Kehidupan Elizah baik-baik saja sampai dia dipertemukan dengan sosok pria bernama Natta. Sebagai seorang gadis lajang pada umumnya Elizah mengidam-idamkan pernikahan mewah megah dan dihadiri banyak orang, tapi takdir berkata lain. Dia harus menikah dengan laki-laki yang tak dia sukai, bahkan hanya pernikahan siri dan juga Elizah harus menerima kenyataan ketika keluarganya membuangnya begitu saja. Menjalani pernikahan atas dasar cinta pun banyak rintangannya apalagi pernikahan tanpa disadari rasa cinta, apakah Elizah akan sanggup bertahan dengan pria yang tak dia suka? sementara di hatinya selama ini sudah terukir nama pria lain yang bahkan sudah berjanji untuk melamarnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melaheyko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MERINDUKANMU
🍃🍃🍃
“Pagi, Mas Natta.”
Pagi-pagi Natta menyalakan motornya, Suri mendekat.
“Setelah aku kerja, kita jadi jarang bertemu.” Suri terus mengamati Natta yang seperti biasa, pria itu selalu cuek.
“Apa pentingnya kalau terus bertemu?” Ketus Natta dan Suri malah terkekeh, Natta mengernyit heran melihat tingkah konyol Suri.
“Eh, Mas, Elizah sudah kerja ya bareng sama mas Adit?”
Natta bungkam.
“Mas Adit kan suka sama Elizah. Kalau kerja bareng jadi bisa dekat-dekat terus, kira-kira Mas Natta kasih restu nggak nih sama mas Adit?” Dia mengoceh dan Natta terbelalak mendengarnya.
“Sinting emang si Suri! Mana bisa aku kasih restu,” katanya dalam hati.
“Mas Natta, ih! Kok diem aja sih, kan Suri lagi ngomong.” Suri merajuk dan Natta mendengus.
“Apaan sih?” ketus Natta.
“Mas Natta setuju nggak kalau Elizah sama Mas Adit? Mas Adit ganteng, baik, lucu juga.”
“Buat kamu aja, ambil!” sewot Natta dan Suri mendelik.
“Ya enggak mau, lah! Kan aku sukanya sama Mas Natta.”
Natta menggeram kesal.
“Berisik! Pergi sana.” Natta terus mengusirnya tapi Suri tidak peduli, tersinggung pun tidak sama sekali karena Suri sudah sangat mengenal bagaimana sosok Natta.
Elizah mendekat dan tersenyum kepada Suri. Dia siap berangkat bekerja.
“Ayo,” ajak Natta.
Mereka menoleh ketika Sofi datang.
Sofi menatap Natta. Natta sudah naik ke motornya, menarik lengan Elizah agar mendekat. Memakaikan helm padanya.
“Kamu nggak berangkat sama mas Adit? Kan kalian kerja di tempat yang sama?” ujar Sofi.
Elizah dan Natta saling melirik.
“Aku bisa mengantarnya sendiri,” sahut Natta dan Sofi mengangguk-anggukkan kepalanya. Sofi merasa kasihan pada kakaknya karena mendekati Elizah sangat tidak mudah. Natta seperti tidak memberikan celah supaya Adit bisa dekat dengan Elizah.
“Aku duluan ya,” pamitnya sambil melambaikan tangan. Sofi dan Suri membalas lalu menatap kepergian mereka berdua.
Setelah mereka pergi, Adit baru turun dan mendengus.
“Mas, kamu belum direstui juga sama mas Natta?” kata Sofi dan Adit cemberut.
“Restu apanya? Aku dekat-dekat dengan Elizah saja tidak boleh. Padahal, aku yang membuat Elizah bisa diterima bekerja karena dia belum punya pengalaman sama sekali.”
Adit menggerutu.
“Sabar, Mas. Ya sama kayak kamu ke aku, kamu juga kan nggak bisa mau kalau aku dekat-dekat dengan laki-laki sembarangan.” Sofi membuat Adit terdiam, benar juga karena sikap dia sebagai kakak kepada Sofi pun seperti itu.
“Kata Elizah mereka berpisah lama, kayaknya itu juga yang bikin mas Natta bersikap berlebihan melindungi Elizah.” Suri menambahkan.
“Aku yakin nanti kalian bisa dekat,” ucap Sofi menyemangati dan Adit menyengir lebar. Dia merasa semangat lagi untuk mendekati Elizah.
Di lampu merah, Natta menghentikan kendaraannya. Elizah menunggu sambil memperhatikan pengamen dan pedagang asongan memanfaatkan waktu singkat sebelum lampu hijau menyala. Di sebelah mereka ada sebuah mobil mewah, seorang pria di dalam mengamati dengan saksama sampai kemudian dia menurunkan kaca mobilnya gelagapan.
Kebetulan lampu hijau menyala, Natta kembali melaju. Tidak mendengar pria yang di dalam mobil terus menyerukan namanya. Elizah yang mendengar sekilas pun menoleh, melihat sikap Elizah dari kaca spion membuat Natta mengemukakan tanya.
“Kenapa?”
Elizah terus menoleh, dia berhenti ketika lehernya terasa sakit.
“Ada yang memanggil kamu tadi. Aku mendengarnya,” kata Elizah sementara Natta tidak mendengarnya.
“Mungkin kamu salah mendengar,” ucap Natta dan Elizah juga menganggap seperti itu. Elizah mengabaikan kejadian tadi.
🍃🍃🍃🍃
Di tempat semua kejadian di mulai, Ali berdiri memperhatikan rumah kayu yang menjadi tempat Elizah dikabarkan ada di sana bersama seorang pria dini hari. Elizah digrebek, dibawa paksa Hasan dan semua orang yang menyaksikannya memandang rendah perempuan tercintanya itu. Betapa sakitnya Ali ketika dia pulang dan mendengar Elizah sudah menikah, hancur sudah semua angan-angannya.
Bahkan sampai saat ini, masih ada yang suka sekali iseng mengungkit kejadian itu. Kejadian memalukan itu pula yang membuatnya menjadi anti berbaur dengan masyarakat. Dia banyak diam dan menutup diri. Hasan dan Anita prihatin melihat sikap Mirza yang sekarang.
“Apa benar kamu seperti itu, Elizah?” bisik Ali sambil terus menatap nanar rumah kayu itu.
“Semua orang membicarakan kamu, aku merasa antara percaya dan tidak.”
Ali terus bergumam, dia merasa perlu menanyakan dan mengetahui kejadian sebenarnya kepada orang terdekat Elizah. Tapi, untuk mendatangi kediaman Elizah. Dia tidak berani, bisa saja Mirza akan mengusirnya karena menanyakan kejadian sensitif itu.
Sosok Susan melintas di pikirannya. Ali yakin Susan mungkin juga tahu Elizah sekarang ada di mana. Ali bergegas menuju ke rumah sepupunya itu.
Sesampainya di rumah Susan, kebetulan Susan baru keluar dan saling menatap dengan Ali sejenak.
“Kenapa, Ali? Apa yang membuat kamu datang?”
“Jelas pasti kamu tahu apa yang ingin aku tanyakan,” ketus Ali dan Susan mendelik.
Kekerabatan di antara mereka tidak terjalin dengan baik tapi meskipun begitu Susan tahu Ali pria baik-baik. Ia mendukung jika Elizah bersama dengan Ali tapi sekarang, semuanya di luar dugaan.
Mereka duduk terhalang meja bundar, Susan meletakkan air putih untuk tamunya itu.
“Aku tidak bisa menghubungi Elizah,” kata Ali memulai percakapan, “apa dia ada memberikan kabar?”
Susan mengangguk.
“Dia mengganti nomor ponselnya. Dia juga menghapus semua akun media sosialnya, apa yang dialami Elizah tidak mudah. Tapi yang jelas, dia baik-baik saja.”
Ali mengernyit heran.
“Kamu sahabatnya, bukan? Kenapa bisa kamu tenang-tenang saja sahabatmu dipaksa menikah?”
Susan mengembuskan napas berat, dia tersenyum.
“Ali, aku beberapa kali meneleponnya. Dia baik-baik saja dengan suaminya.”
Ali membuang muka, kesal mendengar hal tersebut.
“Dia tidak mungkin baik-baik saja,” tegasnya yakin dan Susan mendelik. “Apa dia memberitahumu tempat tinggalnya sekarang?” lanjutnya dengan harapan Susan mau memberitahunya.
“Ali, jangan ganggu Elizah. Dia sudah menikah.”
Air muka pria itu berubah, merasa Susan berusaha menghalanginya.
“Elizah sudah cukup stres jangan menambahi masalahnya lagi dengan mengejar-ngejar dia. Dia sudah menjadi milik orang lain,” kata Susan dan Ali hanya diam dengan mata mengilat emosi. Ali merasa tidak bisa mengikhlaskan Elizah jika caranya seperti itu.
🍃🍃🍃🍃
Semangat
Tulisanmu sdh semakin terasah
Mirza emang ya keras kepala takut banget turun martabat nya