5 hari sebelum aku koma, ada sesuatu yang janggal telah terjadi, aneh nya aku tidak ingat apa pun.
__________________
"Celine, kau baik-baik saja?"
"Dia hilang ingatan!"
"Kasian, dia sangat depresi."
"Dia sering berhalusinasi."
__________________
Aku mendengar mereka berbicara tentang ku, sebenarnya apa yang terjadi? Dan aneh nya setelah aku bangun dari koma ku, banyak kejadian aneh yang membuat ku bergidik ketakutan.
Makhluk tak kasat mata itu muncul di sekitar ku, apa yang ia inginkan dari ku?
Mengapa makhluk itu melindungi ku?
Apakah ini ada hubungan nya dengan pria bermantel coklat yang ada di foto ku?
Aku harus menguak misteri ini!
___________________
Genre : Horror/Misteri, Romance
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maylani NR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Briyon
Pukul 23:00 di apartemen Celine.
Malam itu, Celine berdiri di hadapan sosok hantu yang telah mengikutinya ke mana pun ia pergi. Sosok yang selama ini hanya ada dalam bayangannya, membuat dirinya terperangkap dalam kebingungannya. Namun, ternyata, hantu yang ia kira akan sangat menyeramkan, justru menunjukkan wujud yang jauh lebih menenangkan—dan tampan.
"Jadi, nama mu Briyon?" Celine bertanya sekali lagi, memastikan jika apa yang ia dengar benar.
"Ya," jawab hantu itu, suaranya dalam dan tenang.
Celine terdiam sejenak, masih terkejut dengan kenyataan bahwa pria di hadapannya, yang selama ini ia anggap sebagai sosok menakutkan, ternyata begitu berbeda dari yang ia bayangkan.
"Ah, suaranya kenapa lembut sekali?" gumamnya dalam hati. "Aku tidak habis pikir. Kenapa hantu seperti dia bisa membunuh orang yang ada di dalam gang itu? Tidak sesuai dengan wajahnya."
Celine mengernyitkan dahi. Semua informasi yang ia dapatkan selama ini seakan bertentangan dengan kenyataan yang ada di depannya.
"Begitu ya," ia melanjutkan dengan suara penuh pertanyaan. "Boleh aku bertanya padamu? Sebenernya kamu ini siapa? Dan kenapa kamu selalu mengikuti aku?"
Hantu itu tersenyum, namun kali ini senyumnya tak memberi rasa tenang seperti sebelumnya. Justru, senyum itu semakin membuat Celine semakin bingung.
"Kenapa dia tersenyum?" pikir Celine, namun ia tak berkata apa-apa.
"Aku hilang ingatan beberapa hari yang lalu karena insiden kecelakaan," kata Celine, berbicara pelan dan penuh keraguan. "Aku mencoba mencari tahu foto kenangan di dalam album ponselku, tapi anehnya aku tidak menemukan apa pun di sana, hanya ada satu foto misterius yang saat ini aku cari tahu, yaitu sosok pria bermantel coklat yang sedang memegang kue ulang tahun."
Celine menatap Briyon dengan penuh harap. Ada banyak pertanyaan yang tak kunjung menemukan jawabannya.
"Apakah orang itu adalah dirimu?"
"Ya," jawab Briyon singkat.
"Jadi benar dia orangnya." Celine mengangguk pelan, merasa sedikit lega karena ada sedikit titik terang dalam pencariannya. Namun, satu pertanyaan masih menggantung di benaknya.
"Lalu, apa hubungannya kamu dengan aku? Apakah saat kamu masih hidup kita saling mengenal?" tanya Celine, suara hatinya penuh dengan harapan agar pertanyaan ini bisa mendapat jawaban.
Briyon hanya tersenyum. Senyum yang sama seperti tadi, yang semakin membuat Celine frustasi.
"Berhenti tersenyum padaku! Tolong jawablah semua pertanyaanku! Karena aku ingin mengingat kembali semua ingatanku yang telah hilang!" Celine mulai merasa marah, tetapi amarahnya tidak direspon seperti yang ia harapkan. Briyon tetap diam, hanya tersenyum tipis.
Namun, beberapa saat setelah itu Briyon mulai bergerak. Dengan gerakan yang tenang, ia menunjukkan jari telunjuknya ke arah meja bufet di sisi kiri ranjang Celine. Meja itu selalu menjadi tempat Celine menyimpan kaset dan video CD koleksinya.
"Meja bufet?" tanya Celine, bingung.
Briyon mengangguk, dan segera beranjak menuju meja bufet itu. Celine hanya bisa menatap, kebingungannya semakin menjadi.
"Apa yang ingin ia tunjukkan padaku?" pikir Celine, merasa penasaran. Ia mengikuti Briyon dengan langkah ragu, mendekati meja bufet yang selalu dipenuhi dengan barang-barang koleksinya.
"Meja ini isinya hanya kaset dan video CD ku. Apa yang ingin kamu tunjukkan?" tanya Celine, matanya mengamati Briyon yang semakin dekat dengan meja.
"Buka!" seru Briyon dengan nada yang lembut, namun penuh penekanan.
Celine menatap Briyon sejenak, ragu-ragu. Namun, setelah menarik napas panjang, ia akhirnya meraih gagang laci paling bawah.
"Baiklah, aku akan buka," jawab Celine dengan sedikit kebingungan, meski hatinya penuh rasa penasaran.
Dreeet!
Dengan perlahan, Celine membuka salah satu laci di bagian paling bawah meja bufet. Laci itu sudah agak usang, dan ketika dibuka, hanya terdapat tumpukan kaset jadul yang sudah lama tak didengarkan.
"Kaset?" Celine bertanya pada Briyon.
Ia menoleh, melihat hantu yang sejak tadi berdiri di sampingnya. Briyon tetap diam, tetapi ekspresinya terfokus pada tumpukan kaset itu, seolah-olah ada sesuatu yang sangat penting di sana.
"Kamu ingin aku mengeluarkan semua kaset ini?" tanya Celine, matanya tak lepas dari wajah Briyon yang menunjukkan tanda-tanda kekuatan tersembunyi dalam diamnya.
Briyon mengangguk perlahan, lalu terus memusatkan perhatiannya pada kaset-kaset yang terhampar di laci itu.
"Begitu ya," kata Celine, meski kebingungannya makin menjadi. "Baiklah, aku akan mengeluarkannya."
Dengan gerakan hati-hati, Celine mulai mengeluarkan satu per satu kaset tersebut. Masing-masing kaset itu memiliki sampul usang dan kotor, seakan sudah lama terabaikan. Ia menyusunnya dengan rapi di sisi kanannya, berharap bisa menemukan sesuatu yang penting di antara semua benda tersebut.
"Laci ini sudah kosong. Apa yang ingin kamu tunjukkan?" tanya Celine, matanya masih memeriksa laci yang kini kosong.
Namun, Briyon tetap diam, hanya menatap kosong ke dalam laci. Fokusnya tak bergeser.
"Ruang... rahasia!" Briyon akhirnya berkata, suaranya terdengar tenang, namun ada sesuatu yang membuat Celine merinding.
"Ruang rahasia? Di mana? Aku tidak melihat tombol atau pun kunci rahasianya." Celine mengalihkan pandangannya, berusaha mencari apapun yang bisa mengungkap rahasia yang dimaksud.
Ia menyentuh tiap sudut laci, memeriksa apakah ada sesuatu yang tersembunyi, tapi tidak menemukan apapun yang mencurigakan.
"Di mana?" tanya Celine lagi, memastikan.
Tiba-tiba, Briyon mengangkat tangan dan menunjuk jari telunjuknya tepat ke sebuah tali kecil berwarna putih yang hampir tak terlihat di bagian bawah laci.
"Tarik... tali!" Briyon berkata, suaranya sedikit mendesak.
Celine tertegun sejenak. "Tarik tali? Oh... itu ada tali. Apakah ini kunci-nya?" Ia bertanya dalam hati, merasa seolah-olah dunia ini penuh dengan teka-teki yang tak kunjung selesai.
"Ya!" jawab Briyon dengan pasti.
"Baiklah, akan kucoba," Celine berkata, dengan perlahan menarik tali putih itu. Tiba-tiba, papan laci itu terangkat dengan sendirinya, menunjukkan sebuah ruang tersembunyi di bawahnya.
"Ruang di bawah papan ini... luar biasa. Aku tidak pernah tahu tentang ini sebelumnya. Apa mungkin karena aku lupa ingatan, jadi aku melupakan ruang rahasia ini?" Celine berpikir keras, hatinya berdebar kencang.
"Di... dalam!" Briyon mengarahkan jari telunjuknya ke dalam ruang itu.
Dengan rasa penasaran yang semakin menguasai dirinya, Celine mengeluarkan papan penutup ruang rahasia itu. Ia tak sabar untuk melihat apa yang tersembunyi di sana.
Begitu papan penutupnya terbuka sepenuhnya, Celine terkesiap. "Hah? Apa ini?"
Ketika Celine mencoba melihat isi ruang rahasia tersebut, ia terkejut dengan benda-benda yang ada di dalamnya.
"Benda ini—"
Celine meraih sebuah album foto bersampul merah jambu di tangannya, lalu melirik benda berikutnya: sebuah kotak kecil berwarna merah. Benda-benda itu terasa sangat familiar di matanya.
"Ini album foto, dan kotak ini sangat familiar, sepertinya ini kotak cincin."
Dengan hati-hati, Celine melanjutkan untuk melihat lebih dalam, dan di bawah benda-benda itu, ada satu lagi yang menarik perhatiannya. Sebuah bingkai foto berukuran sedang. Tanpa ragu, ia mengambil bingkai tersebut dan melihatnya dengan cermat. Namun, ketika Celine melihat foto di dalamnya...
"Hah!?"
Foto itu membuat jantung Celine berdegup lebih kencang. Dalam bingkai itu, terlihat sepasang mempelai yang baru saja melangsungkan resepsi pernikahan. Mereka duduk bersanding dalam suasana penuh kebahagiaan. Celine mengenali dirinya sendiri di sana, tersenyum bahagia bersama seorang pria yang sekarang tengah berdiri di hadapannya—Briyon.
"Jadi, kamu adalah—"
Namun, sebelum Celine bisa melanjutkan kata-katanya, tiba-tiba Briyon menyentuh dada kirinya dengan tangan kanan, seraya berkata dengan lembut, "Suami... Celine."
"Suami ku?" kata Celine terkejut, mulutnya tak mampu berkata-kata. "Kenapa?"
"Kenapa aku tidak mengingatnya? Hal sepenting ini, kenapa?" Celine bertanya pada dirinya sendiri, bingung dan terluka.
Ia kembali memperhatikan foto itu dengan tatapan sendu. Air matanya menetes tanpa bisa ia tahan. Celine melihat dirinya tersenyum bahagia bersama pria itu, yang sekarang ia tahu adalah suaminya—Briyon.
"Maafkan aku, aku tidak mengingatmu, maafkan aku," bisiknya pelan.
Perasaan yang bercampur aduk menyelimuti Celine. Di satu sisi, ia merasa lega karena akhirnya sebagian besar pertanyaannya terjawab. Tapi di sisi lain, rasa kesedihan dan ketidakpastian semakin menggerogoti dirinya. Kenapa ingatannya begitu kabur? Kenapa ia tak bisa mengingat kenangan yang seharusnya sangat berharga baginya?
"Aku... tidak ingat apa-apa... kenapa dengan kepala ku?" Celine berkata, kesal dengan kondisinya saat ini. Ia pun tanpa sadar memukul-mukul kepalanya sendiri, berharap ingatannya bisa kembali.
Bug! Bug! Bug!
Celine terus memukul kepalanya dengan kedua tangannya, frustasi dan bingung. Namun, Briyon yang melihatnya terkejut, segera bergerak memadatkan tubuhnya untuk mendekat dan menahan tangan Celine.
"Celine, berhenti!" seru Briyon dengan suara penuh keprihatinan.
"Hiks... aku ingin ingatanku kembali!" Celine menangis, tak mampu menahan emosinya lagi.
Briyon tak tega melihat Celine begitu. Ia tahu betapa besar keinginan Celine untuk mengingat apa yang telah terjadi. Tanpa berkata lebih, Briyon meletakkan telapak tangannya di kedua mata Celine.
"Aku... bantu," ujarnya, berusaha menenangkan Celine.
Celine tampak bingung. "Apa yang akan kamu lakukan?"
Briyon tersenyum lembut. "Tenang... aku akan ...tunjukkan."
Dengan itu, Briyon menutup kedua mata Celine secara perlahan, dan Celine merasakan sentuhan lembut itu. Saat itu juga, ia merasakan perasaan asing—seperti memasuki ruang yang penuh dengan kenangan yang terlupakan. Dalam sekejap, Celine seolah dibawa kembali ke lima hari sebelum insiden kecelakaan yang menghilangkan segala ingatan nya.
...Bersambung... ...