum istirahat harus sudah dikumpul!" titah Bu Guru tanpa bisa dibantah.
Pandangan para guru sudah terlanjur buruk karena tingkah Ara selama ini. Mereka bahkan tak heran lagi jika Ara sering bermasalah. Tapi, sayangnya, semua orang hanya melihat cover luarnya saja, tanpa melihat isinya.
Mereka terlalu percaya pada topeng yang dipakai Ara. Untungnya Ara sudah terbiasa dengan perlakuan para guru padanya.
Dan akhirnya, Ara pun menulis semua materi yang ada di papan tulis. Dia menulis dengan cepat agar tidak terlalu merasakan perih.
****
Jam istirahat telah tiba. Ara berjalan membawa nampan berisi semangkuk bakso dan siomay serta teh es menuju meja yang ada di pojok. Wajahnya sumringah jika sudah berhadapan dengan makanan. Perutnya juga meronta-ronta minta diisi.
"Hai, boleh gabung, gak?" Tiga orang pria menghampiri meja Ara. Sebelum Ara menyetujuinya pun mereka sudah duduk di sana.
Ara mendengus. "Terus, apa gunanya kamu nanya?" sinis Ara.
Ketiga pemuda itu terkekeh kecil. Nama mereka adalah Perta, Chiko dan Javier. Mereka satu geng dengan Tristan. Namun, Ara tidak melihat cowok itu dari tadi. Mereka juga kumpulan yang pernah bolos bersamanya.
"Kapan kita bolos bareng lagi? Kemarin aku lihat kamu bolos. Kok gak ajak-ajak?" tanya Chiko.
"Biasanya kalian yang gak ngajak aku," sahut Ara. Dia mulai memakan baksonya.
"Iya, sih." Chiko menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Lain kali ikut kumpul bareng, yuk, Ra," ajak Javier.
"Nggak, ah. Takut kalian apa-apain," ceplos Ara. Dia memang suka blak-blakan. Memangnya, gadis mana yang tidak takut jika kumpul dengan banyak laki-laki? Edan-edan gini, Ara juga ada warasnya sedikit.
"Nggak bakalan! Ada kami yang bakal jagain kamu. Seru tau! Kamu gak pernah diratukan sama banyak cowok, kan?"
"Emang! Tapi, tetap aja aku gak mau. Ajak pacar kalian aja," sahut Ara.
Javier menghela nafasnya. Ternyata Ara bukan gadis gampangan seperti yang pernah dia temui. Padahal tujuannya memang baik, tidak berbuat aneh-aneh seperti apa yang dipikirkan Ara.
"Kalian gak makan?" tanya Ara. Dia hanya melihat 3 gelas es kopi milik mereka di atas meja.
"Kenapa? Kamu mau traktir kita?" serobot Perta.
Bibir Ara mencebik. "Gak salah, nih, kamu ngomong gitu? Gak kebalik emangnya?" cibirnya.
Perta terkekeh. Benar. Seharusnya dialah yang mentraktir Ara. Karena cowok itu harus modal.
****
Gevan fokus pada kertas-kertas di meja kerjanya. Tangannya dengan lincah mendatangi setiap lembar kertas tersebut. Setelah selesai, dia merapikannya dan menyerahkan pada Nike.
"Ada lagi?" tanya Gevan.
"Tidak ada, Tuan. Kalau begitu saya permisi, terimakasih," ucap Nike dan diangguki oleh Gevan. Nike pun segera keluar dari ruangan si bos.
Pria tampan nan gagah itu berjalan menuju kulkas kecil di pojok ruangan. Dia mengambil satu kaleng soda dan meneguknya hingga setengah.
Pikirannya berkelana pada kejadian tadi pagi.
Flashback on
Gevan memasuki sebuah restoran yang cukup jauh dari rumah dan kantornya. Dia pun segera menuju ruang VIP yang sudah ia pesan.
Ternyata, orang yang dia temui sudah berada di sana. Di dalam sana ada seorang pria paruh baya yang masih terlihat bugar. Itu adalah Gama, ayahnya Ara. Iya, Gevan menemuinya. Tujuannya? Tentu saja meminta restu, apalagi?
Dia memang tidak menemui kedua kakaknya Ara, tapi dia langsung menemui Ayah Gama.
"Maaf saya terlambat," ucap Gevan.
"Tidak apa-apa," jawab Ayah Gama.
"Ada keperluan apa kamu menemui saya?" tanya Ayah Gama.
Dalam dunia bisnis, tentu dia tau siapa Gevan. Mereka juga pernah kerja sama sebelumnya. Gevan seorang pengusaha muda dan sukses, banyak rekan-rekan bisnis yang ingin menjodohkan putri mereka dengan Gevan, namun, Gevan menolaknya dengan halus.
"Sebelumnya, maaf jika saya menyita waktu anda, Pak." Gevan terdiam sejenak.
"Tujuan saya adalah ingin meminta restu. Saya minta izin untuk menikahi putri anda, Arabella," lanjut Gevan.
Ayah Gama mengerutkan keningnya bingung.
"Kamu mengenal putriku?" tanya pria paruh baya tersebut.
Gevan mengangguk. Dia tidak akan menceritakan pertemuannya dengan Ara. Biarlah Gama tau sendiri nanti.
"Kamu benar-benar akan menikahinya?" tanya Ayah Gama.
Gevan mengangguk mengiyakan.
Ayah Gama mengangguk berulang kali, dia tampak memikirkan sesuatu.
"Aku merestui. Tolong jaga dia baik-baik dan berikan kasih sayang yang berlimpah untuk putriku," ucap Ayah Gama.
"Pasti. Saya pasti akan melakukannya," ucap Gevan.
Ayah Gama tersenyum. Namun, Gevan bisa melihat jika senyuman itu terlihat seperti senyuman miris. Entah apa yang ada di dalam pikiran Ayah Gama.
"Terimakasih sudah memberikan restu untuk kami," ucap Gevan sebelum keduanya berpisah.
Flashback off
Terlalu gampang. Gevan pikir Ayah Gama akan menantang, atau tidak menyetujui jika dia dan Ara menikah, tapi ternyata dia salah. Pria paruh baya itu dengan suka rela memberinya restu.
Gevan menghela nafas, dia membuang kaleng soda yang sudah kosong ke dalam bak sampah yang ada di bawah meja kerjanya. Lalu dia duduk kembali di kursi kebanggaannya.
"Ini terlalu gampang," gumamnya.
Dikasih gampang malah minta yang susah. Gevan memang manusia aneh.
****
Ara keluar dari gerbang sekolah, dia menunggu Gevan di sebuah halte yang ada di depan sekolah. Beberapa murid juga menunggu jemputan di sana.
Tak lama kemudian, mobil mewah Gevan membuat orang-orang di sekitarnya menatap ke arahnya. Ara pun buru-buru masuk ke dalam mobil.
"Ayo jalan!" ucap Ara saat baru saja masuk. Bahkan dia belum memasang sabuk pengaman.
Paham akan kekhawatiran si gadis, Gevan pun menjalankan mobilnya meninggalkan area sekolah.
"Pakai sabuk pengamannya, Ra," ucap Gevan dan dituruti oleh Ara.
"Langsung pulang aja, Kak," ucap Ara.
"Memangnya mau ke mana?" tanya Gevan menggoda.
"Ya, siapa tau aja Kak Gevan mau mampir-mampir dulu kayak sebelumnya," ucap Ara.
"Kamu nggak suka?" tanya Gevan.
"Bukan gak suka. Hari ini, aku pengen cepet-cepet pulang aja, sih," jawab Ara.
Gevan mengangguk paham. Mungkin ada hubungannya dengan kedua kakaknya Ara.
***
LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE LIKE
indah banget, ga neko2
like
sub
give
komen
iklan
bunga
kopi
vote
fillow
bintang
paket lengkap sukak bgt, byk pikin baper😘😍😘😍😘😍😘😍😘