NovelToon NovelToon
Istri Dari Ketua Geng Motor

Istri Dari Ketua Geng Motor

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:16.6k
Nilai: 5
Nama Author: Laura Putri Lestari

Air mata terus mengalir dari sepasang bola mata abu-abu yang redup itu. Di dalam kamar sempit yang terasa semakin menyesakkan, Aria meringkuk, meratapi nasib yang menjeratnya dalam belenggu takdir yang tak pernah diinginkannya. Aria, gadis polos nan culun, begitu pendiam dan penurut. Orang tuanya memaksanya untuk menikah dengan anak dari bos ayahnya, sebagai jalan keluar dari kejahatan sang ayah yang telah menggelapkan uang perusahaan. Aria tidak berani menolak, tidak berani melawan. Ia hanya bisa mengangguk, menerima nasib pahit yang seolah tak ada ujungnya.

Tanpa pernah ia duga, calon suaminya adalah Bagastya Adimanta Pratama, lelaki yang namanya selalu dibicarakan di sekolah. Bagastya, si ketua geng motor paling ditakuti se-Jakarta, pemimpin SSH yang tak kenal ampun. Wajahnya tampan, sorot matanya dingin, auranya menakutkan. Dan kini, lelaki yang dikenal kejam dan berbahaya itu akan menjadi suami dari seorang gadis culun sepertinya. Perbedaan mereka bagaikan langit dan bumi—mustahi

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Laura Putri Lestari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Malam yang Mengerikan

Sore itu, setelah sekolah usai, Aria dan Vernon masih berada di ruang klub musik. Mereka sedang sibuk menyiapkan lagu yang akan mereka bawakan di acara Hari Kemerdekaan nanti. Hari itu terasa panjang, namun mereka berdua begitu tenggelam dalam irama dan nada yang mereka ciptakan bersama, hingga waktu berlalu tanpa mereka sadari.

Aria dengan serius mencatat lirik yang baru saja mereka ciptakan, sementara Vernon fokus pada gitarnya, mencoba menemukan melodi yang paling pas. Sesekali, mereka berhenti untuk mendiskusikan perubahan kecil, menyempurnakan setiap detail lagu. Semangat mereka terpancar, dan keduanya merasa bahwa ini akan menjadi penampilan yang sangat istimewa.

Namun, ketika Vernon melihat jam di dinding, dia tersentak. "Aria, lihat, sekarang udah jam 10 malam. woah, aku nggak nyangka kita bakal se-larut ini ngerjain ini semua."

Aria terdiam sejenak, lalu segera membereskan barang-barangnya dengan cepat. "Aku harus pulang sekarang, Vernon. Bagas pasti marah kalau aku pulang telat."

Vernon mengangguk, merasa sedikit bersalah karena tidak menyadari waktu lebih cepat. "Aku anterin, ya? Udah malem banget nih."

Aria tersenyum tipis, mencoba menenangkan Vernon. "Nggak usah, Vern. Apartemenku nggak jauh, aku bisa jalan kaki. Kamu juga harus istirahat. Besok kita lanjut lagi, oke?"

Mereka berpisah di depan gedung sekolah, dan Aria mulai berjalan pulang dengan langkah cepat. Udara malam yang sejuk menyelimuti tubuhnya, namun hatinya merasa gelisah. Jalanan di sekitar sekolah sudah sepi, dan tak ada lagi kendaraan umum yang lewat.

Aria mempercepat langkahnya, memilih melewati gang sempit yang tembus langsung ke dekat apartemennya. Gang itu gelap, hanya diterangi oleh beberapa lampu jalan yang sudah kusam. Meskipun begitu, dia merasa ini adalah cara tercepat untuk sampai ke rumah.

Namun, di tengah perjalanan, Aria merasakan sesuatu yang tidak beres. Langkah kakinya terhenti ketika tiga sosok pria muncul dari bayangan. Pria yang tampak kasar, dengan senyum licik yang membuat Aria merasa tidak nyaman.

"Heh, mau kemana, Cantik?" Salah satu dari mereka mendekat, matanya berkilat dengan niat jahat.

Aria mencoba berbalik dan lari, namun jalan keluar sudah dihadang oleh dua pria lainnya. Jantungnya berdegup kencang, dan tubuhnya mulai bergetar. Ketiga pria itu mendekatinya, semakin dekat hingga Aria bisa mencium bau alkohol yang menyengat.

"Jangan takut, kita cuma mau kenalan," goda salah satu dari mereka sambil menyolek bahu Aria. Mereka tertawa, lalu mereka menatap Aria dengan tatapan yang mengerikan.

Aria menundukkan kepala, tubuhnya kaku karena ketakutan. Air mata mulai mengalir deras dari matanya. Dia ingin berteriak, namun suaranya seakan terperangkap di tenggorokannya. Gang ini sunyi, tak ada rumah penduduk yang bisa mendengar teriakannya. Aria memundurkan tubuhnya, hingga punggungnya menabrak dinding di belakangnya. Kini dia benar-benar terpojok.

Ketiga pria itu terus mendekat, membuat Aria semakin panik. "Tolong...," bisiknya, namun suaranya tak lebih dari desahan ketakutan.

Aria berharap, berharap seseorang akan datang menolongnya. Tapi di dalam hati kecilnya, dia merasa terperangkap, sendirian dalam kegelapan yang menakutkan. Air matanya terus mengalir deras, sementara ketiga pria itu semakin mendekat, membuat Aria merasa tak berdaya.

Aria semakin merasa terpojok, dengan tubuh yang bergetar dan air mata yang terus mengalir, hingga.......

Vrooom...Vrooom.....

tiba-tiba suara deru motor terdengar mendekat dengan cepat. Semua preman itu berhenti sejenak, menoleh ke arah suara yang semakin keras. Sebuah motor besar berhenti di ujung gang, lampu depannya menyilaukan mata para preman.

Dari motor itu, Bagastya turun dengan cepat, matanya menyala penuh amarah saat melihat kondisi Aria yang ketakutan. Tanpa berpikir dua kali, Bagastya melangkah maju, mendekati ketiga preman yang kini tampak terkejut.

"Heh, siapa lo? Mau sok jagoan, ya?" salah satu preman menantang, namun suaranya terdengar goyah.

Bagastya tidak mengucapkan sepatah kata pun. Dengan sekali gerakan, dia menghantam preman yang paling dekat dengannya, membuat pria itu terjungkal ke belakang. Dua preman lainnya mencoba melawan, namun Bagastya bergerak dengan kecepatan dan kekuatan yang mengejutkan. Dia menghajar mereka satu per satu, tak memberikan sedikit pun kesempatan untuk melawan. Pukulan demi pukulan mendarat dengan telak, membuat ketiga preman itu terkapar di tanah, meringis kesakitan.

Setelah memastikan bahwa mereka tidak akan bangkit lagi, Bagastya mendekati Aria yang masih gemetar ketakutan di dinding. Dengan hati-hati, dia menyentuh pundak Aria, namun sentuhannya langsung dihempas oleh Aria yang masih dalam kondisi panik.

"Aria, ini Gue... Bagas," katanya dengan suara lembut, berusaha menenangkan istrinya yang ketakutan. "Buka matanya, lo aman sekarang, gua ada di sini."

Mendengar suara Bagastya, Aria perlahan mengangkat wajahnya yang basah oleh air mata. Begitu melihat bahwa Bagastya yang berdiri di depannya, hatinya terasa sedikit lega. Tanpa berpikir panjang, dia langsung melompat ke pelukan suaminya, menangis dengan terisak-isak di dadanya.

Bagastya memeluk Aria erat, merasakan tubuhnya yang masih bergetar karena ketakutan. "Tenang, Gua di sini. Mereka nggak bakal ganggu lo lagi," bisiknya sambil mengusap punggung Aria dengan lembut, mencoba menenangkan perasaan istrinya yang sedang kacau.

Aria hanya bisa memeluk Bagastya lebih erat, merasakan kehangatan dan perlindungan yang dia butuhkan saat ini. Perlahan, ketakutannya mulai mereda, digantikan oleh rasa aman yang datang dari pelukan Bagastya.

Aria terus memeluk Bagastya erat, merasakan tubuhnya perlahan mulai tenang. Dia tahu betapa besar ketakutan yang baru saja dialami istrinya, dan hatinya terasa perih melihat Aria dalam kondisi seperti ini. Bagastya menunduk, menyentuh lembut rambut Aria, mencoba menyalurkan ketenangan lewat sentuhannya. Tapi dirinya sangat maah kepada Aria yang terlalu larut dalam dunia Musiknya.

"Ayo kita pulang," ucap Bagastya dengan suara datar.

Aria hanya mengangguk kecil, tidak mampu berkata apa-apa. Dia merasa lelah, baik secara fisik maupun emosional. Rasa syok masih menggantung di dalam dirinya, meskipun kehadiran Bagastya sudah membuatnya merasa lebih aman.

Bagastya melepaskan pelukan Aria perlahan, menatap wajahnya yang masih tampak pucat dan lelah. Dia menyeka sisa air mata yang mengalir di pipi Aria, lalu memegang tangannya dengan lembut. dia melakukan itu semua dengan Raut wajah yang datar dan mengerikan, Aria jadi takut melihat wajah suaminya itu.

Sepanjang perjalanan di atas motor, Aria hanya bisa terdiam, masih merasakan sisa-sisa ketakutan dari kejadian tadi. Bagastya pun tak banyak bicara, fokus mengemudi dengan hati yang bergejolak, perasaan lega karena berhasil melindungi Aria bercampur dengan amarah yang menumpuk di dalam dirinya.

Sesampainya di apartemen, Bagastya mematikan mesin motor dan segera turun. Aria mengikuti dengan langkah pelan, menundukkan kepala karena tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Begitu mereka masuk ke dalam apartemen dan menutup pintu, keheningan yang berat menyelimuti ruangan.

Bagastya berdiri dengan kedua tangan mengepal, berusaha menahan emosinya. Akhirnya, dia tidak bisa lagi menahan diri dan menatap Aria dengan tatapan penuh kekecewaan.

"Aria, kenapa lo bisa pulang selarut ini?!" suaranya penuh amarah, namun masih berusaha untuk tidak terlalu meledak. "Lo tahu nggak apa yang bisa terjadi kalau gua nggak datang tepat waktu tadi?!"

Aria menunduk, menggigit bibirnya, merasa bersalah. "Aku... aku nggak sadar waktu, Bagas. Aku minta maaf," jawabnya pelan, suaranya hampir tidak terdengar. Dia tahu ini kesalahannya dan tidak berani membantah sedikit pun.

Bagastya mendekati Aria, perasaan campur aduk di dalam dirinya membuatnya semakin frustasi. "Aria, gua nggak melarang lo ikut klub musik, tapi lo harus tahu batasnya! Pulang larut malam kayak tadi itu bahaya! Apalagi kalau jalan kaki sendirian kayak tadi... Lo ngerti nggak betapa cemasnya gua tadi? Gua gak mau di marahin mama hanya karena lo yang gak ingat waktu"

Aria mengangguk pelan, matanya mulai kembali memanas karena merasa bersalah. "Aku ngerti, Bagas. Aku benar-benar minta maaf. Aku janji nggak akan ngulangin lagi."

Bagastya menatap Aria dengan tatapan yang sulit diartikan, antara marah, khawatir, dan lelah. "Gua cuma pengen lo aman, Aria. Gua gak bisa selalu ada di deket lo tiap saat. Makanya gua perlu lo lebih tanggung jawab sama diri lo sendiri."

Aria hanya bisa mengangguk kecil, matanya berkaca-kaca. Dia tahu betapa Bagastya mengkhawatirkannya, dan itu membuatnya merasa semakin bersalah. "Aku ngerti, Bagas. Aku janji bakal lebih hati-hati lagi. Maaf udah bikin kamu cemas."

Bagastya yang mendengar itu mendengus kasar lalu memasuki kamar meninggalkan Aria di sana seorang diri.

--

1
JoddyRizka Permana Putra
baik
Retno Harningsih
up
Neneng Dwi Nurhayati
kak buat Aria pergi jauh dari Bagas,kasian
Nabila
jangan berharap dengan orang yang gak mengerti dengan perasaanmu aria, carilah orang yg benar benar sayang kamu , bagastya pasti akan menyesal menyakiti cewek sebaik kamu
Erma Triwiyatmi
Luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!