Sekuel Touch Me, Hubby
🍁🍁
Perjodohan karena hutang budi, membuat Sherinda Agastya, gadis cantik dan sedikit ceroboh itu terpaksa menerima pernikahan yang tidak dia inginkan sama sekali. Parahnya lagi orang yang dijodohkan dengannya merupakan kakak kelasnya sendiri.
Lantas, bagaimana kehidupan mereka setelah menikah? Sedangkan Arghani Natakara Bagaskara yang merupakan ketua Osis di sekolahnya tersebut sudah memiliki kekasih.
Bagaimana lanjutan kisah mereka? Baca yuk!
Fb : Lee Yuta
IG : lee_yuta9
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lee_yuta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perdebatan Kecil
Bab. 17
Malam harinya, tidak ada pesta resepsi yang di adakan oleh mereka. Karena sebisa mungkin Rinda menekankan untuk tidak terlalu membeberkan pernikahannya. Agar dirinya bisa menjalani hidupnya sebagai remaja pada umumnya. Tanpa menyandang status yang lain.
Saat ini mereka berada di ruang tengah rumah keluarga Agastya. Berbincang ringan, namun tidak bagi Ghani dan ayah Aga. Meskipun Ghani masih seorang pelajar, namun rupanya pria muda itu mengerti banyak mengenai perusahaan. Bahkan ayah Aga saja sangat bangga dengan menantunya tersebut.
"Wah ... Ayah nggak nyangka kalau Langit benar-benar keras padamu, Gha," ucap ayah Aga yang seolah baru mengetahui fakta mengenai cara sahabatnya itu mendidik anaknya hingga menjadi seperti itu.
"Seperti itu lah, Yah. Papa nggak pernah main-main kalau tentang perusahaan," sahut Ghani membenarkan.
Sedangkan seseorang yang berada di ruangan yang masih sama, sedari tadi tidak berhentinya menggerutu. Tidak mengerti sama sekali apa yang tengah dibicarakan oleh dua pria berbeda generasi yang ada di depannya.
"Terus ngapain Rinda tetap di sini, kalau emang yang dibahas masalah rumit," celetuk gadis itu yang mulai bosan mendengar pembicaraan ayah dan suaminya.
"Kenapa memangnya, Dek?" tanya Nara sambil menahan senyumnya. "Udah pingin cepet-cepet masuk ke kamar, ya ..." goda Nara sengaja memainkan alisnya. Membuat Rinda semakin jengkel.
"Ih, apaan sih Kak Nara!" sewot Rinda. "Lagian aku tadi pingin liatin pacar aku. Tapi sama Ibu malah suruh duduk di sini. Giliran udah duduk di sini, malah nggak diajak ngobrol sama Ayah. Sebenarnya anak Ayah tuh siapa, sih? Rinda atau ketos itu?" protes Rinda dengan muka ditekuk.
Ibu yang mendengar putri bungsunya tersebut menyebut kata pacar, tanpa aba-aba terlebih dulu, wanita paruh baya itu langsung menghadiahi Rinda sebuah pukulan di lengan. Kebetulan juga duduknya masih berdekatan walaupun beda sofa.
"Udah punya suami, masih mikirin pacaaaarr ... mulu! Putusin!" titah wanita yang memiliki tahta tertinggi di rumah. Lawan debat Rinda setiap hari.
Rinda sendiri tidak bisa membayangkan, kalau sampai tiba saatnya nanti dirinya harus hidup terpisah dengan ibunya. Meskipun sering kali memberi ceramah gratis dan juga sentuhan kasih sayang yang lain daripada ibu pada umumnya, namun Rinda tetap sayang dan berat rasanya berada jauh dari beliau.
"Iihh ... siapa yang pacaran beneran, Bu!" elak Rinda. "Pacar Rinda itu ya yang gepeng-gepeng ituloh, Bu. Masa nggak hafal banget kesukaan anaknya sendiri," imbuhnya yang semakin cemberut. Padahal selama ini ia selalu ijin pada ibunya kalau mampir ke rumah komik.
Nara yang melihat akan ada bibit perdebatan yang dahsyat nantinya, lekas menyenggol lengan ibunya. Sebelum semua pada meledak, lebih cepat diredakan atau di alihkan.
"Maksud Rinda itu cowok yang ada di komik, Bu. Yang setiap hari di baca pas pulang sekolah," ucap Nara mengingatkan ibunya.
"Astaga, Rindaaa ... itu mana bisa disebut pacar?" Ibu menggeleng kepala menghadapi sikap Rinda.
Sementara ayah Aga dan Ghani hanya menatap interaksi ibu dan anak itu tanpa memberi komentar.
"Ya suka-suka Rinda dong, Bu. Daripada pacaran sama manusia, yang ada nanti Rinda tinggal kakinya doang," sahut Rinda mulai sewot.
Mendengar hal tersebut, Ghani sedikit waspada. Karena gadis ini suka sekali menyindir dirinya di depan para keluarga. Takut-takut kalau sampai Rinda keceplosan berkata dirinya sudah punya kekasih.
Sebelum semuanya berlanjut pada hal yang tak terduga, Ghani berdiri dari tempat duduknya. Membuatnya beberapa pasang mata mengarah kepadanya dengan tatapan bingung.
"Mau ke mana, Nak? Udah ngantuk, ya?" tanya ibu pada menantu paling tampannya itu.
Ghani sendiri bingung mau mengatakannya bagaimana. Yang jelas, ia tidak mau Rinda sampai keceplosan.
"Ah, iya, Bu. Besok harus masuk pagi-pagi karena ada kegiatan osis. Sedangkan tadi Ghani lupa tidak membawa seragam dan buku Ghani," jawab Ghani memberi alasan. Padahal di ambil besok juga bisa. Terlebih lagi ia juga berbohong, pasalnya tidak ada kegiatan osis besok, selain melakukan pemeriksaan rutin.
Ibu mengangguk mengerti. Kemudian ibu melirik ke arah Rinda, memberi isyarat untuk mengajak suaminya itu masuk ke dalam kamarnya.
Rinda yang menangkap maksud dari ucapan tanpa suara dari ibunya pun langsung menggeleng. Menolak dengan sangat tegas.
"Nggak mau, ah. Kak Ghani tidur aja di kamar tamu. Jangan di kamar Rinda. Kan Ibu tahu sendiri Rinda nggak bisa tidur dengan orang asing. Atau kalau nggak, dia tidur sama Kak Na—"
"Rindaaaa ....!" geram ibu dan ayah secara bersamaan. Menatap gemas ke arah pengantin baru tersebut.
Nara yang sedari tadi mencoba untuk menahan tangannya agar tidak barbar pada adiknya, akhirnya pun tidak tahan juga.
Petak!
Calon dokter muda itu menyentil kening adiknya dengan sangat keras dan tanpa sungkan sedikit pun. Tidak hanya itu saja, Nara juga meremas mulut adiknya yang lemes banget kalau bicara.
"Dia laki' lo, kalo lo lupa!" geram Nara menatap tajam ke arah Rinda.
Sedangkan Rinda mengusap keningnya yang terasa panas.
"Ih, tangan Kak Nara bau terasi, tau!" celetuk gadis itu yang bukannya segera mengajak Ghani untuk segera masuk ke kamar dan beristirahat, Rinda malah meledek kakaknya dan sengaja memetik api perdebatan di antara mereka.
"Untung adek, kalo bukan, udah kujahit itu mulut." dengan terpaksa Nara menahan rasa kesalnya agar tidak bertindak lebih barbar dari ini. Mengingat di sana ada adik iparnya.