Annaisha

Annaisha

01. Rumah penuh Hangat

Rumah penuh Hangat

Suara dentingan sendok saling beradu dalam sebuah ruangan. Sinar matahari perlahan masuk melalui sela-sela jendela, membawa kehangatan sebuah keluarga yang tengah sarapan bersama.

Putra, lelaki yang tengah duduk di ujung meja sesekali menengok ke si sulung, yang sedang berusaha untuk menyendok makanannya sendiri. Tangannya bergerak untuk mengusap rambut sang putri dengan lembut, pergerakan itu tak luput dari pandangan istrinya yang baru saja datang sembari membawa tas milik si bungsu.

"Mas, bekal Kevin udah aku masukin ke dalam tas, ya?" pesan wanita itu. Putra mengangguk, dan melanjutkan sesi sarapannya dengan tenang.

"Kamu hari ini di rumah aja? Anna libur kan?" tanya Putra pada sang istri, sebab istrinya lah yang selalu membersamai Anna saat sekolah, dan memantau kegiatan si sulung selama seharian penuh.

Syifa mengangguk, dan menarik kursi untuk duduk di samping Kevin. "Cuma sehari ini sekolah Anna libur, jadi aku di rumah aja," sahutnya. Putra bisa menangkap pancaran lelah dari wajah istrinya, sebab Syifa harus bekerja ekstra untuk mengurus Anna yang mengidap autisme sejak kecil, dan mengambil kelas di sekolah untuk orang-orang yang berkebutuhan khusus. Putra sesekali ingin membiarkan istrinya beristirahat dengan mencari pengasuh anak, namun Syifa menolaknya. Ia masih bisa mengurus Anna dan Kevin sendirian, dengan Putra yang selalu bersamanya.

"Yaudah, pakai waktu kamu untuk istirahat ya. Aku usahakan untuk pulang lebih awal hari ini," ucap Putra memberi pesan pada sang istri. Beralih ke Anna, lelaki itu memusatkan pandangannya penuh ke arah sang putri, lantas tersenyum kecil. "Anna, jangan rewel ya hari ini. Anak pintarnya Ayah, tunggu Ayah pulang kerja nanti ya. Setelah itu kita bisa main sama-sama, okay?"

Mendengar pernyataan sang Ayah, Anna pun mengangguk kecil sebagai jawaban dengan penuh antusias. "Janji ya, Ayah?" pinta anak itu dengan mulut penuh makanan. Dan dengan suara yang tidak terlalu jelas, hingga Putra sedikit mencondongkan kepalanya untuk mendengar kalimat sang putri.

"Iya Ayah janji," ucap Putra bersungguh-sungguh. Lelaki itu menyudahi sesi makannya, dengan sigap Syifa pun memberikan segelas air putih padanya.

"Kevin, sudah selesai? Ayah udah mau berangkat nih," tegur sang Bunda. Kevin yang sedang asyik makan pun kini buru-buru menghabiskan makanan yang ada di piringnya. Takut ia akan terlambat untuk datang ke sekolah sebab waktu sudah beranjak siang.

Meninggalkan Anna yang tengah menghabiskan sarapan, Syifa mengantar Putra dan Kevin sampai di ambang pintu. Seperti biasa, Putra memberi satu kecupan kecil di kening istrinya, dan Kevin yang menyalami Syifa dengan penuh senyum.

"Bunda, Kevin berangkat dulu ya!" pamit anak lelaki berusia enam tahun itu, sembari berlari ke arah mobil terlebih dahulu.

Terkekeh kecil sebab tingkah sang bungsu, Putra kembali memusatkan perhatiannya kepada Syifa. Dengan senyum kecil, lelaki itu mengusap kepala istrinya yang berbalut hijab berwarna merah. Menatap iris hitam milik sang istri yang selalu penuh binar.

"Aku berangkat dulu ya, mau dibeliin apa waktu pulang nanti?" tanya Putra menawari.

Syifa berpikir sejenak, memikirkan kebutuhan rumah tangga apa yang sekiranya habis dan menitip kepada Putra. "Beliin buku gambar baru buat Anna. Semalam, dia bilang ke aku, katanya mau coba-coba gambar," sahut Syifa.

"Kamu memang ibu yang perhatian," ucap Putra memberi pujian. Mengulurkan tas yang ada di genggamannya, wanita itu pun memberikannya pada Putra.

"Hati-hati Mas," pesan Syifa saat melihat suaminya beranjak pergi.

"Dadaa! Bunda!" Kevin menyembulkan kepalanya dari balik jendela mobil. Melambaikan tangannya dengan wajah riang pada sang Bunda sebagai tanda perpisahan untuk hari ini.

"Kevin, hati-hati ya," pesan Syifa pada putranya juga.

Seusai Putra dan Kevin pergi, Syifa kembali masuk ke dalam rumah. Ia menarik nafas dalam ketika melihat seisi rumahnya yang berantakan. Anna sudah meninggalkan meja makannya, dengan makanan yang masih tersisa di piring. Dan tengah bermain sendirian dengan semua mainan yang dimilikinya.

Syifa beralih duduk di sofa, meraih ponsel dan memilih untuk menggulir media sosialnya sekedar untuk menjernihkan pikiran. "Anna, Bunda capek kalau harus beresin mainan kamu juga. Bunda nggak mau tahu, kamu harus beresin semuanya sendirian," ucap wanita itu dengan nada cukup tinggi.

Anna mengedipkan matanya menatap sang Bunda. Anak perempuan berusia sembilan tahun itu hanya bisa menganggukkan kepalanya, kemudian menunduk kala mendengar suara Bundanya yang cukup meninggi.

Anna berpikir, Bundanya tengah marah.

Ia melanjutkan aktivitas bermainnya, tanpa peduli suara berisik yang membuat Bundanya sedikit terganggu.

Sebagai ibu, Syifa tentu pernah merasa berada di titik terlelah. Namun bagaimanapun, ia sudah menerima kondisi Anna seutuhnya.

                                                                                   ✨️🌙🪐

Putra menutup laptopnya usai dirasa pekerjaannya akan segera selesai. Lelaki itu membereskan berkas-berkas yang menumpuk, kemudian membenarkan tag di mejanya yang bernama Putra Ganendra.

Untung saja, tak banyak pekerjaan yang harus ia handle hari ini. Maka dari itu, ia bisa pulang lebih awal seperti janjinya pada Syifa. Cahaya matahari yang berwarna jingga menerobos masuk ke jendela kaca dari gedung tinggi milik Putra.

Lelaki itu kembali duduk di kursinya, meregangkan tubuh usai lelah seharian bekerja. Suara dering ponsel menyapa indra pendengaran. Lantas membuatnya segera meraih benda pipih itu, dimana nama Lin tertera di layarnya.

"Halo Mas, gimana kabar kamu?" suara seorang perempuan terdengar begitu Putra mengangkat telfonnya.

Sudut bibir lelaki itu tertarik, memancarkan senyum. Suara adiknya sudah lama tak ia dengar, diam-diam ia juga merindukan adik bungsunya itu. "Mas baik, Lin. Kamu gimana kabarnya? Kerjaan lancar kan?" tanya Putra turut menanyakan kabar.

"Lancar dong, aku pengen pulang ke Indonesia, Mas. Pengen ketemu Anna sama Kevin, tapi pekerjaanku banyak banget," keluh perempuan itu. Alinda Belvana, pekerjaannya sebagai lawyer di Amerika membuatnya begitu sibuk, hingga terkadang tak sempat meluangkan waktu untuk menjenguk keponakannya.

Putra memutar tubuh, membuang pandangannya ke arah gedung-gedung yang menjulang tinggi. Ia menarik nafas pelan kemudian berkata, "Kalau begitu, cari waktu luang dan pulang ke Indonesia. Barangkali ketika kamu pulang ke sini, hubungan kamu dan Syifa juga akan membaik," ucap lelaki itu.

Mendengar nama Syifa, membuat Lin berdecak kecil. Bukan rahasia umum jika kedua perempuan itu tidak akur sejak Putra menikah. "Aku cuma pengen ketemu keponakanku, bukan istri kamu," ralat Lin menjelaskan.

"Apa salahnya kamu bersikap baik sama istriku, Lin? Mas sudah lama menikah, tapi kalian juga tak kunjung akur. Kalau begini, Mas yang pusing," ucapnya turut menumpahkan keluhan.

"Yaudah kalau Mas maksa. Lin bakal coba bersikap baik, tapi kalau Mbak Syifa yang menolak, jangan salahin Lin ya," peringat Lin yang akhirnya pasrah.

Putra tersenyum kecil. Sudah lama ia menginginkan kedua perempuan itu akur. Sebab ia hanya mempunyai Lin sebagai keluarga, dan ia berharap Syifa juga akan menerima kehadiran Lin.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!