Pemuda tampan yang sakit-sakitan dan pengangguran di usianya yang telah 30 tahun meski bergelar sarjana, ia dicap lingkungan sebagai pengantin ranjang karena tak kunjung sembuh dari sakit parah selama 2 tahun.
Saat di puncak krisis antar hidup dan mati karena penyakitnya, Jampi Linuwih, mendapat kesempatan kedua.
Jemari petir, ilmu pengobatan, hingga teknik yang tak pernah ia pelajari, tiba-tiba muncul dalam pikirannya. Ia dipilih langit untuk mengemban tugas berat di pundaknya.
Mampukah ia memikul tanggung jawab itu? Saksikan perjalanan Jampi Linuwih, sang Tabib Pilihan Langit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11_ Kota Jahe
Jampi sekeluarga pun memilih pindah sementara, hanya membawa pakaian seperlunya beserta surat berharga. Perabotan dan rumah dititipkan kepada Nuri dalam hal persewaan dan perawatan.
Jampi membawa kedua orang tua dan istrinya ke kota Jahe, 150km ke arah tenggara dari kampung Rona. Mereka berangkat pagi buta, agar tetangga tidak ribut.
"Huh, hanya karena emas sebutir saja, aku telah menarik keluargaku hingga terusir dari kampung kami. Semoga ke depan kami bisa kembali lagi ke sini", batin Jampi, sesaat sebelum masuk ke dalam mobil rental menuju kota Jahe.
Erni yang sedari kemarin memantau keluarga Jampi pun merasa bahagia. Akhirnya musuhnya melarikan diri dari kampung. Bukti bahwa mereka memang bersalah. Itu lah yang Erni yakini.
Jampi sekeluarga menempuh perjalanan selama 4 jam. Di sana, mereka disambut adik pak Nuri. Kota Jahe adalah kampung halaman ketua RT.
Jampi menggunakan sebagian uang di rekeningnya untuk menyewa rumah yang lumayan bersih dan akses mudah ke pusat kota Jahe. Sebelumnya, Jampi telah memeriksa area kota dari peta online. Letak pasar, toko elektronik, dan sepeda listrik untuk memenuhi kebutuhan hidup selama di kota Jahe.
Di teras rumah, Jampi menyampaikan pengunduran dirinya melalui telepon.
" Maaf ya pak, saya memberi kabar mendadak. Keluarga kami mengalami musibah, kami harus pindah ke kota Jahe. Jadi, saya mohon undur diri dari konter", ujar Jampi menyampaikan maksudnya, meski sadar itu tidak etis.
Setelah ia menutup telepon dan menghembuskan nafas panjang, Nia mendekati suaminya dan memeluknya dari belakang.
"Sabar ya Pi. Em, apa rencana kamu sekarang?", tanya Nia.
" Aku akan ke toko sepeda listrik, ke pasar, kemudian mencari lowongan kerja teknisi di kota ini", ujar Jampi tertata. Jelas ia telah sigap merencanakan ini semua.
"Em, beli 2 atau 3 ya. Biar aku dan ayah atau ibumu bisa bepergian tanpa harus naik kendaraan umum", pinta Nia.
Jampi hanya mengangguk dan tersenyum kemudian mencium pucuk kepala Nia dengan lembut.
Siang itu, saat Jampi berada di pasar tradisional Jahe, ia mencari bahan obat untuk konsumsi pribadi. Selama ini, ia selalu mendapat resep herbal di kepalanya, entah bagaimana informasi itu muncul begitu saja.
" Cari apa saja mas?", tanya seorang tua penjaga toko herbal.
"Kunci, kencur, sirih kering, jintan hitam, daun salam kering, jahe, biji selasih, dan ketumbar", jawab Jampi. Penjaga itu pun sigap melayani permintaan Jampi sesuai takaran.
"Untuk apa ini semua?", pertanyaan penjaga toko untuk menguji, apakah pemuda ini sekedar pesuruh atau praktisi herbalis.
" Ah, hanya untuk konsumsi pribadi pak. Pertolongan sederhana saat sakit", jawab Jampi singkat.
"Memangnya, untuk sakit apa saja?", orang tua itu terus mengujinya dengan senyum di wajah.
" Ya, bergantung sakitnya pak. Umumnya saya pakai untuk memperbaiki daya tahan, mengoptimalkan proses penyembuhan luka, dan menengkan saraf yang tegang", jawab Jampi, terdengar begitu yakin dan spontan.
"Pengetahuanmu cukup baik nak. Apa kamu buka praktik herbalis?", tanyanya lagi sembari menyerahkan bungkusan herbal yang tertata rapi.
" Tidak pak, hanya untuk pribadi. Berapa ini semua?", sahut Jampi sembari menyerahkan uang 50 ribuan.
"Murah saja, 40 ribu semua", jawab sosok lelaki tua itu sembari memberikan kembalian.
" Kalau kamu mau, di sebelah pasar ini ada klinik herbalis. Mungkin kamu bisa melamar di sana, sedang dibutuhkan asisten tabib. Lumayan lah gajinya, bisa 5 juta satu bulan", tawar penjaga toko itu.
"Oh, begitu. Terima kasih pak atas informasi dan keramahannya. Akan saya lihat dahulu", jawab Jampi sopan.
Pria tua itu hanya mengangguk dan tersenyum. Ia terus memandangi Jampi hingga tak terlihat lagi.
Usai ke pasar, Jampi mengunjungi toko sepeda listrik, 1 km dari pasar dengan berjalan kaki. Suasananya begitu terik, jauh berbeda dengan kampung Rona yang begitu asri.
Jampi menemukan klinik herbalis yang dimaksud penjaga toko tua tadi di sebelah pasar, tepatnya 100 meter di utara pasar.
Tak lama, Jampi sampai ke toko sepeda listrik. Jampi yang datang dengan berjalan kaki, nampak berkeringat deras dan wajah yang kusam karena polusi udara, diabaikan oleh pelayan toko. Tanpa ambil pusing, ia segera melihat-lihat koleksi toko dan memilih tiga sepeda.
" Ada yang bisa dibantu?", tanya sales perempuan berkulit sawo matang mendekati Jampi.
"Em, saya beli yang biru, merah, dan abu-abu itu ya", ucap Jampi tanpa basa basi menanyakan harga.
" Tiga unit sekaligus? Tunai atai kredit kak?", tanya perempuan berwajah manis itu.
"Di mana saya harus membayar?", alih-alih menjawab, Jampi ingin segera pergi dari toko itu.
" Oh, mari ikut saya", sales itu tetap mengantarnya ke kasir.
"Tiga unit seri auto recharge?", tanya kasir berkulit putih itu memastikan. Jampi hanya mengangguk.
" Tunai atau kredit?", lanjut kasir itu.
Tanpa menjawab, Jampi memberikan kartu debit kepada kasir.
"Totalnya untuk Uwinfly Gatra 3.700.000 dikali 3, yakni 11.100.000. Bagaimana?", sales itu tak mau menanggung risiko kesalahan dan berulang kali memastikan.
" Tambahkan 400.000 untuk fee sales ini", ujar Jampi. Sontak sales itu begitu bahagia. Ini hari ke tujuh ia bekerja, namun belum mendapat satu pelanggan pun karena masih junior.
Pembayaran telah ditunaikan, kasir dan sales itu serempak mengucapkan terima kasih. Beberapa mata yang semula meremehkan pun nampak kecewa. Dua dari tiga sepeda dikirim ke rumah kontrakan Jampi. Sisanya ia gunakan untuk moda transportasi yang hemat dan nyaman.
Sebelum meninggalkan toko, sales itu kembali menghampiri Jampi dan menitipkan kartu nama jika sewaktu-waktu klaim garansi atau membeli lagi.
"Terima kasih dan sampai jumpa lagi", ujar perempuan itu sembari tersenyum manis. Nampak kartu itu bertuliskan nama Indah Selasih.
Jampi hanya tersenyum dan menyimpan kartu itu. Ia bergegas ke toko elektronik untuk mencari lowongan teknisi. Jelas karena bidangnya sekarang adalah elektronik. Meski bisa pengobatan, itu adalah skill ke dua.
Sore itu, nampak Jampi pulang ke rumah kontrakan mereka. Nia tengah asyik mencoba sepeda listrik di halaman yang cukup luas untuk parkir 3 mobil suv. Bu Eki tengah duduk santai di teras, mengobrol sembari menikmati teh melati hangat bersama pak Joni.
" Assalamu'alaikum ", pekik Jampi dengan wajah penuh senyum.
" Wa'alaikumussalam, bagaimana Pi?", tanya Nia sembari membantu suaminya meletakkan herbal dan memberinya segelas air putih.
"Ya, alhamdulillah. Lancar", mereka pun berbincang santai, menikmati suasana dan lingkungan baru. Nampak wajah bu Eki yang bahagia namun masih sendu karena harus meninggalkan kampung Rona.
" Kita akan kembali ke sana, insyaa Allah bu", ujar Jampi, berusaha menenangkan ibunya.
Bu Eki hanya tersenyum. Setitik air mata nampak di pelupuk matanya. Ia bangga dengan ketegasan dan kedewasaan putranya yang dulu dikatakan sebagai beban keluarga.
"Apa rencana kamu berikutnya nak?", tanya pak Joni penasaran. Pak Joni adalah mantan veteran perang, pemegang senjata serbu dan spesialis ranjau yang sarat pengalaman.
" Ya, kita terima dan nikmati saja perjuangan hidup ini pak. Saya akan berusaha bekerja dan menjaga keluarga ini", jawab Jampi ringan, agar tidak membebani pikiran kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia.
"Lalu, kantong semar itu?", celetuk pak Joni, sontak membuat mata Jampi terbelalak. Ia memandang Nia yang tertunduk, merasa bersalah.
" Jangan salah kan menantuku. Aku menemukan kantong itu sendiri dan menanyakan perihal itu kepadamu", lanjut pak Joni.
"Apa bapak tahu tentang kantong semar?", heran Jampi.
lanjuttt.... semangattt