Denis Agata Mahendra, seorang bocah laki-laki yang harus rela meninggalkan kediamannya yang mewah. Pergi mengasingkan diri, untuk menghindari orang-orang yang ingin mencelakainya.
Oleh karena sebuah kecelakaan yang menyebabkan kematian sang ayah, ia tinggal bersama asisten ayahnya dan bersembunyi hingga dewasa. Menjadi orang biasa untuk menyelidiki tragedi yang menimpanya saat kecil dulu.
Tanpa terduga dia bertemu takdir aneh, seorang gadis cantik memintanya untuk menikah hari itu juga. Menggantikan calon suaminya yang menghamili wanita lain. Takdir lainnya adalah, laki-laki itu sepupu Denis sendiri.
Bagaimana kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hadiah
"Ayah, Radit membelikan sebuah sofa untuk Ayah. Dia membelinya langsung dari negeri tirai bambu sana khusus untuk Ayah," ucap Indra mencoba membeli hati Tuan Jaya dengan barang pembelian sang anak.
"Benarkah?" tanya Kakek sambil tersenyum begitu menghargai pemberian cucunya itu.
"Tentu saja, Kakek. Aku sendiri yang langsung pergi ke sana untuk dapat memastikan keaslian barangnya. Sofa ini bisa merelaksasi tubuh dan pikiran Kakek saat Kakek mendudukinya untuk bersantai," sahut Radit seraya menepuk tangan beberapa kali memanggil bawahannya.
Beberapa orang muncul membawa sebuah kursi sofa yang terlihat elegan dan nyaman. Semua mata tertuju pada mereka, tak terkecuali Denis dan Haris yang masih diam menunggu giliran.
"Wah, tak disangka sebagai seorang CEO yang begitu sibuk dengan pekerjaan yang menumpuk setiap hari, Radit bisa secara pribadi membeli barang berharga ini," celetuk salah satu di antara mereka.
Radit tersenyum bangga, mencibirkan bibir ketika matanya tertuju pada Denis yang tak acuh dengan hadiahnya.
"Benar. Kurasa ini adalah hadiah paling berharga yang didapat Tuan Besar untuk ulang tahunnya tahun ini," ujar yang lain menimpali.
Denis mendengus, memainkan ponselnya dengan asik tanpa peduli pada keriuhan yang ada.
Apa kau masih lama? Pesan dari Larisa.
Entah. Aku sendiri tidak tahu apakah acara tuan masih lama atau sebentar lagi? Balas Denis sambil tersenyum bahagia.
Saling berbalas pesan dengan sang istri lebih menyenangkan baginya dari pada memperhatikan Radit juga Indra. Denis nampak muak dengan tingkah laku mereka berdua.
"Anda bisa mencobanya, Tuan," ucap Hendi saat hadiah tersebut telah berada di hadapan Kakek.
"Ya!" Kakek berjalan pelan, duduk di kursi tersebut dengan nyaman.
Denis melirik sebentar, kemudian kembali fokus pada benda pipih di tangannya.
Mau makan malam bersamaku? Aku sudah masak untukmu. Pesan dari Larisa lagi.
Denis kembali tersenyum, dia sangat menyukai masakan Larisa. Apapun yang dimasak gadis itu, dia pasti akan melahapnya.
Tunggu saja, aku akan makan di rumah, tapi jika kau lapar tak perlu menungguku.
Denis membalas sedikit khawatir saat membayangkan Larisa yang harus menahan lapar karena menunggunya.
Tak apa, aku akan menunggumu pulang. Hati-hati!
Hati Denis berbunga-bunga, hanya seperti itu saja sudah menghujani perasaannya dengan bunga-bunga indah. Ia mengulum senyum, terasa ada yang bermain-main di perut dan menggelitiknya.
Indra diam-diam memperhatikan, entah mengapa melihat Denis yang begitu tak acuh akan apa yang diberikan Radit dia tidak merasa senang.
"Bagaimana, Kek? Apakah Kakek merasa nyaman?" tanya Radit penuh perhatian.
Kakek mengangguk-anggukkan kepalanya puas, dia cukup senang menerima hadiah tersebut. Membuat otot-otot dalam tubuhnya mengendur dan menjadi rileks.
"Ya, nyaman sekali. Terima kasih kau telah memberi Kakek hadiah yang berguna," jawab Kakek tersenyum puas.
Radit berdiri, melipat kedua tangan di perut sambil menatap Denis yang masih diam tak berbuat apapun. Satu per satu dari semua sanak saudara memberi Kakek hadiah. Ada banyak yang peduli pada orang tua tersebut, tapi mereka hanya ingin mengambil hatinya saja.
"Hei, bagaimana denganmu? Apa kau membawa hadiah untuk Kakek?" tanya Radit tak sopan.
Haris melirik, tak tahan lisannya ingin menyahut.
"Kukira ada seseorang yang berjanji akan memanggil Tuan Denis dengan sebutan kakak. Itu harus berlaku karena dia kalah taruhan," ucap Haris menatap sambil tersenyum mengejek Radit.
"Kau ...."
"Benar. Kau sendiri yang berjanji akan berlutut meminta maaf kepada Denis dan memanggilnya kakak, bukan? Kurasa semua orang di sini belum lupa akan hal itu," sambar Kevin yang terlihat tak menyukai Radit juga ayahnya.
"Kevin, kau ...."
"Hah! Kurasa sudah cukup berdebatnya!" Denis berdiri menyimpan benda pipih nya ke dalam saku. Ia melirik Radit yang nampak geram, kemudian beralih pada Kevin yang tersenyum karena berhasil memprovokasi pemuda itu.
"Sekarang bagianku untuk memberikan hadiah kepada Kakek," lanjutnya sambil tersenyum menatap Kakek.
Semua orang terdiam, menunggu hadiah apa yang akan diberikan cucu baru Mahendra itu kepada sang kakek.
Tuan Jaya beranjak, berdiri penasaran dengan hadiah yang dibawakan Denis untuknya. Ia tersenyum menatap sang cucu yang begitu berwibawa dan tenang itu.
"Aku yakin hadiah yang dibawanya hanyalah seonggok sampah yang dia pungut dari pinggir kali," ejek Radit sembari mencibirkan bibirnya.
Kakek menghela napas, ia rasa sudah cukup bagi Radit merendahkan Denis.
"Berhenti mengolok-olok, Radit. Aku mengundang Denis ke sini bukan untuk direndahkan oleh kalian, tapi aku hanya ingin kalian tahu bahwa cucu yang lama pergi telah kembali. Jadi, aku minta padamu untuk tidak merendahkan kakak sepupumu lagi," tegas Kakek membuat Radit mengunci mulutnya rapat-rapat.
Indra menyenggol bahunya, meminta Radit untuk tidak mengatakan sepatah kata pun jua. Kakek menghela napas, berpaling dari cucu yang paling angkuh dan sok berkuasa itu.
"Ah, maafkan atas kelancangan Radit, Ayah. Dia hanya syok dengan kedatangan Denis yang tiba-tiba," ucap Indra membela anaknya.
Kakek mengibaskan tangan tak ingin mendengar, Indra nampak khawatir begitu pula dengan Radit. Ia takut posisinya kini akan direbut oleh Denis.
"Denis! Cepat tunjukkan pada Kakek hadiah apa yang kau bawa?" ucap Kakek tak sabar lagi ingin menerima hadiah dari Denis.
Namun, pemuda itu justru menunduk, memasang wajah menyedihkan. Bagaimana jika dia memprovokasi Kakek untuk memarahi anak dan ayah itu?
"Seperti yang Radit katakan, hadiah yang ku bawa hanyalah seonggok sampah yang tak layak memasuki rumah ini. Hah, Kakek ... jika kehadiranku tidak diterima di sini, maka lebih baik aku kembali ke tempat terpencil itu dan tak akan pernah pergi untuk seumur hidupku," ucap Denis dengan wajah menyedihkan juga mata sayu merayu.
Kakek memukulkan tongkatnya ke lantai, sontak tubuh Indra dan Radit terlonjak. Kini, wajah Kakek terlihat memerah karena marah. Matanya menatap nyalang dua orang itu, menyalahkan mereka atas semua yang terjadi.
"Jangan dengarkan kata mereka! Apapun itu Kakek akan menerimanya dengan tangan terbuka. Lagi pula, jika ada yang keberatan dengan kehadiran Denis maka silahkan angkat kaki dari rumah ini!" ucap Kakek dengan lantang.
Sekali lagi ia memukulkan tingkat ke lantai, mengejutkan siapa saja yang mendengar.
"Ayo, tunjukkan diri kalian jika keberatan dengan Denis! Datang padaku sekarang juga!" tantang Kakek menatap tajam semuanya satu per satu.
Tak satu pun dari mereka yang berani melangkah maju ke depan. Yang ada, setiap tubuh beringsut mundur menjauh tak ingin berhadapan dengan sang kakek.
Denis tersenyum puas, ia menepuk tangan beberapa kali memanggil orang-orang yang disiapkan Haris. Ketukan langkah terdengar memasuki ruangan, semua mata tertuju pada suara tersebut. Bayangan muncul beberapa, semakin hati mereka penasaran.
gk mau Kalah Sam Denis ya....
Yg habis belah durian......