Jemima dan Arion adalah mantan sahabat kecil yang dipertemukan kembali setelah 10 tahun terpisah. Jemima yang tidak bisa melawan takdir dan kesempatan yang ada di depan mata, terpaksa harus bertemu kembali dengan Arion yang sudah dianggapnya sebagai musuh.
Hari-hari mereka berlalu dengan banyak percekokan dan adu mulut karena sikap dingin Arion. Jemima merasa bahwa Arion memang sudah melupakan persahabatan kecil mereka yang sempat dinodai pertengkaran hingga perang dingin terjadi di antara mereka berdua.
Bagaimana kisah mereka berdua? Apakah akan menjadi sahabat kembali? Atau cinta bersemi di antara mereka? Ikuti kisahnya di sini ya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Othsha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
“Ehmmm, kamu belum budek ‘kan?” Jawaban dari Arion malah membuat Jemima terperangah.
“Ehm, kamu tidur di sofa emang gapapa?” tanya Jemima memastikan bahwa Arion melakukannya dengan suka rela.
Arion hanya menjawab pertanyaan gadis itu dengan mengangkat bahunya acuh yang membuat Jemima menggelengkan kepalanya karena tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Ia akan bermalam berduaan saja dengan Arion di rumah kontrakannya, Jemima tidak bisa membayangkan bagaimana tanggapan sang ibu bila mendengar kabar ini dari Miranti.
Jemima yakin dengan pasti bahwa kejadian malam ini, akan sampai ke telinga sang ibu, Cendana. Hal itu membuat Jemima pusing, ia masih tidak ingin kedua ibu mereka mencampuri urusan mereka berdua. Jemima yakin bahwa ia tidak akan jatuh cinta kepada lelaki yang acapkali melukainya walau hanya dengan perkataan tajam yang keluar dari bibir Arion.
Jemima langsung membawakan bantal dan selimut untuk Arion setelah mereka selesai makan malam. Sementara itu, Arion berinisiatif untuk mencuci piring dan gelas kotor yang membuat Jemima tersenyum simpul. Jemima memperhatikan punggung belakang Arion yang bidang dalam diam.
Entah sudah berapa lama waktu berlalu, sejak ia menatap punggung dari lelaki yang sama terakhir kali. Punggung itu menjadi lebih lebar dan bidang, Arion kecilnya sudah tidak ada lagi. Lelaki itu telah menjadi seorang pria dewasa yang pastinya banyak meresahkan hati wanita, bahkan kemungkinan banyak yang patah hati karena tidak mendapatkan Arion.
Jemima larut dalam lamunannya sehingga tak menyadari bahwa sudah sejak beberapa menit yang lalu, Arion sedang menatap Jemima yang sepertinya memperhatikan gerak-geriknya. Jemima bahkan tak menyadari bahwa Arion sudah bergabung dengan dirinya di sofa yang Jemima duduki.
“Udah puas ngelamunnya?” bisik Arion yang membuat Jemima menggelengkan kepalanya singkat lalu menyadari sesuatu. Jemima berpaling dan mendapati wajah Arion yang berada di dekatnya. Jemima langsung bangkit dan berdeham.
“Ehmm, ini bantal dan selimut buat kamu. Ehmmm, selamat malam!” Jemima yang merasa salah tingkah langsung meninggalkan Arion dan memasuki kamarnya dengan secepat kilat. Ia tidak bisa lagi menyembunyikan wajahnya yang sudah memerah dengan sempurna, bahkan telinganya pun ikut memerah karena malu.
Jemima merasa seperti sedang tertangkap basah saat memperhatikan tubuh Arion dan hal itu membuatnya merasa tak akan sanggup bertemu dengan Arion esok hari.
***
Pagi itu mendumg gelap menyelimuti wajah Jemima, kala melihat penampakan Rebecca di depan pintu rumah kontrakannya.
“Ngapain kamu ke sini?” ujar Jemima tanpa menutupi ketidaksenangannya.
“Aku ada urusan sama Arion, bukan sama kamu! Mana Arion?” balas Rebecca dengan ketus yang membuat Jemima semakin jengkel.
Ia mengutuki Arion karena telah memberitahukan alamat tempat tinggalnya kepada Rebecca. Jemima mengingatkan dirinya untuk membuat perhitungan dengan Arion setelah Rebecca yang bagi Jemima adalah perempuan licik pergi dari rumah itu.
Jemima sama sekali tidak menyembunyikan wajahnya yang cemberut selama Rebecca bertamu. Ia merasa kesal karena Arion sama sekali tidak meminta ijin dirinya untuk memberitahukan alamat rumah itu kepada perempuan dengan mulut berbisa itu. Jemima memilih masuk ke dalam kamarnya setelah menyuguhkan teh yang ia buat dengan sangat terpaksa, karena Arion yang memintanya.
Jemima berguling-guling di atas kasurnya karena kesal, sudah satu jam berlalu tetapi belum ada tanda-tanda bahwa Rebecca akan meninggalkan rumah itu. Ia masih bisa mendengar suara manja Rebecca yang terkesan dibuat-buat yang membuat Jemima ingin muntah.
“Rion, kalian masih lamakah? Aku lapar!” ujar Jemima begitu ia keluar dari kamarnya.
“Kamu ‘kan bisa masak atau pesan makanan online, Mima! Pembahasan kami belum kelar!” balas Arion sembari menatap wajah kesal Jemima yang tampak jelas.
Rebecca tersenyum licik karena melihat wajah Jemima yang cemberut. Ia merasa bahwa gadis itu bukanlah seseorang yang perlu dia khawatirkan, walau tadi ia sempat terbakar cemburu kala mengetahui Arion menginap di rumah kontrakan Jemima. Begitu mendengar kabar itu, Rebecca langsung bergerak menuju alamat yang dikirimkan oleh Arion melalui pesan singkat kepada dirinya.
“Mima, kamu mau aku pesanin makanan? Aku tau restoran yang enak dekat sini?” ujar Rebecca dengan lembut yang membuat Jemima semakin jengah dan menatap tajam ke arah perempuan itu.
“No, thanks anyway!” balas Jemima sambil berlalu menuju dapur yang membuat Rebecca memasang wajah terluka yang palsu di depan Arion.
“Kayak aku ngeganggu ya, Rion! Kalo gitu aku balik aja ya, kita bisa ngomongin masalah ini besok atau Senin mungkin?!” ujar Rebecca dengan nada sendu yang membuat Arion menghela nafas pelan.
Ia tidak mengerti kenapa Jemima terlihat tidak senang dengan kehadiran Rebecca. Namun, Arion memilih tidak mengambil pusing dengan perilaku sahabat kecilnya itu, ia memutuskan untuk menyelesaikan urusan pekerjaannya dengan Rebecca terlebih dahulu. Arion tetap meminta Rebecca untuk tinggal sampai pembahasan mereka selesai.
Perhatian Arion terganggu saat mencium aroma masakan Jemima, karena aroma masakan itu mengingatkan dirinya tentang sesuatu.
“Aku udah nyiapin makan siang buat kamu di meja makan!” ujar Jemima kepada Arion sesaat sebelum ia berlalu ke kamarnya.
Arion hanya mengangguk dan menatap punggung Jemima sekilas lalu. Ia meminta ijin kepada Rebecca untuk memeriksa makanan yang dibuatkan oleh Jemima. Arion tersenyum saat mendapati dua buah piring yang berisikan nasi goreng kampung yang merupakan makanan kesukaan dirinya.
‘Ternyata dia masih ingat!’
“Sialan tuh cewek, dia sengaja mau pamer kalo masakan dia enak ya? Awas aja entar, pasti aku balas!” teriak Rebecca begitu ia masuk ke dalam kamar miliknya. Ia melemparkan tas miliknya dengan asal ke atas ranjang, sembari mengepalkan tangannya kala mengingat ekspresi puas yang terpancar di wajah Arion kala menikmati hidangan yang disajikan oleh Jemima.
“Arion itu punya aku! PUNYA AKU!” teriak Rebecca lagi sembari melemparkan vas bunga yang ada di dekatnya ke arah dinding.
Suara ketukan terdengar di pintu kamar Rebecca yang membuat gadis itu mendengus kasar.
“Pergi! Engga usah sok peduli kalian!” Teriakan penuh amarah dari Rebecca kembali terdengar yang membuat seseorang yang berada di depan pintu kamar itu, menghela nafas berat.
“Becca sayang, kamu kenapa, Nak?” ujar seorang wanita paruh baya sembari mengetuk pelan pintu kamar itu.
Rebecca malah membalas pertanyaan wanita itu dengan kalimat pengusiran yang membuat wanita itu kembali diam. Wanita itu terlihat menekan dadanya yang terasa nyeri saat mendengar sumpah serapah yang keluar dari bibir Rebecca. Gadis muda yang sejak tadi berdiri tidak jauh dari wanita itu pada akhirnya membujuk sang nyonya untuk pergi dari tempat itu.
Saat mendengar langkah kaki menjauh, Rebecca terduduk di lantai sambil tertawa miris. Ia menatap nanar ke arah figura yang terletak di meja rias miliknya. Ia mencibir saat kenangan lama tiba-tiba mengharu biru di benaknya dan membuat ia merasa sesak.
‘Kenapa semua orang engga pernah ngertiin aku?!’
****