Cantik dan kaya, dua hal yang tidak dimiliki oleh Anjani. Hal ini membuatnya diperlakukan secara tidak adil oleh suami dan keluarganya. Dihina, diselingkuhi dan diperlakukan dengan kasar, membuat Anjani akhirnya menyerah.
Keputusan bercerai pun di ambil. Sayangnya, sesuatu hal buruk terjadi pada wanita itu dan membawanya bertemu dengan seorang Kelvin Stewart yang merubah hidupnya.
Keinginannya saat ini hanya satu, yaitu membalaskan dendamnya pada Andrew Johanson Sanjaya, mantan suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naya_handa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyempurnakan kesembuhan
Waktu terus bergulir dan Anjani mulai menjalani hidupnya yang baru. Jika Andrew dan Cheryl saat ini sedang berpesta foya, merayakan pernikahan mereka, lalu di lanjut dengan kesuksesan Cheryl menjadi pemain film layar lebar, hingga menerima pernghargaan aktris terbaik, maka Anjani masih berusaha menata hidupnya yang telah dirusak oleh dua orang itu.
Wanita ini seperti mendapat golden tiket dari tuhan yaitu mendapatkan kesempatan kedua dalam hidupnya. Setelah nyawa berada di ujung tanduk, ternyata tuhan masih mengasihinya dengan mengirimkan seorang Kelvin yang dengan tulus membantu dan menyelamatkannya. Pria ini selalu bungkam setiap wanita ini bertanya apa alasan Kelvin menyelamatkannya, laki-laki itu selalu menjawab dengan pertanyaan lagi.
“Apa menyelamatkan seseorang harus ada alasannya?” pertanyaan itu menjadi pertanyaan keramat dari Kelvin.
Tentu saja keramat, karena dalam pikiran seorang Anjani yang telah dibuang oleh suaminya, tidak pernah ada orang yang benar-benar tulus menolongnya. Setiap orang yang memperlakukan orang lain dengan baik, sudah pasti karena ia memiliki motif terselubung. Tidak pernah ada orang yang benar-benar tulus, selain penyanyi bersuara lembut favorit author.
Meski demikian, Kelvin tetap menunjukkan usahanya kalau ia tidak pernah meminta balasan apa pun dari wanita yang di tolongnya. Melihat wanita itu membaik saja, perasaan bahagia menyeruak di dada Kelvin. Ada alasan tersendiri mengapa kesembuhan Anjani seperti obat untuk hatinya.
Seperti saat ini, Kelvin memperhatikan Anjani sedang belajar berjalan di taman belakang, dari kejauhan. Ia di bantu oleh seorang perawat yang memapahnya, berjalan tertatih-tatih dari satu tempat ke tempat lainnya. Kelvin memperhatikan dari pintu, ia bersandar pada dinding sambil bersidekap.
“Apa tidak terasa sakit?” tanya pria tersebut.
Anjani segera menoleh dan terlihat Kelvin menghampirinya lalu duduk di salah stau kursi taman.
“Tidak terlalu. Aku rasa kakiku sudah membaik. Aku bisa memijakkannya tanpa merasa ngilu. Apalagi sekarang aku sudah tidak terlalu gemuk, beban kakiku sudah tidak terlalu berat lagi,” timpal Anjani.
“Baguslah. Siang ini kita akan ke rumah sakit, aku udah bikin janji temu sama Bobby. Katanya hari ini kamu bisa lepas beberapa perban dan jahitan.”
Ucapan Kelvin membuat Anjani menghentikan langkahnya. Ia berbalik arah menuju kursi di depan Kelvin dengan tertatih-tatih tanpa berpegangan pada perawatnya, cukup lambat seperti penguin. Tetapi dengan kesabarannya, akhirnya ia sampai dan bisa duduk berhadapan dengan Kelvin.
“Apa akan ada tindakan lagi?” Anjani bertanya dengan penasaran. Ia sadar benar, sudah banyak uang yang dihabiskan Kelvin dan Bobby untuk menolongnya. Setiap tindakan medis yang dijalani Anjani sudah pasti berbiaya tinggi, ia tidak tahu harus membayarnya seperti apa.
“Aku belum bisa menentukan. Rencana terapi selanjutnya tergantung hasil pemeriksaanmu hari ini. Jadi, bersiaplah,” ujar Kelvin seraya beranjak.
“Tunggu,” dengan segera Anjani menahan tangan Kelvin agar tidak pergi.
Kelvin meilhat tangannya yang disentuh Anjani, lantas menariknya. “Ada apa?” tanya pria itu. Ia tidak nyaman berpegangan tangan seperti ini dengan wanita yang asing untuknya.
“Duduklah sebentar, aku ingin berbicara.” Anjani meminta dengan sungguh.
Kelvin pun urung beranjak, ia kembali duduk dihadapan Anjani. “Aku akan mendengarkan,” ucap pria itu seraya menangkupkan kedua tangannya di atas meja.
Anjani tidak lantas berbicara, ia memperhatikan jemari tangannya yang jauh menyusut menjadi lebih kurus. Menurut Bobby hal ini karena beberapa bagian ususnya yang pecah telah di potong, sehingga proses pencernaan di tubuhnya menjadi lebih cepat dan berakibat pada bobot tubuhnya yang menurun drastis. Dari 108 kg, sekarang hanya sekitar 51 kg. Cincin yang melingkar di tangannya pun kembali longgar, bisa ia lepas setelah dulu terjebak di antara lemak jarinya sendiri.
“Ambil lah ini, sebagai bukti usahaku untuk membayar semua biaya pengobatan. Aku tau ini jauh dari kata cukup, tapi aku berjanji aku akan melunasinya.” Wanita itu menaruh cincin berlian pemberian sang kakek mertua di hadapan Kelvin.
“Apa maksudmu? Aku tidak meminta bayaran atas semua pengobatanmu.” Laki-laki itu enggan untuk menerimanya.
“Ya, aku tau kamu melakukan ini atas dasar kemanusiaan. Tapi tolong, jangan mengecilkan usahaku. Aku sudah banyak merepotkan kalian, jangan membuatku lebih malu dengan terlihat tidak tau diri seperti ini.” Anjani berujar dengan sungguh. Ia merasa tidak nyaman karena mendapatkan bantuan pengobatan gratis yang harganya tidak murah, juga tinggal di rumah yang indah. Entah seperti apa ia harus membalas kebaikan Kelvin.
“Aku gak bisa menerima ini. Cincin ini pasti sangat berharga untukmu. Ambillah, aku tidak membutuhkannya.” Kelvin bersikukuh menolaknya.
“Kalau kamu tidak bisa menerima cincin ini, paling tidak tolong simpan benda ini sebagai jaminan. Setelah sembuh aku akan bekerja dan menghasilkan banyak uang. Aku akan melunasi semuanya. Dan setelah lunas, aku akan mengambil kembali cincin ini. Tolong penuhi permintaanku, agar aku punya motivasi untuk melakukan sesuatu.” Anjani menatap Kelvin dengan lekat, membuat laki-laki itu tidak bisa menolaknya. Alasan Anjani terlalu kuat, dia bilang sebagai motivasi, sesuatu yang tidak Kelvin miliki saat ini.
“Baiklah, aku akan mengambil cincin ini dengan jaminan kalau kamu akan bangkit. Setelah kamu merasa mampu melakukan segala sesuatu sendiri, ambilah cincin ini. Tidak perlu membayar apa pun karena aku tidak buka jasa penitipan barang.” Kelvin tidak kalah tegas, kalimatnya membuat Anjani berusaha tersenyum.
“Aw aw aw.” Usahanya gagal. Rahangnya yang bergeser masih selalu terasa ngilu hingga harus ia pegangi pelan-pelan.
“Tersenyumlah lain kali dengan lebih tulus, jangan memaksakan diri seperti joker. Sekarang bersiaplah, aku akan menunggumu di depan,” tegas Kelvin seraya benar-benar pergi meninggalkan Anjani.
Anjani masih terdiam memandangi arah berlalunya Kelvin sambil memegangi rahangnya yang masih diperban. Ia tidak habis pikir dengan orang seperti Kelvin. “Kamu orang yang sangat baik, Vin. Semoga hidupmu selalu bahagia.” Anjani berujar dengan tulus.
***
Wangi rumah sakit yang khas, kembali Anjani hirup di dalam sebuah ruang tindakan. Saat ini Bobby tengah melepas beberapa jahitan luka dan memberinya kasa tipis juga plester yang menutupi luka Anjani.
“Luka-lukamu kering dengan baik. Dalam beberapa hari ke depan, akan terasa gatal karena proses pengeringan luka. Ingat, untuk tidak menggaruknya ya, agar bekas lukanya tidak terlalu parah,” ucap Bobby yang baru selesai melepas beberapa perban lama. Ia juga memberikan sebuah cermin pada Anjani, untuk melihat luka di wajahnya.
“Terima kasih, dok.” Anjani benar-benar bersyukur akhirnya perban-perban itu tidak lagi membalut tubuhnya. Hanya bersisa beberapa titik saja yang masih ditutupi perban, karena lukanya masih cukup basah. Misalnya bagian pipi yang terluka cukup dalam. Kondisi wajahnya memang rusak, dipenuhi luka banyak luka goresan yang cukup dalam layaknya bajak laut.
“Jangan berterima kasih padaku, tapi pada pria di belakangmu,” ujar Bobby seraya menyodorkan kapas yang sudah ia beri antibiotic cair. Anjani mengambil kapas itu lantas menoleh sang pria di belakangnya.
“Dia sudah berterima kasih padaku, setiap waktu, sampai telingaku gatal dan terus berdengung.” Kelvin berujar lebih dulu sebelum Anjani berbicara. Anjani hanya tersenyum, karena ucapan pria itu benar.
“Kalau begitu, beri dia sentuhan terakhir. Sempurnakan kesembuhannya. Aku rasa dia butuh bantuanmu untuk rekontruksi wajahnya.” Bobby menatap Kelvin dengan penuh keyakinan.
“Dia bisa operasi wajah?” Anjani kaget mendengarnya. Ia pikir laki-laki ini berprofesi sebagai pelukis karena banyak gambar wajah yang laki-laki itu buat.
“Dia salah satu dokter spesialis bedah plastik terbaik yang pernah ada, bujuklah,” ucap Bobby seraya mengedipkan mata kanannya pada Anjani. Ia sengaja menggunakan Anjani untuk membujuk Kelvin. Mulut Anjani sampai menganga mendengar ujaran Bobby. Ia menatap Kelvin penuh tanya.
“Tidak perlu membujukku, aku sudah berhenti dari pekerjaan itu,” ucap pria itu seraya beranjak dari tempatnya.
“Berhenti? Kenapa? Anjani jadi penasaran. Ia menoleh Bobby tetapi laki-laki itu hanya mengendikkan bahunya. Lalu menoleh Kelvin, laki-laki itu malah keluar dari ruang tindakan.
Kenapa sebenarnya, bukankah pekerjaan sebagai dokter spesialis bedah plastik adalah pekerjaan yang paling diminati akhir-akhir ini? Mengapa dia berhenti?
****
ingat di ujung cambuk kehidupan ada emas berlian intan menanti mu✌️