Lima tahun bukan waktu yang sebentar bagi Naila untuk tinggal satu atap dengan mertua nya. Terlebih mertua nya selalu saja menghina diri nya lantaran tak kunjung hamil.
Hingga ia harus menerima kenyataan bahwa suami nya harus menikah lagi agar bisa mendapatkan keturunan.
Namun, saat ia memilih pergi dan bercerai dengan suami nya ia harus menerima kenyataan bahwa diri nya tengah mengandung benih dari suami nya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pusphaa_sariiyy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Tiga hari sudah, Naila berada di rumah sakit. Hari ini ia sudah di perbolehkan untuk istirahat di rumah.
"Dedek di antar sama Vino, aja ya." Naila, menatap Vian dalam.
"Babang lagi ada meeting sebentar lagi. Dedek percaya sama babang, kalo Vino tidak akan macam-macam." Jelas Vian, yang paham dengan diam nya sang adik.
Hanya sebuah anggukan kecil yang di balas Naila.
Mereka pun jalan beriringan. Vian di belakang mobil Vino. Setelah di persimpangan lampu merah, mereka berpisah karena sudah berbeda jalanan. Hanya sebuah klakson kecil yang di bunyikan Vino, sebagai tanda untuk duluan mengantar.
***
Hujan pun tiba. Suara petir di luar sana saling sahut menyahut. Tetapi, Al tidak memperdulikan keadaan di luar sana. Ia kembali nekat untuk menemui Naila, sekali pun badai besar datang pada nya.
Sesampai nya di rumah itu, tetap saja Naila tak ada di dalam rumah itu. Ia mengusap kasar wajah nya, menjambak rambut nya sendiri. Bingung! Akan kan pernikahan nya harus kandas sampai di situ.
Tak mungkin ia terus menunggu Naila, di rumah itu. Ia akan mencari cara lain. Seketika senyuman licik terukir di wajah .
'Aku menemukan cara nya sayang. Aku harap foto itu hanya jebakan saja.'
🌾🌾🌾
Hari ini, tepat hari persidangan Naila dan juga Al. Bukan persidangan keputusan cerai. Melainkan untuk sebuah mediasi agar kedua nya dapat mempertimbangkan nya lagi.
"Babang, nanti setelah dari kantor pengadilan dedek langsung pulang aja ya. Biarkan saja dedek di kira teman kantor resign."
"Kenapa gitu? Apa dedek merasa tidak enak dengan pekerjaan dedek" Balas Al sembari mengambil sarapan.
"Tidak babang, dedek hanya tidak ingin pekerjaan jadi kacau karena kondisi dedek gini." Ucap nya dengan wajah menunduk.
"Baiklah. Kalo gitu, tunggu dedek selesai melahirkan saja baru masuk kantor lagi." Pungkas nya
Sarapan pun telah usai. Naila segera berangkat ke pengadilan sendirian. Ia sengaja tak membawa kendaraan yang di beri Vian. Untuk menutup identitas nya agar tidak mudah di lacak oleh Al.
Sesampai nya di kantor pengadilan, Naila duduk di ujung bangku panjang yang kosong seraya menunggu panggilan.
Tanpa diri nya sadari, Al sudah ada duduk di samping nya. Di genggam nya tangan mulus itu yang memiliki jari-jari lentik. Sontak saja, Naila terkejut kemudian menarik lengan nya itu menjauh dari genggaman Al.
"Maaf, saya rasa anda sangat membenci saya. Lalu, semudah itu kah diri anda datang tanpa ada rasa benci itu lagi?"
Ucapan Naila membuat Al, melongo tak percaya. "Mm—"
Belum juga Al berbicara, panggilan untuk kedua nya segera di mulai. Dengan langkah cepat, Nila meninggalkan Al.
Dalam mediasi itu situasi sangat menegangkan. Perdebatan antara Naila dan juga Al tak kunjung usai. Sehingga hakim mengetuk palu tiga kali untuk menghentikan perdebatan itu.
"Baik saudara Al, dan saudari Naila, persidangan ini cukup sampai di sini. Persidangan selanjut nya di laksanakan dua minggu lagi. Masih ada waktu untuk mempertimbangkan nya."
Tuk... Tuk... Tuk...!
****
Suasana di kediaman Kusuma nampak terlihat sepih. Rossa yang sibuk dengan teman sosialita nya. Sedangkan Al, pergi menghadiri undangan persidangan.
Dengan leluasa, Monalisa bebas untuk keluar masuk semua kamar. Sejak ia menikah dengan Al, diri nya tak pernah di perbolehkan Al masuk ke dalam kamar yang ia tempati dengan Naila.
Tetapi itu tidak berlaku bagi Monalisa. Menurut nya dia bebas untuk masuk kamar mana saja. Seperti hari ini, setelah pembantu di rumah mengambil pakaian kotor di kamar. Dengan diam-diam diri nya memasuki kamar, Al.
Ia pun menjatuhkan tubuh nya di kasur yang berukuran King size.
"Uuuuhhhhhh.... Enak sekali wanita kampungan itu tidur di sini." Gumam nya pelan.
Di tempat tidur itu, Monalisa mencium masih ada aroma tubuh Naila. Ia pun bangkit, kemudian mencari seprai baru untuk di ganti agar tidak ada lagi bau-bau nya Naila.
Di buka nya lemari besar, namun mata nya tak sengaja melihat sebuah kotak. Dengan tak tau malu nya, ia langsung mengambil lalu menyembunyikan di dalam baju.
Seprai yang di buka di taro begitu saja tanpa di pasang.
"Biiiikkkk...!" Tak ada kata ramah jika Monalisa memanggil para pekerja di rumah itu.
"Iya non." Kata mbok Sri, pembantu baru di rumah itu.
"Itu di beresin" tunjuk nya pada tempat yang berhambur. Setelah nya ia buru-buru pergi menuju kamar nya.
Di dalam kamar, Monalisa nyaris membuka lebar kedua pupil mata nya.
"Wah, gila... Ini maaaahhh perhiasan mahal. Set berliant keluaran terbaru."
Kemudian di lihat lagi ada sebuah cincin. Cincin yang sama percis dengan yang Al kena kan.
"Ini pasti cincin pernikahan. Hmmm cukuo tau diri juga si udik satu itu."
"Kalo di jual, pasti masih dapat harga tinggi. Sayang kan kalo cuman di simpan aja tapi ngak di pake. Mending aku jual biar ngak ketahuan ambil di lemari. Setelah itu aku tukar beli dengan yang model lain nya." Ujar nya dengan girang.
"Cemerlang..!" puji diri nya sendiri
🌾🌾
Sesampai nya di rumah, Al langsung menaiki anak tangga menuju kamar nya. Di lirik nya, nampak sedikit berbeda. Ia pun lekas mandi. Usai mandi langsung di rebahkan tubuh nya.
Hidung nya mengendus-endus layak nya binatang. "Sial,! Siapa yang sudah berani menggantikan seprai ini."
Di remaskan seprai itu dengan tangan yang mengepal.
Brak.
Pintu di tutup dengan keras, kemudian turun menemui seseorang di bawah sana.
"Siapa yang sudah berani mengganti seprai di kamar ku?" Sarkas nya dengan tatapan nyalang.
"Maaf, tuan.!" ujar Mbok Sri.
"Tadi saya yang ganti. Saya hanya menjalankan perintah dari nyonya Mona, tuan." Ucap nya lagi dengan ketakutan.
Diri nya tak lagi membentak. Ia langsung membuka pintu kamar, Monalisa.
Brak.. !!
Sontak, Monalisa langsung mematikan panggilan telpon itu.