Pembaca baru, mending langsung baca bab 2 ya. Walaupun ini buku kedua, saya mencoba membuat tidak membingungkan para pembaca baru. thanks.
Prolog...
Malam itu, tanpa aku sadari, ada seseorang yang mengikuti ku dari belakang.
Lalu, di suatu jalan yang gelap, dan tersembunyi dari hiruk-pikuk keramaian kota. Orang yang mengikuti ku tiba-tiba saja menghujamkan pisau tepat di kepalaku.
Dan, matilah aku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ady Irawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Bogel Muncul!!
"Yoo." Udin menyapaku dengan semangat.
"Woi. Dari mana saja Lu?" tanyaku.
"Dari rumah sodara. Soalnya kejadian Pak Lek ku terngiang ngiang sih." Jawabnya sambil bersikap sok tegas. "Aku menghindar sedikit dari kenyataan. Hahaha."
Nex
Di sekolah, Udin menjadi pusat perhatian karena sudah beberapa Minggu tidak masuk kelas. Dan ternyata, keluarganya sudah meminta izin kepada Pak Nur. Itulah mengapa wali kelas kami itu diam seribu bahasa saat Udin absen cukup lama.
Nex
Sudahlah, lupakan masalah Udin. Udin sudah terbukti baik baik saja itu sudah cukup. Ok? Titik!
Ini aku sudah berada di rumah Belanda yang ada di desa Tebo Selatan. Sudah sore harinya, sekitar jam tiga lewat seperempat. Memasang perlengkapan tempur, dan berharap semuanya berjalan dengan lancar.
Dari sini, rumahnya Bogel memang tidak terlihat jelas karena terhalang pohon yang cukup rindang. Tapi, masih bisa merekam bagian teras dan lapangan Ba'an yang sudah di penuhi dengan ilalang.
Nah, ke sana lagi? Oh tentu saja. Kali ini, aku berhati hati sekali. Handphone aku mode silent, dan mulai merekam dari jalan pintas yang ada di sebelah timur SDN Mulyorejo 30. Tak lupa, aku membawa perbekalan yang berisikan roti dan air putih.
Suasana di Ba'an sangat mencekam walaupun saat sore hari ini cuacanya terbang sangat cerah. Tapi, cahaya matahari seolah enggan menyinari desa terkutuk ini. Setelah berada di belakang bangunan bekas gudang penyimpanan hasil panen milik Pak Rawi. Aku berputar sedikit ke arah barat, dan menuju ke jejeran rumah rumah kecil yang ada di seberang sana. Menuju rumah yang ada di tengah tengah, ya itu adalah rumahku yang dulu sekali. Dimana aku terkena santet dan hampir mati karenanya. Dan juga, dimana sang kuntilanak menggondol aku ke alam gaib. Itu ada di buku pertama, silahkan baca kalau penasaran, kalau tidak juga ga papa. Woles saja. Karena buku kedua ini memang masih terkait dengan buku pertamanya, tapi aku coba membuat cerita yang tidak membingungkan para pembaca baru. Wkwkwkw.
Nex
Rumah ku, Istanaku. Harusnya, andaikan saja, bila saja semua kejadian tak masuk akal lima puluh tahun yang lalu tidak pernah terjadi, mungkin aku sudah mati di rumah ini. Hidup dengan damai di mana aku seharusnya berada. Penyesalan karena tidak bisa meminta maaf kepada kedua orang tuaku, kakakku si Mas Andri Haryanto, dan teman teman yang dulu aku sayangi.
Kamarku terlihat begitu berantakan, dipannya sudah habis di makan oleh rayap. Atapnya sudah meninggalkan beberapa biji genteng saja. Lalu, dinding batanya masih berdiri kokoh walaupun banyak lumutnya. Tapi, dinding anyaman bambu nya sudah berlubang di sana sini.
Aku menuju kamar depan yang ada jendelanya. Jendela itu terbuat dari kayu, dan Alhamdulillah, masih di buka tutup walaupun sedikit susah. Aku memperhatikan rumah dukun santet itu. Dan menyadari kalau ingatanku baik baik saja. Dimana seharusnya ada makam dukun santet yang seharusnya di rahasiakan itu. Kini sudah di gali, dan galiannya tidak di tutup.
Siapakah gerangan orang gila yang membongkar makam keramat itu? Apakah makam itu di bongkar oleh pihak kepolisian mengingat Bripda Cikita menanyakan tragedi Ba'an? Ataukah ada orang yang ingin menjadi sakit seperti Bogel dan Pak Bejo? Kalau ada, pasti orang itu salah satu saksi yang mengetahui kesakitan mereka. Dan pasti orang orang yang terlibat di kasus itu. Tapi, menurut cerita Efi, semua orang yang pernah tinggal di sini telah kabur dari dan pergi entah kemana. Dan, mustahil mereka kembali dan ingin menjadi orang yang telah menyengsarakan mereka.
Kecuali satu orang, Pak Ponijan. Menurut Efi, Pak Ponijan tidak pernah di temukan hingga akhir hayatnya Efi. Apakah dia kembali lagi ke sini? Untuk apa? Lagi pula, waktu kejadian itu, Pak Ponijan sudah berumur sekitar enam puluh tahunan. Mana ada manusia normal yang hidup sehat hingga umur lebih dari seratus tahun.
Eh, aku kan aslinya berumur tujuh puluh tahunan. Tapi, tubuhku masih berusia lima belas tahunan. Wah, aku lebih ga normal lagi ya? Sulit untuk di jelaskan emang kalau tidak baca buku pertamanya. Wkwkwkw, promosi terus. >`<
Nex
Sekitar jam setengah enam sore, siang tadi sudah sedikit gelap karena sinar matahari enggan untuk menyinari Ba'an. Kini, Ba'an menjadi semakin sangat gelap. Dan, dari arah rumah dukun itu terlihat ada seberkas cahaya temaram. Ada seseorang yang sedang menyalakan penerangan. Bukan lampu, itu semacam lilin kecil atau lampu templek. Karena cahayanya bergerak dan menari nari.
Siapa kau? Ayo, cepatlah tunjukkan batang anumu!!
Ada orang ngobrol lagi seperti kemarin. Tapi, hanya gumanan saja yang terdengar, karena jarak rumah itu dan rumahku yang lama cukup jauh.
Tak lama kemudian, ada suara langkah kaki, namun bukan dari arah rumah itu. Melainkan dari arah barat, dari arah gerbang masuk ke kampung Ba'an. Aku mempersiapkan kamera handphone ku dan mulai merekamnya.
Pria paruh baya lagi? Penampilannya cukup extrim. Berpakaian serba hitam dan wajahnya terlihat jelas, tapi aku tidak mengenalnya. Aku pastikan lagi handphone ku, apakah telah merekam wajah orang itu dengan baik atau tidak.
Ok, terekam jelas.
"Wah. Lihat siapa yang datang!" Orang yang ada di dalam rumah itu keluar dan menyambut pria paruh baya tadi. "Pak Ponijan! Kamu membawa apa saja hari ini?"
Ponijan? Kebetulan kah?
"Ah, tidak banyak, dan bukan barang mewah kok. Cuma bahan makanan saja." jawab Pak tua yang di panggil dengan nama Ponijan itu. "Bapakmu ada?"
"Bapak? Ada, dia lagi menemui Seng Mbau Rekso." Orang yang mengajak bicara Pak Ponijan itu mendekati Lak Ponijan dan mengambil barang yang di bawa oleh Pak Ponijan. Wajahnya....
Aku mengenalnya!!! Tapi, mustahil!!
Salah lihat, pasti aku pasti salah lihat!! Itu Bogel!! Oi, dia kan sudah tewas puluhan tahun yang lalu!! Bapak? Mereka tadi ngomongin tentang bapaknya Bogel. Apakah Bapak yang mereka maksud adalah Pak Bejo?
Oi? Penulis, apa kamsud nya ini?
Rahasimen.
Ha?
Lanjutkan saja, nanti lak tau sendiri a. Kalo di up sekarang, jadi ga ada misteri misteri nya lagi kan?
Oh, ya....
Nex
Saat mereka masuk dan mulai sunyi, aku memutuskan untuk pulang. Tapi, aku harus mampir dulu ke rumah Belanda untuk memeriksa apakah handycam nya Angga masih merekam adegan tadi dengan baik.
Benar saja, adegan mereka terekam walaupun sedikit tidak jelas. Dan aku masih bisa mengenali mereka. Jadi, aku mengganti memory penyimpanan di handycam itu dan mulai merekamnya lagi.
Besok, sebelum berangkat ke sekolah, aku harus memeriksa rekaman videonya lagi.