Mahendra laki laki tegas dan berpendirian, ia jatuh cinta pada Retno adik tunangannya.
Satu malam Hendra melakukan kesalahan besar pada Retno, sehingga membuat gadis itu pergi meninggalkan kota kelahirannya.
Bertahun tahun Hendra hidup dalam penyesalannya, hingga tujuh tahun kemudian Retno kembali ke kota kelahirannya dengan calon suaminya.
apakah yang akan terjadi pada Retno dan Hendra, apakah kebencian masih menguasai hati Retno? dan masihkah Hendra mencintai Retno?, selamat membaca..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pecel punten
Ratna baru saja selesai menyuapi ayahnya saat Hendra datang.
" Sepertinya makannya sudah lahap.." kata Hendra berdiri di samping tempat tidur,
Laki laki itu menggenakan kemeja biru tua, tampak segar dan maskulin.
" iya hen, pak Dhe sudah bisa merasakan lapar.." jawab Purnomo sembari duduk bersandar di tempat tidurnya.
" Bagus pak Dhe.. Tidak lama lagi pak Dhe pasti pulang.." Hendra tersenyum,
" itu sarapan untukmu rat.. Aku membelinya di jalan tadi.." kata Hendra membuat Ratna menatap bawaan Hendra yang di taruh di meja.
" pecel punten?"
" iya, pagi pagi begini mau cari yang lain belum ada.."
Ratna bangkit, dan membuka bawaan Hendra, selain pecel yang terbungkus rapi di foam, ada juga satu kotak yang berisi berbagai macam lauk,
" wah, ini terlalu istimewa untuk pagi hari mas, ada babat, paru, usus, perkedel.. Kau mau membuatku semakin berisi?" Ratna terlihat bersemangat menatap sarapan paginya.
" sudahlah.. Makan.. Biar ku jaga pak Dhe sebentar.."
" di jaga apa, wong ayah sudah sembuh.. Sudah sembuh Yo yah?!"
Mendengar ucapan Ratna Purnomo tersenyum,
" sudah, kalian makanlah bersama.." kata ayah Ratna,
" saya sudah sarapan pak Dhe.." jawab Hendra,
mendengar itu Ratna berpindah tempat duduk, ia duduk di sofa panjang yang terletak di ujung ruangan, ia mulai memakan makanan yang di bawakan Hendra.
Sedangkan Hendra duduk di kursi disamping tempat tidur Purnomo.
" Kau membeli pecel pagi pagi dengan tampangmu yang semenawan itu mas? Tidak rontok hati penjual pecelnya?" goda Ratna,
" Huss.. Apa sih rat.." jawab Hendra,
" habisnya kau, makin tua makin tampan.."
" jadi kau menyesal tidak menikah denganku?" sekarang Hendra yang menggoda Ratna,
" boleh uangmu lebih banyak mas, tapi cintaku satu satunya adalah Didit..!" jawaban ratna membuat Hendra tertawa.
" dunia runtuh pun dia akan tetap memilih Didit.." gerutu ayah Ratna,
" dia kan menantu ayah, di bela yah.." protes Ratna ,
" iya iya.. Menantuku yang paling ganteng.." kata ayah Ratna membuat Hendra tidak henti tertawa.
" Sudah rat, makan sana, jangan mengomel terus.." Hendra menengahi.
Sembari menunggu Ratna makan, Hendra berbincang dengan ayah Ratna.
Tentang kebun pak Purnomo yang dekat dengan rumahnya.
Saat sedang berbincang asik, tiba tiba saja pintu ruangan terbuka,
semua mata menatap ke arah pintu, termasuk Hendra.
Betapa terkejutnya laki laki itu melihat siapa yang berdiri di belakang Didit.
Sontak Hendra mengalihkan pandangannya, laki laki itu tertunduk seketika, entah apa yang membuatnya seperti itu, namun yang jelas ada perasaan menyelinap, perasan yang sama dan tidak berubah sama sekali meski dirinya sudah menua.
Ada yang bergetar didalam dadanya, getaran yang aneh, entah perasaan apa, ia tidak tau, yang ia tau ia tidak sanggup memandang wajah gadis itu, karena ia takut, kasih sayang dan kerinduannya bisa membuatnya menjadi orang yang serakah
Tidak.. Dia bukan gadis lagi, tapi seorang wanita sekarang, Wanita yang terlihat semakin matang dengan kecantikannya yang membuat dada Hendra sesak.
Melihat Retno mendekat Hendra bangkit dari kursi dan mundur,
Terasa sekali situasi yang canggung, sehingga Didit memecah suasana,
" Retno sudah datang yah.." kata Didit memberi jalan untuk Retno dan Aryo mendekat.
Saat Retno mendekat, Hendra langsung mundur.
" Saya pamit dulu pak Dhe.." pamit Hendra begitu terburu buru.
Melihat Hendra yang keluar terburu buru, Ratna bangkit, meninggalkan makanannya dan menyusul Hendra keluar.
Sesampainya diluar ruangan laki laki itu menghentikan langkahnya sejenak.
Ia memukul dadanya dengan keras beberapa kali,
Karena di rasa hal ini begitu menyiksanya.
Ratna yang melihat itu mengelus lengan Hendra,
" duduklah sebentar.. Tenangkan dirimu.." kata Ratna mengajak Hendra duduk.
" dadaku sakit rat.." ucap laki laki itu dengan wajah memerah dan mata berkaca kaca.
" Tenangkan dirimu dulu.. Jangan langsung ke kantor, perasaanmu sedang berantakan.." saran ratna.
" kenapa tidak kau beritahu kalau adikmu mau datang,
Setidaknya aku tidak berlama lama disini sampai akhirnya aku bertemu dengannya.." suara Hendra lirih.
" Memangnya kenapa kalau dia pulang, dia Memang harus pulang melihat orang tuanya.."
" maksudku.. harusnya kau beri tahu agar aku tidak datang.."
Mendengar itu Ratna menghela nafas panjang.
" Kau ini seorang pemimpin, pengusaha, dan petani yang sukses..
harusnya tidak Sulit untukmu mencari seorang perempuan..
Apa sih yang membuatmu tidak mau menikah sampai sekaran?
" aku tidak siap.." jawab Hendra sembari menyeka matanya.
" kau tidak siap karena kau masih menunggu Retno? Sementara Retno sudah menemukan laki laki lain.."
Ratna memukul dada Hendra dengan keras,
" Sadar mas!" pukulan Ratna cukup keras namun tidak membuat Hendra bergerak sedikitpun dari tempatnya.
Sementara di dalam, Retno terus memeluk ayahnya dengan berbagai kata maaf,
Ia sungguh menyesal karena tidak langsung datang saat tau ayahnya sedang sakit.
" Sudahlah, yang penting kau sudah pulang.." jawab ayah Ratna sabar, kedatangan putrinya itu sungguh membuatnya bahagia.
" Nak Aryo.. Terimakasih sudah menjaga Retno.." kata Purnomo,
" nggih yah.." jawab Aryo penuh sopan santun.
"Kalian lama disini?"
" saya nanti sore sudah kembali ke Surabaya, tapi Retno akan tinggal disini selama semingguan.." jelas Aryo.
" Yah, saya keluar dulu melihat Ratna, " ijin Didit.
Melihat Didit yang juga keluar Retno merasa tidak nyaman, semua orang seperti mengabaikannya dan mengejar Hendra.
Sesungguhnya ada gejolak perasaan yang asing di dadanya saat melihat Hendra duduk disamping ayahnya.
Terkejut, bingung, sedih, bersalah, perasaan nya sedang amburadul.
" Tanganmu dingin sekali nduk? " tanya Purnomo memegang tangan putrinya,
" ia yah...Retno harus adaptasi lagi.." jawab Retno, padahal tangannya selalu dingin saat ia berada dalam kondisi tegang atau tertekan.
" Kau sudah makan nduk?"
" sudah yah,"
" calon suamimu?"
" sampun yah, masakan ibu nikmat sekali.."
Mendengar itu Purnomo tersenyum,
" ya sudah, kalian jalan jalan saja ke kota dulu, waktu Aryo kan pendek.."
" tidak yah, kami disini saja temani ayah.." Retno memandang Aryo.
Aryo terlihat sibuk dengan pikirannya, ia ingin bertanya tapi engga. Menanyakannya,
Laki laki yang tiba tiba keluar itu siapa, dan kenapa ia tidak memandang Retno atau pun menyalami kami, bukankah pantas nya begitu?
Dan kenapa Mbak Ratna yang sibuk makan langsung bangkit mengejarnya,, di tambah lagi mas Didit?.
" Aku turun dulu mas, cari kopi dan cemilan.." ijin Retno,
" baiklah jangan lama lama.." jawab Aryo
Mendengar jawaban Aryo , Retno segera mengambil tasnya dan berjalan keluar dari ruangan.
Diluar masih ada Hendra rupanya, ia duduk tenang diantara Didit dan Ratna,
" mau kemana ret?" tanya Didit,
" cari kopi dan cemilan untuk Aryo mas.." jawab Retno sebari melewati Hendra begitu saja ,ia tidak menatap Hendra sama sekali.
Tapi Masih bisa ia cium bau parfum samar samar yang di gunakan Hendra,
Baunya sama, bahkan setelah tujuh tahun.
Dengan langkah cepat Retno berjalan menjauh.
" Apa Retno itu batu? Dia bahkan tidak memandang mu sama sekali, keterlaluan.." ucap Ratna, ia tidak bicara pada adiknya, karena hatinya masih kesal.
" Retno tidak keterlaluan, ini pantas untukku, aku adalah kenangan buruk untuknya ,jangankan di sapa, di lihat saja tidak pantas.." ujar Hendra.
" sepertinya dindingnya tebal sekali, sulit untuk kau daki, penjaganya juga serius sekali menjaganya,
Kau mau bagaimana? Jalan keluar terbaik adalah segeralah mencari wanita baik dan menikah, itu adil.. Kau menikah,
Retno menikah..
Bahagia..!
Masuk akal kan saranku?
Aku ini tidak tega melihatmu mas,
Badan saja berotot,
tubuh saja tinggi,
Kalau di kantor boss yang di segani.
Tapi kalau urusan asmara, kau lebih lemah kau nol.. Payah.." entah sedang memberi nasehat atau sedang mengejek Ratna pu tidak tau benar, yang jelas Ratna ingin Hendra segera melupakan adiknya.
" Aku sudah tidak ada keinginan untuk menikah.. Biar aku berbisnis sampai tua, karena itu dukunglah gilang dengan baik..
Karena kelak aku akan memberinya tempat bagus di hotel.. Yang pasti lebih tinggi dari mamanya. ."
" ah, kau ini mas,! Kau dan suamiku sama!" Ratna kesal.
Sementara Retno, keluar mencari cemilan hanya ia gunakan untuk alasan
Gadis itu sengaja memilih ke parkiran dan duduk di sela sela mobil.
Setelah di rasa aman, gadis itu menyentuh dadanya,
Laki laki itu..
Yah laki laki yang pernah berada di atas tubuhku saat aku masih remaja itu,
sudah berbeda dari yang dulu, Ratna bahkan Hampir tidak mengenalinya,
dulu dia sudah tinggi tapi kenapa sekarang malah sekarang terlihat lebih tinggi, tubuh dan rambutnya terlihat terawat, menawan sekali.
Apa yang Retno harapkan dari laki laki itu,
Perempuan manapun jelas tergoda apalagi dia adalah laki laki kaya.
" keputusanku sudah benar.." batin Retno
Meski dadanya sempat bergetar hebat saat melihat sosok hendra yang sekarang,
Itu adalah getaran yang sama saat ia melewati malam tahun baru di villa dengan Hendra saat itu.
Retno menggigit bibir lagi, menahan perasaannya, ia berusaha mengusir perasaan yang kacau di dalam dirinya.
sehat selalu mbk Ayu