Bagi seorang anak baik buruknya orang tua, mereka adalah dunianya. Mereka tumpuan hidup mereka. Sumber kasih sayang dan cinta. Akan, tetapi sengaja atau tidak, terkadang banyak orang tua yang tidak mampu berlaku adil kepada putra-putri mereka. Seperti halnya Allisya. Si bungsu yang kerap kali merasa tersisih. Anak yang selalu merasa dirinya diabaikan, dan anak yang selalu merasa tidak mendapatkan kasih sayang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
"kringggg.... kring...." jam pelajaran hari ini telah usai, saatnya jam pulang sekolah.
"Bay, lu pulang bareng siapa?" Tanya Bagas
"Biasa gas, di jemput sama pak supir" jawab Bayu, yang merapikan buku bukunya ke dalam tas
"Ohhh, kalau gitu gue luan ya bay, soalnya bapak gue dah nunggu di gerbang sama pak Sanusi, nih barusan di chat sama bapak" ucap Bagas bergegas keluar.
"Ohhh, ok gas, hati hati"
Semua anak-anak berhamburan keluar kelas.
Sedang Mira memilih untuk pulang belakangan dari siswa yang lainnya karena ia khawatir pembalut kain buatannya tidak mampu bekerja dengan baik. Seperti biasa, pembalut kain yang ia buat sendiri biasanya akan tembus. Apalagi saat ini dirinya merasa bahwa darah haidnya sudah merambat ke roknya. Mira memastikan sekolahan kosong dulu, baru dirinya akan pulang.
"Kau tak pulang" Bayu berdiri di bibir pintu, dan berjalan ke arah Mira. Ternyata Bayu juga belum pulang, ia sedari tadi duduk di bangku panjang di teras kelas mereka. Menunggu Mira keluar dari kelas, tapi karena Mira tak kunjung keluar, ia pun memutuskan untuk masuk saja.
"Kau belum pulang?" Tanya Mira kaget, rencananya gagal. Padahal ia ingin menghindari orang-orang agar tidak ketahuan tembus.
"Ditanya bukannya jawab malah balik bertanya, kau sendiri kenapa belum pulang?" tanya Bayu.
"Mmmm... Sebentar lagi" sahut Mira gugup
"Kenapa? Yok pulang bareng, naik angkot 83 kan? Kebetulan angkot itu juga biasanya lewat kok dari depan rumahku, jadi sekalian aja kita bareng" ajak Bayu
"Akhhh, nggak. Kamu Luan aja" ucap Mira
"Hemmm, kenapa? Kau ada masalah kah?" tanya Bayu, duduk di kursi depan Mira.
"Enggak"
"Terus..."
"Akhh, sudah lah" ucap Mira beranjak dari kursinya, dan berniat meninggalkan Bayu. Ia tak memikirkan lagi kalau dirinya sedang tembus, di fikirannya ia hanya risih jika berada di ruangan sepi berdua dengan Bayu.
"Mira tunggu!" teriak Bayu menghentikan langkah Mira yang sudah di ambang pintu.
"Kenapa" ucap Mira terbata, dan langsung berlalik badan menghadap Bayu, dan menutupi roknya dengan tangannya, hatinya dag Dig dug, ia takut jika dugaannya dirinya tembus benar benar terjadi.
"Rok kamu merah, kenapa?" tanya Bayu menghampiri Mira.
"Bukan urusanmu" ucap Mira, lalu berlari keluar meninggalkan Bayu.
"Mira..." Ucap Bayu, mengerjar Mira
Jlep
Bayu memegang tangan Mira.
"Kau..."
"Sorry... Soryyy, nggak sengaja" ucap Bayu lalu melepaskan tangan Mira. Ia tahu Mira bukan seperti siswi siswi lainnya yang ada di sekolah ini yang akan senang jika dirinya menyentuhnya. Tetapi sebaliknya, Mira akan merasa risih dan terganggu jika ada orang yang menyentuhnya, sekalipun itu adalah Bayu, siswa paling pavorit para siswi siswi di lingkungan sekolah ini.
"Kenapa" tanya Mira
"Kau tembus?" tanya Bayu.
"Enggak"
"Tapi rok mu merah"
"Itu, kerna kena cat air warna merah"
"Lahhh, tadi kan kita nggak ada pelajaran pakai cat air Mir"
"Ya kemaren"
"Kemaren juga kamu nggak masuk kan?"
"Emmm, itu rok ku, kotor belum ku cuci"
"Kok bisa, tapi sepertinya itu bukan karena kotor deh, coba berbalik biar aku liat" ucap Bayu
"Enak aja, mau liat apaan" ucap Mira marah.
"Bukan... bukan... yang aneh anahe kok, buat mastiin aja, itu memang karena noda atau karena darah menstruasi"
"Darah menstruasi darimana orang aku nggak haid kok"
"Kamu nggak malu nanti di angkot di liatin orang tembus?"
Mira terdiam.
"Nih pakai jaketku aja, buat nutupin rok mu yang tembus"
"Tapi...."
"Nggak ada tapi tapian, nggak usah bohong itu darah haid kan. Kamu tembus, kamu pikir aku nggak tahu" ucap Bayu
Mira hanya menunduk.
"Nih ambil apa lagi yang kamu tunggu" ucap Bayu
"Iya, makasih ya aku pakai dulu" ucap Mira seperti keberatan padahal sebenarnya ia butuh. Kebetulan sekali jaket ini oversize jika Mira yang pakai, jadinya roknya yang tembus di belakang dapat dengan mudah di tutupi oleh jaket.
"Yok kita pulang" ucap Bayu
"Emmmmm, bukannya tadi kamu bilang sama Bagas kalau kamu di jemput supir kamu ya?"
"Iya, tapi nggak jadi, sekali sekali aku mau pulang naik angkot aja"
"Ohhh"
"Iya... btw, kamu cocok juga ya Pake jaket ku" ucap Bayu, dengan sedikit senyum di bibirnya.
Mira tak menjawab, ia hanya menunduk sambil berjalan. Matanya hanya fokus ke jalanan.
"Kamu kok bisa tembus sih, nggak pakai pembalut ya?" Tanya Bayu
"Sembarangan, pakai kok" ucap Mira
"Tadi katanya lagi nggak menstruasi, tapi kok pakai pembalut" ternyata Bayu membuat pertanyaan menjebak, yang membuat wajah Mira memerah menahan malu.
"Ya, habisnya aku malu"
"Malu kenapa?"
"Ya malu aja"
"Menstruasi itu kan normal buat perempuan, seharusnya kamu bersyukur masih diberi menstruasi, banyak loh perempuan di luar sana yang harus berobat dulu."
"Emmmm"
"Tapi kok bisa tembus sih, kata mamaku kalau sudah pakai pembalut jarang tembus"
Mira kembali menunduk.
"Ehhh, kita mampir ke warung itu bentar ya, beli permen" ucap Bayu menunjukk warung yang ada di persimpangan jalan.
"Boleh"
Sebenarnya Mira sangat malas jika harus singgah singgah lagi, apalagi singgah ke warung, karena ia tak pegang uang sama sekali, selain ongkosnya pulang. Tapi, karena ia sedang memakai jaket Bayu, jadi ia ikut saja deh apapun yang di bilang oleh Bayu.
"Mbak, permen tangkainya 2 ya, sama pembalut nya satu" ucap Bayu
Mira sedikit heran, kenapa Bayu membeli pembalut. Tapi ia kira, itu untuk ibunya, sebab tadi Bayu ada menyinggung pembalut ibunya
"Ini dek"
"Berapa mbak?"
"10 ribu dek"
Bayu menyodorkan uang 20 ribu kepada penjual, setelah meneri kembaian mereka melanjutkan perjalanan menuju halte tempat Mira menunggu angkot biasanya.
"Nih, buat kamu, biar nggak bocor lagi" ucap Bayu, memberikan kantongan berisi pembalut
"Ohhh, nggak usah, di rumah ada kok punya ibuku" ucap Mira berbohong
"Yahhh, gimana donk, dah terlanjur beli, kamu terima ya" bujuk Bayu
"Akhhh, enggak" ucap Mira, ada perasaan malu di hatinya, bagaimana mungkin seorang anak laki laki memberikannya pembalut.
"Terus, ini siapa yang pakai donk? Kan nggak mungkin aku yang pakai aku kan laki laki maka ada mens." ucap Bayu
"Ya.... Mana aku tahu, kan kamu yang beli" ucap Mira menahan tawa.
"Nih buat kamu aja ya, please. Nanti, kalau mama aku lihat di tasku ada pembalut, bisa bisa aku dibawa mamaku lagi ke dokter lagi, dia kira aku ada kelainan" ucap bayu
"Buat ibu mu kan bisa"
"Ibu ku, nggak pakai merek ini, mamaku pakai yang night walau untuk siang bolong"
Mira tertawa, ada rasa simpati sedikit di hatinya kepada Bayu, karena Bayu begitu dekat dengan ibunya sampai sampai perkara pembalut pun Bayu tau.
"Ya sudah, aku terima, makasih ya, nanti aku ganti uangnya" ucap Mira, meski ia bingung mau ganti pakai apa, ia tahu sekali ibunya, pasti ibunya tak akan memberikan dirinya uang untuk mengganti uang Bayu.
"Sama sama, nggak usah ganti, itu buat kamu"
"Sekali lagi makasih" Mira lega mendengarnya karena ia tak harus mengganti uang bayu untuk membeli pembalut itu.
"Nih" Bayu memberikan Mira setangkai permen, dan sebuah lagi untuk Bayu.
"Nggak usah"
"Nolak lagi kan, kamu tu emang aneh ya, di kasih apa aja pasti nolak, nolak rejeki itu nggak baik loh"
"Ya sudah sini"
"Gitu dong"
Tapi Mira tak langsung memakan permen itu, ia hanya menggenggamnya di tangannya sambil terus berjalan. Melihat hal itu, tampaknya Bayu nggak sabaran.
"Sini biar aku bukain" ucap Bayu, mengambil permen tangkai yang ada di tangan Mira lalu membuka plastiknya.
Melihat hal itu Mira hanya diam saja, dan memperhatikan Bayu lamat-lamat.
"Nih," Bayu menyodorkan setangkai permen yang sudah tak berbungkus kepada Mira
Tetapi Mira tak langsung menerima, ia hanya terus menatap lekat kedua manik bola mata indah milik Bayu.
"Nihh, kamu nggak mau? Mau aku suapin" ucap Bayu.
"Enggak kok, " ucap Mira meraih permen dari tangan Bayu, dan memasukkannya ke dalam mulutnya.
Melihat hal itu, bayu hanya tersenyum, yang tidak di sadari oleh Mira.
Lama berjalan akhirnya mereka sampai di sebuah halte yang sepi. Sepertinya anak anak sekolah tak ada lagi yang tersisa. Mereka duduk di kursi panjang yang ada di halte.
Di sana terlihat kendaraan lalu lalang, namun tak satupun angkot nomor 83 melintas di sana.
"Tuh angkot nomor 83 Mir" ucap Bayu senang, saat melihat dari kejauhan angkot nomor 83 bergerak menuju mereka.
"Itu nggak masuk ke kampungku" ucap Mira.
"Lah kok bisa, bukannya semua angkot 83 itu sama aja ya"
"Ya sama, tapi nggak semua mau masuk ke kampungku"
"Jadi angkot 83 yang masuk yang mana?"
"Susah aku jelasinnya, pokoknya yang masuk hanya tertentu saja."
"Gitu ya"
"MMM"
"Jadi kok kamu tahu ada angkot yang masuk dan enggak"
"Ya tau aja, kerna terbiasa. Awalnya ngestop semua angkot 83, terus nanya. Tapi sekarang aku sudah hapal siapa aja angkot 83 yang masuk kampungku. Tergantung supir yang membawa angkotnya."
"Ohhh, tapi kamu bisa juga ya ngomong panjang lebar ku kira bisanya cuman bilang iya sama enggak doank." ucap Bayu cekikikan.
Melihat hal itu Mira hanya mendelik malas.
"Biasanya angkot yang masuk kampungmu jam berapa lewatnya?" tanya Bayu lagi
"Nggak nentu, kan tergantung supirnya"
"Hemmm,"
"Kalau kamu mau deluan, deluan aja, nggak papa kok"
"Kamu nunggu angkot sendiri? Nanti di culik gimana? Penculik anak rawan loh"
"Udah biasa, jadi nggak ada masalah untuk itu, lagian siapa juga yang mau nyulik aku"
"Iyahhh, siapa tahu. Ingat kejahatan itu tidak semua berawal dari niat pelaku, tetapi juga kadang berawal dari kesempatan yang diberikan oleh si korban"
"Iya" ucap Mira singkat
'mulai lagi deh' ucap Bayu lirih,
"Kenapa?" Tanya Mira
"Enggak"
"Ohhh" sahut Mira singkat, kini matanya beralih dari Bayu, melihat kearah jalan raya, berharap angkot ke kampungnya lewat.
"Kalau mau deluan, Luan aja, nanti kamu di marahin lagi sama mamamu"
"Enggak akh, kira bareng aja, kasian juga kalau kamu sendiri nanti kalau tiba tiba kamu hilang, aku juga yang di cari jadi saksi"
"Kenapa gitu?"
"Ya iya lah, kan aku yang terakhir bareng kamu"
"Nggak ada yang tau"
"Ada"
"Siapa?"
"Cctv di sekolah tadi liat Kita pulang berdua"
"Iya deh"
Bayu duduk di dekat Mira, namun masih ada jarak kira-kira 30 centi meter.
"Kamu nggak les Mir? les privat bahasa Inggris, IPA, matematika, atau apa gitu? Buat nambah nambah pelajaran dari sekolah." tanya Bayu
"Enggak" sahut Mira tanpa menatap ke arah sumber suara tanya.
"Kenapa? itu penting loh. Apalagi nanti masuk SMA unggulan nanti persaingannya semakin ketat"
"Ya enggak kenapa, nggak mau aja"
"Hemmm, iya deh iya"
"Di rumah kamu juga gini?"
"Gini gimana maksudnya"
"Ya irit ngomong"
"Enggak juga, aku kalau sama orang yang udah Deket banyak ngomong kok" ucap Mira
"Masak sih?"
"Iya"
"Nggak percaya"
"Ya sudah"
Mira terdiam menatap jalanan, sedang Bayu terdiam menatap wajah Mira.
"Jaga pandangan, sudah Akil baliqh kan?" Ucap Mira memperingatkan Bayu, saat dirinya menyadari Bayu memandangi dirinya.
"Iy deh, maaf" ucap Bayu.
"Btw, jaketmu aku balikonnya hari Rabu aja ya, biar aku cuci dulu" ucap Mira.
"Nggak usah di cuci nggak papa kok" ucap Bayu
"Terus, siapa yang mau nyuci? Ibumu gitu?"
"Ya enggak, kan ada pembantu"
"Ohhh, tapi aku balikinnya Rabu aja, boleh kan"
"Kapan aja boleh, nggak di balikin juga boleh kok" ujar Bayu
Kedua mata mereka saling beradu pandang sekilas, sebelum akhirnya Mira kembali memalingkan pandangannya kearah jalanan yang di padati oleh banyak kendaraan yang berlalu lalang.