Follow dulu sebelum baca
- up seharian - hari kecuali Sabtu
- up mood g bias nggak di up
Hanya mengisahkan seorang gadis kecil berumur 10 tahun yang begitu mengharapkan kasih sayang seorang Ayah. Satu satunya keluarga yang ia miliki di dunia.
Tapi bukannya sebuah kasih sayang yang ia dapatkan melainkan kekerasan yang ia sering dapatkan dari sang Ayah, tak membuat tekednya luntur karena hati kecilnya selalu yakin bahwa Ayahnya pasti akan menyayanginya suatu saat nanti.
Meski mental dan fisiknya sudah hancur ia terus menghujani sang Ayah dengan kasih sayangnya.
Sampai dimana satu kejadian menimpanya tepat di hari ulang tahun Ayahnya ia meninggal.
bagaimana kisah selanjutnya? ayo ikut kisah ini
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ruby Lane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18: FAMLIY POSSSESSIV ⋆ ˚。⋆୨ ୧⋆ ˚。⋆
𝑯𝒂𝒑𝒑𝒚 𝒓𝒆𝒂𝒅𝒊𝒏𝒈 !!,
...----------------...
Menjelang malam setelah semua selesai makan tanpa terlewat, malam ini begitu ramai dengan teman teman Aidan dan juga dua keponakannya terutama Teo.
Agasta dengan telaten menyuapi putrinya yang sudah wangi khas bayi dengan pakaian tidurnya yang lucu, kebrutalan hari ini Agasta tak memandikan putrinya yang sudah di dahului putranya yang berinisiatif menyerahkan Anya pada salah satu Maid untuk memandikannya.
Agasta menaruh curiga dengan gerak gerik putranya saat ini.
Sedangkan Aidan menunggu waktu yang tepat untuk berbicara dengan Ayahnya, setelah apa yang terjadi di halaman belakang Mansion Aidan urung memberitahu Agasta.
Bukan waktu yang tepat setelah mendegar cerita dari Abangnya Alaska, ia tidak sengaja berpapasan dan menanyakan apa yang bicarakan Ayahnya tadi, Alaska menceritakan apa yang di alami Ayahnya saat ini.
la masih bingung harus cerita di mulai dari mana? Bagaimana bisa luka di alam mimpi terbawa hingga dunia nyata pada tubuh adiknya. Semua tidak masuk akal, bukan?
Dan mungkin ini saling berhubungan dengan mimpi Ayahnya?
"Paman! Biarkan kami bermain, Ayolah. Aku akan menyuapi boneka cantik janji deh" ucap bocah itu yang sedari tadi menunggu padahal waktu makan malam sudah lewat. Bosan melihat totonan dan juga game, niatnya kesini untuk bermain dengan Anya.
Sean, menutup sambungan telepon dari istrinya. Azura tadi pamit pergi bubur meminta izin karena memiliki acara dadakan bersama temannya, Sean memberikan izin tidak juga istrinya berkumpul dengan teman temannya.
bang! ya ampun kita tidak akan membawanya pergi" gemas Sean pada Agasta. Agasta tidak menanggapi Sean, Anya menolak suapan Ayahnya, sudah kenyang ia sudah makan dan sekarang sang Ayah memberinya camilan bubur dengan rasa coklat ke sukaanya.
Mata mengerjap ketika Ayahnya mengelap bibirnya dengan tisu basah" au ain. Anya cudah kenyang yayah, tulun" ucapnya, badannya bersiap untuk turun.
Agasta menahan tubuh mungil putrinya"sebentar sayang minum dulu" yang di terima dengan baik oleh si mungil. Menurunkan putrinya dari pangkuan setelah selesai dan di sambut langsung oleh kedua bocah laki laki yang sudah sedari tadi menunggu.
Deon dengan wajah datarnya terlebih dulu mengambil tangan yang nampak berisi itu untuk di genggam, mengambil langkah sedikit terburu buru meninggalkan adiknya yang menatapnya tanpa berkedip.
Begitupun dengan kedua orang dewasa yang turut menatap kepergian Deon, putra dari Sean yang minim sekali ekspresi, tak ingin berdekatan dengan orang lain, senang dengan kesunyian hari ini nampak berbeda.
"Apa ini yang di sebut diam diam menghanyutkan?" ucap Sean, tak percaya, Tio langsung pergi menyusul. Agasta, tak heran putrinya yang mengemaskan bisa menarik perhatian dan meluluhkan hati orang orang keras
sepertinya, memikirkan hal itu pikirannya tertuju pada pria tua yang tak lain Ayahnya.Kebencian itu pasti masih ada, akankah Ayahnya juga luluh ketika melihat putrinya ini.
Rasa khawatir mulai menyerangnya saat ini, kabar bahwa ia menyangi putrinya belum sampai pada telinga pria tua itu. Apa lagi rencana sang Ayah saat itu, tidak ia tidak ingin
berpisah dengan putrinya.
"Bang!, malah apa kau pikirkan?" ucap Sean menepuk bahu Agasta, sebenarnya ada rasa kesal sedari tadi ia berbicara namun tak dapat tanggapan dari lawan bicaranya.
"Bagaimana tanggapan Ayah tentang putriku nanti, Sean? Aku sudah menyanginya. Ayah berencana untuk memisahkan putriku dari keluarga ini dan aku sempat menyetujuinya" Sean membulatkan matanya, pria itu dengan cepat duduk di samping Agasta dengan sorot mata serius"jadi? kita bicarakan kembali dengan Ayah."
Memejamkan matanya sejenak" itu yang pikirkan sekarang akhir akhir ini Ayah tidak menghubungiku aku sudah mencoba terakhir kali panggilanku selalu di tolak"
Sean mengetahui perangai Ayahnya jika sudah begitu mungkin pria tua itu sudah memiliki rencana" Sepertinya dia sudah memilki aku tidak ingin membuang waktu lagi Sean, aku hampir lupa bahwa Ayah memiliki rencana untuk
Sean mengagguk membenarkan" Besok kita kunjungi Mansion Ayah jika pun pria tua itu tak ada kita bisa menginap di sana bersama dengan putrimu, aku yakin Ayah akan berubah pikiran setelah melihat cucu perempuan satu satunya, dulu Ayah begitu menyangi almarhum kakak ipar bukan? Maka yakinlah semua pasti akan baik baik saja.
Kebencian itu akan sirna sama seperti kita"Sean dengan tangan mengepal ke atas memberi semangat pada Agasta.
Agasta dengan kaku mengangguk menyetujui ide adiknya tidak buruk." hmm besok kita kunjungi Mansion Ayah"
...----------------...
Teman teman Aidan berkumpul di balkon lebih tepatnya di kamar pemuda itu.
Saka memetik senar gitar di tangannya, tidak menentu pikiran mereka sama kacaunya dan juga bingung. Xander bahkan pria yang biasa berwajah datar itu kini termenung, tak jauh berbeda dengan Aidan.
Zegran mengambil satu roko dari sakunya di cegah temannya Saka" Asap nanti dengan batuk deket deket lo" ujarnya, lebih tepatnya asap yang menempel di baju. Zegran urung kembali memasukkan rokok kedalam sakunya.
Saka memusatkan pandangannya pada Aidan, menyimpan gitar di bawah meja.
"cepat atau lambat bokap lo pasti tau Aidan, gue perkiraan besok juga tau feeling gue sih gitu. Hari ini lolos, nah Abang lo juga Alaska, Xavier berhak tau"
Aidan mengepalkan tangannya, pemuda itu ingin sekali bertemu dengan seseorang di mimpi adiknya. la ingin membalas rasa sakit adiknya" Besok gue kasih tau bokap gue tapi gak hari ini, bokap gue butuh istirahat"
Xander menyetujui Aidan, mereka masih bingung menjelaskan dari mana dulu.
...----------------...
Anya mengangguk antusias lantas menatap hasil karyanya di wajah Deon dengan teliti hingga begitu dekat" stiker yang ia tempel berbentuk bintang yang hampir jatuh.
"hihihi cudah lapi ini" tangan gempalnya menunjuk pipi Deon, Deon hanya diam saat tatapan polos dan wajah menggemaskannya itu begitu dekat dengannya, sadar Pipinya terlihat memerah malu saat senyuman manis di tunjukkan untuknya.
Anya, kembali membuka stiker yang di bawa oleh Deon, sengaja untuk mereka bermain. Deon sengaja tidak membawa alat pewarna takutnya, anak seusia Anya akan mencoretnya di tembok.
Teo menggembungkan pipinya menempelkan semua stiker di wajahnya, mengapa kakak nya selalu mendapatkan perhatian lebih dari boneka cantiknya sedangkan dirinya?
Anya menoleh melihat tingkah Teo Dengan wajah masamnya, sesekali mendengus" no angan anyak anyak nanti tidak bica melihat mbang eo!" ucapnya beranjak dari tempatnya menghampiri. tangannya dengan antusias melepas stiker yang hampir memenuhi wajah Teo.
Deon menatap Adiknya datar mengganggu saja, ia juga suka di perhatikan oleh gadis kecil itu. Rasanya menyenangkan mempunyai teman?
Mari kita lihat kedepannya ketika kakak beradik itu saling memperebutkan perhatian gadis kecil itu kedepannya.
...----------------...
TBC
izin mampir ya Thor 🙏