Aisha berjalan perlahan mendekati suaminya yang terlihat sedang menelepon di balkon, pakaian syar'i yang sehari-hari menjadi penutup tubuhnya telah dia lepaskan, kini hanya dengan memakai baju tidur yang tipis menerawang Aisha memberanikan diri terus berjalan mendekati sang suami yang kini sudah ada di depannya.
"Aku tidak akan menyentuhnya, tidak akan pernah karena aku hanya mencintaimu.."
Aisha langsung menghentikan langkahnya.
Dia lalu mundur perlahan dengan air mata yang berderai di pipinya, hingga ia kembali masuk ke dalam kamar mandi, Alvin tidak tahu jika Aisha mendengar percakapan antara dirinya dengan seseorang di ujung telepon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sakit
Pukul 00.30
Alvian membuka pintu apartemennya, lalu berjalan perlahan mendekati dapur, sudah menjadi kebiasaannya selama sebulan terakhir sesampainya di rumah dia akan langsung memeriksa apakah ada catatan untuknya dari Aisha yang biasa di tempel di kulkas.
Ternyata ada, setelah beberapa hari Aisha tidak pernah memberikan pesan, kali ini ada sebuah nota yang di tempel di kulkas untuknya.
'Saya mencari kotak obat, tapi tidak ketemu. Kalau ada tolong simpan di depan pintu kamar jika anda sudah pulang.'
Alvian langsung melihat pintu kamar Aisha.
"Apa dia sakit?" gumam Alvian seraya berjalan dengan sedikit tergesa memasuki kamarnya dan tak lama keluar dengan kotak obat di tangannya.
Alvian nampak ragu ketika dia berada di depan pintu kamar Aisha, namun kemudian memberanikan diri mengetuk pintunya satu kali.
"Kotak obatnya aku akan simpan disini." Alvian segera menyimpannya di depan pintu.
Tak ada jawaban. Alvian lalu berpikir jika mungkin Aisha tidak akan keluar jika dirinya masih ada disana.
Dia lalu berinisiatif untuk masuk ke dalam kamarnya, membuka dan menutup pintunya dengan sedikit keras agar Aisha tahu jika dirinya telah masuk ke dalam kamar.
Benar saja. Tak lama terdengar suara pintu kamar Aisha terbuka lalu menutup kembali.
Alvian yang masih berdiri di depan pintu kamarnya merasa sangat penasaran akan apa yang sebenarnya terjadi, kenapa Aisha membutuhkan kotak obat, mungkinkah dirinya terluka atau sebenarnya sedang sakit.
Alvian berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya, merasa sedikit khawatir jika saja keadaan Aisha ternyata parah, atau bahkan dia takut jika sebenarnya Aisha sakit tapi salah meminum obat yang ada di kotak obat tersebut.
Memikirkan itu Alvian segera keluar kamarnya menuju kamar Aisha, dia segera mengetuk pintunya beberapa kali.
"Apa yang terjadi?Apa kamu sakit?" tanya Alvian dengan suara yang sedikit keras.
Tak ada jawaban, semakin membuat Alvian khawatir.
"Bisa kamu buka pintunya sebentar?"
Tetap. Tak ada jawaban.
Tentu saja dia khawatir, berpikir jika terjadi sesuatu pada Aisha tentu saja dia yang akan disalahkan oleh orang tuanya juga oleh mertuanya, memikirkan itu dia kembali mengetuk kamar Aisha.
"Saya tidak apa-apa." Tiba-tiba terdengar suara pelan dari dalam kamar.
"Lalu kenapa kamu membutuhkan kotak obat, apa kamu terluka?" tanya Alvian penasaran.
"Saya tidak apa-apa." Aisha memberikan jawaban yang sama masih dengan suaranya yang pelan.
Alvian termangu di depan pintu, walaupun jarang mendengar suara Aisha akan tetapi dia tahu jika istrinya sedang tidak baik-baik saja, terdengar dari suaranya yang lemah.
Alvian nampak bingung, dia kembali berjalan mondar-mandir di depan kamar Aisha.
Sementara di dalam kamar.
Aisha berbaring dengan lemah, sekujur tubuhnya basah oleh keringat, wajahnya nampak sangat pucat.
Aisha mencoba melihat termometer yang sudah dia simpan di mulutnya, dengan matanya yang sedikit kabur Aisha melihat termometer yang menunjukkan angka 39.6⁰ C.
Dengan segala upaya dia mencoba untuk duduk, mengambil kotak obat di atas meja kecil di sampingnya, lalu mencari sesuatu di dalamnya, tapi dia tak menemukan obat penurun panas disana.
"Ya Allah.." Aisha meringis sambil kembali berbaring.
Aisha menitikkan air mata, mengingat ketika terakhir kali dia sakit, ada umi dan adiknya Maryam yang mengurusnya dengan penuh kasih sayang.
"Ummi.." Aisha merintih memanggil sang ibu, dengan air mata yang terus keluar membasahi bantal di bawahnya.
Tak lama terdengar kembali suara pintu diketuk, Alvian suaminya kembali bertanya apa yang sebenarnya terjadi.
Aisha kembali mengumpulkan tenaganya agar bisa kembali duduk, berjalan mendekati meja, mengambil kertas lalu menulis sesuatu di atasnya.
Dia lalu berjalan mendekati pintu, kemudian duduk bersandar di sampingnya lalu mengeluarkan kertas melewati kolong pintu.
Alvian melihat kertas yang keluar dari bawah pintu, dia segera mengambilnya lalu membaca isi tulisan di atasnya.
'Saya butuh obat penurun panas, tidak ada di dalam kotak obat'
Alvian lantas mengerti jika Aisha kini sedang demam, dia kemudian dengan segera mencari persediaan obat yang ia simpan.
Akhirnya dia menemukan obat itu, obat yang lupa ia masukkan ke dalam kotak obat.
Alvian segera memberikan obat itu pada Aisha juga melewati bawah pintu.
"Minumlah segera obatnya," ucap Alvian di balik pintu.
Aisha mengambilnya, kembali berdiri dan duduk di atas tempat tidurnya, membuka kemasan obat dan segera meminumnya bersama air yang ada di atas meja.
Kini ia kembali berbaring di atas tempat tidur, berdoa dan berharap obat tadi bisa menurunkan panas tubuhnya agar dirinya bisa kembali sehat seperti sediakala.
Dia tak ingin sakit lebih lama lagi, sudah cukup baginya Allah mengujinya dengan sakit selama dua hari ini, dan itu sangat membuatnya menderita, selain karena kesakitannya juga karena kesedihannya lantaran tidak ada yang mengurusinya.
Alvian sudah kembali ke kamarnya, jam sudah menunjukkan pukul setengah dua malam, dia yang baru saja mandi dan sudah berbaring di atas tempat tidur tidak bisa memejamkan matanya untuk tertidur, dia memikirkan Aisha.
Dia hanya bisa berharap jika obat yang diberikannya bisa menurunkan panas Aisha, sehingga dia tidak perlu khawatir seperti ini lagi.
Tapi kemudian dia berpikir bagaimana jika panasnya tidak turun, atau malah penyakitnya bertambah parah, apa yang harus dilakukannya?
***
Keesokan harinya.
Alvian memutuskan untuk datang ke Rumah Sakit agak siang, dia ingin memastikan dulu jika Aisha sudah sembuh atau malah sebaliknya.
Alvian mengetuk pintu kamar Aisha.
"Bagaimana keadaanmu?"
Aisha yang berada di dalam kamar merasa kaget karena Alvian rupanya belum pergi bekerja seperti biasanya.
"Sudah lebih baik," jawab Aisha.
"Apa kamu yakin?"
"Ya," jawab Aisha singkat.
Alvian masih berdiri di depan pintu, dia tidak cukup yakin dengan jawaban istrinya walaupun dari suaranya memang sudah tidak terdengar lemah seperti semalam.
"Kamu harus makan sesuatu. Aku akan memesan makanan untukmu."
Tak terdengar jawaban dari dalam kamar. Alvian berbalik dan mengambil ponselnya, dia terlihat akan memesan makanan untuk Aisha.
Namun tiba-tiba Alvian kaget mendengar suara pintu kamar Aisha terbuka, tanpa melihatnya Aisha berjalan mendekati dapur dan nampak bersiap untuk memasak.
Alvian melihat Aisha nampak segar walaupun dia tidak dapat memastikan dikarenakan wajahnya yang seperti biasa tertutupi oleh cadar.
"Tidak usah merepotkan, saya akan masak sendiri," ucap Aisha sambil mencuci beras membelakangi Alvian.
"Syukurlah kalau begitu," jawab Alvian sambil berjalan mendekati kamarnya lalu masuk ke dalamnya.
Beberapa saat kemudian, Alvian kembali keluar dengan setelan rapihnya, melihat Aisha yang masih sibuk memasak membelakanginya.
"Ini nomor ponselku, kalau ada apa-apa segera hubungi aku," ucap Alvian meletakkan kartu nama miliknya di atas meja makan.
Aisha tak bergeming, dia tetap fokus pada masakannya.
Alvian menunggu jawaban sambil menatap Aisha dari belakang, melihat tubuh yang dibalut baju syar'i berwarna merah muda yang tertutup, dengan hijab dan cadar berwarna senada.
Walaupun begitu, Alvian bisa tahu jika istrinya itu mempunyai tubuh yang kecil ramping, dari telapak tangannya dia juga bisa memastikan jika Aisha berkulit putih bersih.
Alvian kini mulai merasa penasaran akan wajah Aisha yang sebenarnya.
"Aku juga menyimpan uang disini, pergilah keluar untuk berjalan-jalan atau berbelanja, sudah satu bulan kamu disini tapi tidak pernah kemanapun. Kamu demam semalam bisa jadi karena kamu stres karena di rumah terus." Alvian menyimpan amplop berisi uang di samping kartu namanya di atas meja.
Aisha langsung terdiam, dia sedikit kaget dengan perkataan Alvian yang memberinya uang dan menyuruhnya keluar untuk berbelanja.
"Saya tidak memerlukan uang anda. Anda memberi saya makan saja, saya sudah sangat berterima kasih," ujar Aisha tanpa membalikkan tubuhnya, kemudian kembali melanjutkannya pekerjaannya.