NovelToon NovelToon
Annaisha

Annaisha

Status: tamat
Genre:Tamat / Konflik etika / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: -Nul

Annaisha: Rumah Penuh Hangat" adalah sebuah kisah menyentuh tentang cinta dan kekuatan keluarga. Putra dan Syifa adalah pasangan yang penuh kasih sayang, berusaha memberikan yang terbaik bagi kedua anak mereka, Anna dan Kevin. Anna, yang mengidap autisme, menjadi pusat perhatian dan kasih sayang dalam keluarga ini.

Melalui momen-momen sederhana namun penuh makna, novel ini menggambarkan perjuangan dan kebahagiaan dalam merawat anak berkebutuhan khusus. Dengan cinta yang tak kenal lelah, keluarga ini menghadapi tantangan sehari-hari dan menemukan kebahagiaan dalam kebersamaan.

Cerita ini mengingatkan kita akan pentingnya dukungan keluarga dan betapa kuatnya cinta dalam mengatasi segala rintangan. Bersiaplah untuk terhanyut dalam kisah yang mengharukan dan penuh kehangatan ini.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon -Nul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

18. Banyak yang Berantakan, ya?

Rumah milik Putra kini ramai dengan para aparat kepolisian yang memenuhi sekitar. Bahkan para tetangga belum juga membubarkan diri, dan masih penasaran dengan apa yang terjadi di rumah lelaki itu. Tak hanya dari komplek rumahnya saja, namun karena berita yang cepat menyebar membuat warga komplek lain juga ikut penasaran.

Usai Syifa dibawa ke kantor polisi, dan wanita itu keluar dari rumahnya dengan penuh rasa malu. Kini Putra yang harus masih berhadapan dengan polisi sebagai saksi. Begitupun dengan Kevin yang menjadi satu-satunya saksi hidup saat kejadian Anna meninggal di kolam renang.

Lin dan beberapa teman lawyernya ikut mengawasi penyelidikan yang berlangsung di rumah Putra. Ia menggeledah seisi lemari Syifa untuk mencari obat-obatan yang serupa dengan penemuannya kemarin. Namun nihil, untuk kedua kalinya ia tak menemukan apapun di rumah itu. Ia bahkan penasaran bagaimana Syifa menyembunyikan barang bukti secepat itu.

Putra mendekati Kevin yang tengah menggambar sesuatu di ruang tengah, didampingi dengan seorang psikolog anak. Ia diminta menggambarkan bagaimana kronologi kejadian itu berdasarkan dari ingatan Kevin.

Mereka tak bisa mengandalkan dari pernyataan lisan Kevin, namun jika Kevin menceritakannya lewat gambar. Kemungkinan besar akan sama dengan kejadian yang sebenarnya. "Kevin, gambar kamu bagus." Putra berusaha memuji walau dalam hati ia khawatir dengan Kevin yang harus mengingat kembali kejadian memilukan itu.

Namun Lin menenangkannya dengan dalih ada psikolog yang akan membantunya secara pelan-pelan. Putra takut kejadian ini akan membekas di hati sang anak, dan Kevin bisa saja menjadi trauma. "Makasih Ayah, janji ya kalau Kevin gambar ini, akan beliin krayon baru untuk Kevin kan?" tanya Kevin memastikan.

Putra mengangguk dengan wajah sendu, tangannya bergerak untuk mengusap rambut ikal Kevin yang sekarang sudah cukup panjang. "Kevin, bisa kamu jelaskan apa saja yang ada di gambar kamu?" psikolog wanita itu bertanya dengan lembut. Menunjuk satu per satu detail gambar milik Kevin yang selesai anak lelaki itu lukiskan.

"Ini Kevin," tunjuk Kevin pada sebuah gambar anak lelaki di balik pintu kolam renang. "Lalu ini Bunda, terus ini Kakak," sambung anak lelaki itu menjelaskan dengan wajah riang.

"Apa yang Bunda lakukan pada saat itu, Nak?" psikolog itu kembali bertanya. Membuat Lin dan kepala investigasi mendekat untuk mengetahui cerita Kevin perihal kejadian itu.

"Waktu itu, Kakak lagi marah karena masakan Bunda nggak sesuai seperti apa yang Kakak mau. Kakak dipukul Bunda, kepalanya dan tangannya sampai luka," jelas anak itu. Putra mendengarnya seolah tak mampu melanjutkan, bayangan mengenai raungan kesakitan Anna membuat dadanya begitu sesak.

"Kevin...?" Lin memanggil anak lelaki itu dengan lembut. Kemudian berjongkok untuk menggenggam jemari Kevin, iris hitamnya menatap anak itu dengan sendu. "Kamu masih bisa melanjutkan cerita kan?" tanya Lin memastikan. Ia juga sama khawatirnya dengan Putra, takut-takut jika kejadian itu pada akhirnya menjadi trauma Kevin.

"Nggak papa Tante." Kevin menjawab dengan tenang. "Setelah itu, Kak Anna didorong sampai masuk ke dalam air. Kak Anna teriak minta tolong, tapi wajahnya ditahan sama Bunda sampai Kakak tenggelam."

Putra meremat pegangan kursi rodanya dengan cukup erat. Lelaki itu memalingkan wajah agar Kevin tak tahu dirinya tengah menangis. "Bunda tahu Kevin berdiri di sana?"

Jujur saja ditanyai seperti ini membuat Kevin sedikit gugup. Apalagi dengan banyaknya polisi dan orang-orang yang tidak ia kenal membuatnya terasa diintimidasi.

"Bunda tahu, dan Bunda suruh Kevin diam. Bunda bilang, akan dorong Kevin ke kolam juga kalau Kevin nggak nurut," balas anak lelaki itu.

"Setelah itu, dia pasti keluar minta tolong. Dan mengaku kalau Syifa tenggelam," tebak Lin. Perempuan itu menoleh ke arah Putra yang masih membuang pandangan. Kemudian atensi mereka teralih pada seorang polisi yang baru saja masuk ke dalam rumah.

"Pak, kami sudah mendapatkan rekaman CCTV dari rumah sebelah," ucap salah satu polisi yang melapor pada atasannya. Sontak saja, Lin dan Putra dirundung rasa penasaran. Inilah satu-satunya bukti yang mereka harapkan untuk memecah kasus ini.

Mereka mendekat untuk melihat bersama-sama rekaman CCTV yang Mereka dapatkan dari rumah seberang. Lin menutup mulutnya menahan raut terkejut. Penuturan Kevin sama persis dengan rekaman yang ada di kamera pengawas. Sontak saja, Putra langsung menutup laptop itu karena tidak kuat dengan Anna yang terus meminta tolong.

"Kenapa Syifa lakuin ini semua?" monolog lelaki itu dengan bingung. Selain memanipulasi barang bukti, wanita itu juga sama sekali tidak merasa bersalah dengan apa yang telah ia perbuat. Nyatanya sampai sekarang pun, ia masih tak mau mengakui padahal sudah terkumpul cukup bukti untuk menjadikannya tersangka.

"Tapi obat-obatan psikotropika itu belum kita temukan," cetus Lin. Ada sebuah rasa putus asa ketika ia menangani kasus ini, namun Lin yakin akan keberuntungan yang mereka bawa kala memberikan keadilan untuk Anna. "Kita udah cari dimanapun. Tapi sepertinya Mbak Syifa udah memusnahkan semua itu."

Kevin yang juga mendengar percakapan mereka hanya tertegun sebab ia tak paham. Teringat sesuatu, tangannya meraih baju Lin dan menariknya dengan lembut. "Tante, cari obat punya Ayah ya?" tanya anak lelaki itu dengan bingung. Lin menepuk jidat, ia malah lupa dengan keberadaan Kevin yang mendengar hal-hal yang seharusnya tidak ia ketahui.

"Kevin tahu sesuatu?" tanya Putra menanggapi.

Kevin mengangguk kecil, kemudian turun dari sofa dengan sedikit susah payah. Langkah kecil itu membawanya menuju kamar miliknya. Yang dewasa hanya bisa saling pandang, dan memutuskan untuk mengikuti Kevin yang pergi tanpa sepatah kata.

Membongkar mainan yang tersusun rapi di dalam kotak, mereka terkejut kala Kevin menemukan sebuah botol kecil yang sama seperti milik Syifa. Anak lelaki itu menyerahkannya pada Lin dengan wajah polosnya, kemudian dengan santai membereskan mainannya kembali.

"Kamu dapat ini dari mana Kevin?" tanya Lin dengan penuh penasaran. Pasalnya mereka sudah mencari sampai ke penjuru rumah, namun dengan santai Kevin malah menyimpannya.

"Semalam Kevin lihat Bunda bawa obat-obatan ini keluar rumah, namun ada satu botol yang ketinggalan. Makanya Kevin simpan, siapa tahu itu penting buat Bunda," ucap Kevin menjelaskan darimana ia mendapatkan botol itu.

Lin menghela nafas dengan lega, untung saja Kevin belum sempat mengembalikan botol itu kepada Syifa. "Terima kasih ya, Kevin. Maaf kamu harus melalui semua ini." Putra menarik Kevin dalam peluknya. Merasa bersalah sebab anak sekecil itu harus menjadi saksi bejat Bundanya.

"Ayah sayang banget sama Kevin. Jangan pernah tinggalin Ayah ya, karena sekarang hanya ada kita berdua," bisik Putra sembari menyeka air matanya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!