Menjadi pria idaman banyak wanita? Sungguh tidak pernah terlintas dalam pikiran seorang pemuda berusia 22 tahun yang akrab dipanggil Bayu.
Pemuda kampung yang tidak pernah percaya diri untuk menjalin hubungan spesial dengan wanita, tidak pernah menyangka, keputusannya merantau ke ibu kota, membuat Bayu menjadi pria yang paling diinginkan para wanita.
Apakah hal itu membuat Bayu senang? Atau justru Bayu akan mendapat banyak masalah karenanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ke Rumah Amanda Lagi
Di sana, di taman belakang rumah berlantai dua, Bayu masih terlibat obrolan santai dengan janda cantik yang penampilannya sangat menggoda lawan jenisnya.
Bayu sendiri sempat terbesit rasa heran. Kok bisa, wanita secantik Mira masih diselingkuhi. Padahal, berdasarkan cerita dari wanita itu, Mira termasuk wanita yang mandiri.
Sepanjang obrolan, mata Bayu juga sesekali melirik ke arah bagian ketiak Mira yang begitu mulus. Belum lagi bagian kaki jenjangnya hingga ke atas, membuat Bayu kadang berpikir kotor.
"Mbak Mira nggak ada niat, untuk menikah lagi?" tanya Bayu, terdengar semakin santai nada bicaranya. Mungkin karena merasa sudah lebih akrab jadi pemuda itu sudah tidak merasa canggung lagi.
"Bukan nggak ada niat, Bay, tapi belum ada niat. Apa lagi aku nggak tahu, laki-laki mana lagi yang harus aku percaya," balas Mira sembari diiringi senyuman tipis. "Aku yakin, kamu sebenarnya pengin tanya, laki-laki yang kemarin namanya disebut oleh Gio?"
Bayu sedikit kaget. Pikiran pria muda itu pun mencoba kembali mengingat kejadian kemarin. Sebenarnya Bayu lupa dan tidak terlalu peduli tentang hal itu. Karena Bayu merasa tidak akan sampai sejauh ini mengenal janda itu.
Namun, karena Mira menanyakannya, Bayu pun pura-pura mengiyakan sambil tersenyum. "Iya Mbak, hehehe...."
Bibir Mira sontak mencebik lalu dia juga tersenyum. "Namanya Teguh. Awalnya aku pikir dia pria yang baik karena terlihat begitu sayang sama Gio. Tapi makin ke sini, makin kelihatan sifat aslinya."
"Sifat aslinya? Apa dia jahat?" tanya Bayu jadi penasaran.
"Dibilang jahat ya bisa jadi. Dia doyan judi dan pernah ketahuan bareng wanita di sebuah motel," terang Mira.
"Owalah. Tapi kok kemarin Gio bilang, Mbak Mira sering nangis gara-gara Om Teguh?"
Mira lantas kembali tersenyum. "Sebenarnya, nggak sering juga. Cuma ya pernah aku nangis, dan kebetulan Gio lihat. Karena itu, Gio bilang kayak kemarin."
"Oh..." balas Bayu sambil manggut-manggut. "Mungkin karena Gio sayang banget sama ibunya ya, Mbak?"
"Hahah... mungkin," balas Mira nampak ceria hingga senyumnya menular ke Bayu.
Hingga beberapa puluh menit kemudian, obrolan diantara mereka pun harus berhenti. Karena sudah kehabisan topik pembicaraan, Bayu pun memilih pamit dengan alasan sudah agak sore dan harus pergi ke tempat lain.
Meski agak keberatan, Mira tentu saja harus membiarkan Bayu pergi. Mira tahu tujuan Bayu setelah ini akan kemana. Mira pun tidak ada hak untuk melarangnya karena dia sadar, dia bukan siapa-siapanya Bayu.
"Tuh anak, makin kotor dan berkeringat, kenapa semakin ganteng ya?" gumam Mira begitu motor yang dikendarai Bayu menjauh.
Mira tersenyum tipis lalu dia melangkah masuk ke dalam kamar dan mengunci pintunya. "Duh, Bayu benar-benar meresahkan banget," ucapnya sembari melepas daster dan naik ke atas ranjang.
Bayu sendiri, melajukan motornya dengan perasaan yang cukup was-was. Sesekali pemuda itu melihat kaca spionnya. Namun sejak meninggalkan rumah Mira, Bayu sama sekali belum melihat tanda-tanda orang yang mengikutinya.
"Mereka kemana? Perasaan, tadi mereka mengikutiku sampai ke komplek rumah Mbak Mira?" gumamnya penuh tanya.
Tanpa Bayu sadari, orang yang mengikutinya kini menggunakan kendaraan yang berbeda. Mereka menggunakan roda empat dan sekarang bukan berdua tapi bertiga.
Setelah tadi mengadakan pertemuan yang lokasinya tidak jauh dari komplek perumahan dimana Mira tinggal, dua orang yang tadi mengikuti Bayu, di tambah seorang wanita, memilih menunngu Bayu di lokais yang tidak jauh dari pintu gerbang kompleks perumahan itu.
"Kita bergeraknya kapan, nih?" tanya pria yang masih mengenakan jaket biru dan duduk di jok belakang. "Ini tempat sepi loh. Kenapa nggak bergerak sekarang aja?"
"Astaga! Kamu boddoh atau beego sih! Ini masih siang. Masa bergerak jam segini," balas rekannnya dengan kesal. "Kan tadi sudah direncanakan, waktu untuk kita bergerak. Masa kamu nggak ingat?"
Bibir pria berjaket biru seketika mencebik. "Ya kali aja, Neng Susan berubah pikiran. Ya nggak, Neng?"
Wanita bernama Susan yang memegang kendali mobil sontak tersenyum. "Nggak lah. Kita tetap menggunakan rencana awal saja. Yang penting kalian fokus dulu, nyari tempat yang pas untuk menjalankan rencana kita."
"Tuh, kan, huu!" seru pria berjaket hitam yang duduk di sebelah Susan. Lalu, pria itu kembali melempar pandangannya ka arah Susan. "Jadi, yang perlu kita lakukan sekarang adalah, kita menentukan lokasi?"
Susan mengangguk. "Iya. Makanya kita sekarang harus tahu jalan mana aja yang dilewati tu anak. Biar kita mudah menentukan lokasinya."
"Okeh!" jawab dua pria itu kompak.
Sedangkan di kubu lain, kelompok yang menamakan dirinya Elang hitam, juga sedang memberi arahan kepada wanita yang akan mereka gunakan untuk menjebak Bayu.
"Ingat! Kamu harus bersikap wajar. Jangan sampai mereka curiga, mengerti!" titah pria bertubuh tambun dengan suara yang cukup lantang.
"Baik, Tuan," balas seorang wanita sembari menunduk.
"Ya sudah, sana cepat turun! Aku akan awasi kamu dari sini," pria itu kembali memberi perintah. Tanpa membuang waktu lama, wanita itu segera turun ke jalan, lalu melangkah menuju sebuah bangunan yang menjadi kantor dan tempat tinggal Bayu.
Sedangkan di kantor Bayu, saat ini ada seorang wanita yang terlihat sedang menahan amarah dan kecewa di wajahnya. Entah apa yang membuat wanita itu bersikap demikian, tapi pemilik usaha tersebut terlihat sedang memberi penjelasan.
"Maaf, Nona, bukannya saya menolak. Sedari tadi saya sudah menjelaskan, kalau jadwal tugas anak itu lumayan banyak. Apa lagi dia masih karyawan baru dan tidak memiliki pengalaman sebagai pengawal. Jadi dia belum berani memberi kepastian," ucap sang Bos penuh kesabaran.
"Ya kan nanti saya yang akan meunjukkan,tugas apa saja yang bisa dia lakukan," wanita muda dari keluarga kaya raya itu nampak begitu kesal. "Ya sudah deh, gini aja, jam berapa anak itu pulang?"
"Paling seperti kemarin, menjelang senja. Kalau kerjaannya agak banyak ya bisa sampai malam," balas Sang Bos dengan santainya.
"Ya udah, saya tunggu aja dia pulang. Biar nanti saya yang ngomong sama dia."
Sang Bos sontak terkesiap. "Waduh, Nona Karina. Apa itu tidak merepotkan anda?"
"Nggak apa-apa. Lagian saya lagi nggak ada kerjaan. Anda tidak keberatan kan, saya nungguin karyawan anda pulang?"
"Oh, tentu saja tidak. Ya sudah, anda silahkan duduk di sana, karena saya harus melayani tamu berikutnya."
Tanpa memberi tanggapan, wanita bernama Karina lansung bangkit. Di saat bersamaan, terlihat seorang wanita masuk ke ruangan yang sama setelah dipersilahkan oleh sang bos.
Bayu sendiri, saat ini sudah sampai di depan gerbang rumah Amanda. Berdasarkan petunjuk si pemilik rumah, Bayu sudah dikasih tahu kalau dia bisa masuk ke dala, lewat pintu kecil, di dekat gerbang
Setelah masuk dan mengunci pintu tersebut, Bayu melangkah lewat pintu samping yang menuju ke belakang.
Ketika Bayu sampai di area kolam renang, langkah kaki anak muda itu langsung terhenti kala matanya melihat sesuatu.