NovelToon NovelToon
Haluan Nadir

Haluan Nadir

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Cinta setelah menikah / Pernikahan Kilat / Pengganti / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:12.3k
Nilai: 5
Nama Author: Windersone

Jodoh adalah takdir dan ketetapan Tuhan yang tidak bisa diubah. Kita tidak tahu, siapa, di mana, dan kapan kita bertemu jodoh. Mungkin, bisa saja berjodoh dengan kematian.

Kisah yang Nadir ditemui. Hafsah Nafisah dinikahi oleh Rashdan, seorang ustaz muda yang kental akan agama Islam. Hafsah dijadikan sebagai istri kedua. Bukan cinta yang mendasari hubungan itu, tetapi sebuah mimpi yang sama-sama hadir di sepertiga malam mereka.

Menjadi istri kedua bertolak belakang dengan prinsipnya, membuat Hafsah terus berpikir untuk lepas dalam ikatan pernikahan itu karena tidak ingin menyakiti hatinya dan hati istri pertama suaminya itu. Ia tidak percaya dengan keadilan dalam berpoligami.

Mampukah Hafsah melepaskan dirinya dari hubungan itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Belum Ada Sebelumnya

🍃🍃🍃

Mereka yang duduk di atas tikar yang membentang menutup rumput indah di halaman rumah itu tengah menikmati makanan yang ada di hadapan mereka setelah sebelumnya salah seorang santriwan memimpin doa selamat sebelum menikmati makanan tersebut. Di bawah terangnya langit malam berhiaskan bulan dan bintang yang mengindahkan mata, mereka menikmati acara tersebut dengan canda tawa setelah acara makan-makan selesai. Mereka seperti sekumpulan anak pramuka yang beraktivitas di malam hari. Hanya saja, tidak ada api unggun di sana dan Rashdan mengisi susana malam itu dengan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai Islam yang dijawab oleh mereka yang dapat menjawabnya dan mereka mendapatkan hadiah apresiasi yang sudah disiapkan oleh pria itu. Bukan hanya Rashdan, ustaz dan ustazah pembimbing yang mengawasi para santri itu juga memberikan beberapa pertanyaan kepada mereka, seperti lomba ranking satu.

Jam terus berputar, semakin larutnya malam. Satu-persatu bubar, para santri memasuki asrama mereka setelah merapikan alat makan dan tikar yang tadi ada di halaman rumah Rashdan dan Hafsah. Kepergian mereka meninggalkan sepasang suami-istri itu, Dila, dan Hanafi.

"Terima kasih Ustaz Hanafi dan Ustazah Dila karena sudah membantu kelancaran acara ini. Kalian dan anak-anak pasti kewalahan karena saya memberitahukannya secara mendadak," ucap Rashdan.

"Sama-sama ustaz. Kami tidak kewalahan, anak-anak kebetulan bisa diajak kerjasama," balas Dila.

"Iya. Kalau masalah seperti ini, anak-anak nomor satu semangatnya. Soalnya mereka menghindari hafalan setelah salat Isya," canda Hanafi.

Mereka tertawa ringan.

"Sesekali begini sepertinya bagus juga," ujar Dila.

"Memangnya belum ada acara seperti ini?" tanya Hafsah, penasaran.

Dila dan Hanafi melirik Rashdan, membuat gadis itu juga mengarahkan pandangan kepada ustaz tampan itu yang dikenal cukup disiplin dan memiliki tata tertib super ketat di pesantren tersebut sebelumnya. Lirikan mereka membuat Rashdan terdiam, mengingat sikapnya sebelumnya dan baru sadar untuk pertama kalinya ia bersikap seramah itu di pesantren.

Rashdan mengangkat pandangannya dan memperhatikan Hanafi dan Dila yang tersenyum ringan padanya. Pria itu melangkahkan kaki berjalan menuju rumah dalam kebisuan, meninggal mereka bertiga yang masih memperhatikannya.

"Memangnya belum ada acara hiburan seperti ini sebelumnya?" Hafsah kepada Dila dan Hanafi yang masih tersenyum memperhatikan Rashdan yang masih berada di teras rumah.

“Ustaz Rashdan itu paling disiplin di asrama ini saat mendidik para santri. Acara seperti ini belum ada sebelumnya, bahkan untuk Ustazah Halma saja belum pernah dilakukan. Palingan mereka membuat acara syukuran di luar tanpa melibatkan para santri,” cerita Dila yang sudah sudah mengajar di pesantren itu beberapa tahun terakhir, sama masuknya dengan Rashdan menjadi pimpinan untuk pertama kalinya di pesantren tersebut.

“Bisa dibilang ketertiban yang sangat ketat itu membuat para santri jenuh. Tidak heran mengapa para santri di pesantren ini cerdas-cerdas, karena cara ketertiban tadi yang memaksa mereka. Keuntungannya itu, tapi kekurangannya yah itu,” tambah Hanafi yang sebaya dengan Dila, mereka juga sesusia Rashdan.

“Yah itu apa, Ustaz …!” tanya Dila.

“Yah itu. Membosankan. Monoton.”

“Kan kalian bisa mengusulkan acara-acara hiburan itu. Setidaknya satu kaki satu minggu dan itu bisa dilakukan di hari Minggu,” ujar Hafsah, mengeluarkan pendapatnya.

Mereka tersenyum cengengesan.

“Kalian takut mengusulkannya kepada Ustaz Rashdan, ya?” Hafsah mengerti dengan mana senyuman mereka.

“Benar. Para pengajar di sini sangat menghormati dan segan dengan beliau meskipun usianya tergolong masih muda menjadi pemimpin. Usia boleh muda, tapi pola pikirnya sudah seperti orang yang sudah hidup lama,” terang Dila. “Ustazah beruntung menjadi istri Ustaz Rashdan , meskipun yang kedua.”

Senyuman Hafsah berkurang dari sebelumnya karena tidak sejalan dengan wanita itu. Ia malah keberatan menjadi istri kedua, sedangkan posisinya sekarang hanya keterpaksaan yang sangat ingin dilepaskannya.

“Baiklah. Kalau begitu, saya lanjut masuk. Terima kasih,” ucap Hafsah dan berjalan menuju rumah.

“Sepertinya Ustazah Hafsah tersinggung saat kamu bilang istri kedua,” ucap Hanafi dengan suara kecil.

“Benarkah? Maksudku bukan begitu. Aduh …!” Dila merasa tidak enak.

***

Hafsah memasuki kamar di mana sang suami tengah duduk diam di tepi kasur. Pria itu memikirkan perkataan Dilla yang membuatnya merasa dirinya mulai berubah tanpa sadar karena Hafsah. Perubahan itu membuat Rashdan bingung, baikkah atau buruk?

Melihat wujud Hafsah, Rashdan berdiri dari posisinya dan berjalan memasuki kamar mandi dalam kebisuan. Hafsah sadar pria itu menghindarinya.

Setelah menutup pintu kamar, Hafsah mendekati kasur, duduk di posisi Rashdan tadi duduk. Sejenak ia diam berpikir, menebak apa yang ada di benak Rashdan sampai membuat pria itu duduk melamun.

Deringan ponsel yang ada di atas meja menghancurkan konsentrasinya berpikir. Ia mendekati meja, mengambil ponsel di mana terdapat nama Raihan di layar ponselnya.

“Assalamualaikum? Ada apa?” tanya Hafsah sambil duduk.

“Wa'alaikumussalam. Baru bangun? Suaramu terdengar tidak bersemangat.”

“Aku sudah mengantuk dan hendak tidur. Tapi kamu menghubungiku.”

“Maaf. Oh iya, boleh tanya sesuatu?” tanya Raihan, terdengar bersemangat dari seberang sana.

“Apa?”

“Kamu tidak mungkin punya pacar. Hmm … sudah ada calon? Nikah muda, yuk!” ajak Raihan tanpa basa-basi. “Pacaran tidak diperbolehkan sebelum akad. Jadi, kita nikah, yuk!” terang Raihan yang membuat Hafsah tersenyum bodoh.

“Menikah?” tanya Hafsah, sedikit kaget mendengar perkataan Raihan yang dianggap lelucon kekanak-kanakan.

Rashdan tidak jadi membuka pintu kamar mandi lebih lebar setelah mendengar kata menikah dari bibir Hafsah. Pria itu menguping pembicaraan Hafsah dan orang yang menghubungi istrinya itu yang tidak tertebak olehnya karena tidak mendengar suara lawan bicaranya. Namun, Rashdan tahu Hafsah tidak bergairah berbicara, itu terlihat dari ekspresi gadis itu.

“Kenapa? Sejak pertama kali aku melihatmu, aku merasa kamu itu jodohku.”

Hafsah tertawa ringan mendengar Raihan seakan pemuda itu tengah melawak.

“Bagaimana mungkin aku menikah denganmu. Aku sudah menikah,” ucap Hafsah tanpa sadar dengan ucapannya.

“Menikah?” Raihan merespons kaget.

Barulah Hafsah sadar dan membuatnya diam membeku sesaat dengan ekspresi kaget. Sejenak rasa panik menghantuinya, bingung memberikan penjelasan tanpa mengungkapkan kebenaran yang berusaha dilindungi oleh Rashdan.

Raihan tertawa dan berkata, “Ternyata kamu juga pandai melawak. Jika kamu menikah, aku pasti mendapatkankan beritanya karena kakakmu itu suami kakakku. Tapi, mengapa aku tidak tahu Kak Rashdan memiliki adik sepupu secantik kamu?”

Hafsah terpaksa tertawa ringan agar Raihan tidak curiga.

“Maaf, aku tutup teleponnya. Aku mau buang air kecil. Assalamualaikum,” ucap Hafsah dan memutuskan sambungan telepon karena tidak sanggup lagi berbicara dengan pemuda itu.

“Makin ke sini makin ribet saja. Sungguh melelahkan.” Hafsah kesal dan tidak sengaja mengarah pandangan ke pintu kamar mandi.

Wujud Rashdan membuat ekspresi kesal Hafsah berubah datar. Perlahan bibir gadis itu melengkung tersenyum dengan volume kecil untuk menyembunyikan ekspresi sebelumnya. Namun, senyuman itu tidak bertahan lama setelah melihat raut wajah datar Rashdan yang terasa aneh bersama langkah pria itu yang berjalan pelan ke arahnya.

1
Sofian
lama ya baru up lagi,lagi penasaran jga🫢
Fitri Nur Hidayati
iya pak syahril. kalo mau pisah beneran ka nunggu debay nya lahir dulu.
Fitri Nur Hidayati
lanjut thor
Baiq Susy Meilawati Syukrin
semangat ya thoor , cerita keren....💪
Hilda Hayati
lanjut thor
Baiq Susy Meilawati Syukrin
hmmmm...ribet bet bet.,.🤦🤦🤦
Hilda Hayati
jangan lama2 min kelanjutannya keburu lupa alurnya
Hilda Hayati
keren ceritanya, islami, biin penasaran.
Hilda Hayati
kapan kelanjutannya min, penasaran gmana jadinya hub mereka
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!