Cinta Dalam Nestapa Season 4
Andara Prameswari Haryawan.
Gadis cantik berniqob harus mengalami pahitnya hidup dalam berumah tangga. Ia dikhianati oleh suaminya ketika usia pernikahan baru seumur jagung.
Andara tidak percaya jika suaminya selingkuh jika belum di lihat dengan mata kepalanya sendiri. Ia berusaha menyelidiki sendiri dengan caranya hingga bukti menunjukkan apa yang ia cari.
Saat ia ingin mengadukan hal itu kepada semua keluarga, nahas dirinya sudah terlebih dahulu di bunuh oleh suami dan selingkuhannya.
Andara antara hidup dan mati saat meregang nyawa ia berdoa,
"Ya Robb, jika memang cukup disini takdirku. Maka aku ikhlas. Tapi aku meminta satu hal. Aku ingin bangkit kembali dengan wujud yang baru agar bisa menghukum orang yang telah tega membunuhku dan juga janinku! Aku akan menuntut balas atas apa yang ia lakukan padaku dan janinku! Aku akan menjadi maut untuknya!"
Yuk, ikuti kisah Andara
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ibu Nawaning Asih Bratawijaya
Melihat Andara terdiam dan tidak menyahuti ucapannya, tuan Arthajaya menyentuh pundak Andara dan menegurnya.
"Nak?" panggilnya
Andara tersentak. "Hah? I-iya, Yah. Apa tadi? A-ayah nanya apa?" tanya Andara malah tidak fokus.
Abi Ragata sampai menghela napasnya melihat putri ketiganya itu seperti sedang melamun dan memikirkan sesuatu yang entah apa. Tuan Arthajaya tersenyum melihat Andara yang kembali tersenyum padanya.
"Nak, kamu itu kenapa? Kok, yang kayak banyak pikiran, sih? Ayah datang kesini untuk menjenguk kamu, loh. Masa' iya, di cuekin, sih? Mana nangis lagi! Nanti keluarga kamu pikir, ayah sengaja menyakiti kamu, pula!" kelakarnya yang membuat Andara terkekeh pelan.
"Sudah, jangan menangis. Kamu belum jawab, loh, pertanyaan ayah tadi? Siapa nama pemuda yang telah menyelamatkan kamu? Barangkali ayah kenal orangnya?" kata tuan Arthajaya lagi.
Mendengar ucapan Tuan Arthajaya, Andara menghela napas berat. Ia berusaha tersenyum. "Untuk saat ini, Ayah belum boleh tahu. Ini permintaannya. Dan jika saling mengenal, bahkan ayah sangat mengenalnya lebih baik dari diriku," jawab Andara sedikit pelan yang membuat Tuan Arthajaya menatap lekat pada Andara.
"Siapa, Nak? Kenapa Ayah semakin penasaran dengan pemuda ini?" katanya lagi yang di jawab dengan senyuman oleh Andara.
"Nanti Ayah akan tahu. Dan saat Ayah tahu, orang pertama yang akan Ayah datangi dan ayah peluk, adalah aku!" balas Andara pura-pura pongah.
Tuan Arthajaya tergelak keras hingga satu ruangan itu terdengar suaranya saja.
"Udah, ih! Ayo kita makan. Udah lewat jam makan siang ini!" ucap Andara memutus ucapan itu dan mengajak ayah mertuanya menuju ke ruang makan di mana Ummi Ira dan Zee sudah menunggu keduanya. Tak lupa juga dengan Ita yang sedang menatap sang kakek dengan bibir tersenyum.
Tuan Arthajaya langsung menggendong dan menciumi seluruh wajahnya. Inilah yang selalu beliau lakukan jika berkunjung ke rumah Faris. Akan tetapi, ketika Faris membawa masuk wanita sialan itu, beliau lebih sering di dalam ruang kerja di bandingkan bercengkrama dengan cucu kandung istri sirinya itu.
Untuk Ita, jelas berbeda. Walau dirinya anak kandung Faris tetapi, ibu kandungnya Andara. Makanya beliau selalu menyempatkan diri untuk melihat Ita dan sangat menyayangi putri kecil Andara itu.
Sekilas, beliau mengingat putra bungsunya yang tidak pernah ia tahu seperti apa rupanya. Menurut sang istri, putra bungsunya itu sangat mirip dengannya setelah dewasa. Dan saat ini ia sudah dewasa tumbuh menjadi laki-laki baik dan sangat tampan. Andai setelah masalah ini selesai, Andara mau menerima putra bungsu yang tidak pernah ia temui itu, pastilah kebahagiaannya akan lengkap setelah ini.
Memikirkan hal itu, bibir paruh baya itu terus menyunggingkan senyum tampan yang mirip sekali dengan Rama. Andara menatap lekat ayah mertuanya itu.
Benar-benar mirip! Keduanya bagai pinang di belah dua. Aku tak menyangka, jika Bang Rama merupakan putra bungsu ayah. Andai.. Dulunya dia tidak terlambat mengkhitbah diriku.. Batin Andara tersenyum sendu.
Abi Ragata yang duduk di dekat Andara memegang tangan putri ketiganya itu. Setetes buliran bening mengalir di pipinya yang dengan cepat Andara seka sekaligus menampilkan senyum manisnya pada ayah mertua yang sudah ia anggap ayahnya sendiri itu.
Dua orang yang kini saling terikat sedang memikirkan satu orang pria yang kini sedang tersedu memeluk sang Ibu yang juga tersedu melihatnya kembali.
Yogyakarta.
Rama berlari menyusuri lorong saat sudah mengetahui letak ruang sang Ibu yang kini sedang di rawat di rumah sakit jiwa Yogyakarta. Rama berdiri dengan napas ngos-ngosan saat tiba di depan ruang rawat sang Ibu.
Terdengar suara nyanyian merdu yang dulu sering beliau dendangkan ketika ingin menidurkan Rama. Sesak dadanya saat mengingat itu. Sekuat tenaga Rama menahan diri. Dengan tangan bergetar hebat, ia membuka pintu ruangan yang sudah dokter berikan kunci padanya.
Ceklek.
Rama membatu saat melihat sang Ibu yang kini sedang merajut sambil memegangi sebuah bingkai foto di tangannya. Rama melangkah masuk dan berdiri tepat di depan sang Ibu yang terus saja merajut baju bayi.
Tangan Rama mengepal erat. Ia berjongkok di depan Ibu Nawaning dan mengucapkan salam.
"Assalamu'alaikum, Ibu. Adek pulang," cicit Rama begitu pelan seperti suara desauan angin.
Sang Ibu yang sedang merajut pun menghentikan gerakan tangannya. Bibirnya yang sedari tadi menyenandungkan lagu, kini berhenti seketika. Suara yang begitu di kenalnya. Sontak saja ia menoleh cepat.
Deg
Deg
Deg
"Ya, Allah! Raden Mas! Ini, kamu, Nak? Kamu, pulang?" tanyanya yang diangguki Rama dengan air mata yang sudah bercucuran.
"Ya, ini adek. Adek pulang untuk menemui Ibu. Maaf, jika sangat lama-,"
Bruk!
Ibu Nawaning menubruk Rama hingga keduanya jatuh terlentang di lantai. Rama tertawa dalam tangisnya dan memeluk sang Ibu begitu eratnya. Keduanya menangis bersama.
"Putraku, putra bungsuku! Kamu, masih hidup! Hiks.. Ibu sudah bilang pada ayahmu, kalau kamu masih hidup! Tetapi, hiks.. Ayahmu tidak percaya! Hiks.. Putraku, anakku! Mas Artha! Putra kita kembali!" serunya sambil terus memeluk erat tubuh Rama yang kini tertawa mendengar ucapan sang Ibu padanya.
Rama mengecup kepala sang Ibu yang kini berada di lehernya. Rama terus mengusap punggung renta Ibu Nawaning istri sah Tuan Arthajaya yang di nyatakan depresi karena shock akibat meninggalnya putra bungsunya saat akan menemui wanita pujaannya.
Cukup lama keduanya menangis, di rasa cukup, Ibu Nawaning bangkit dari tubuh putranya dan membantunya untuk duduk. Setelahnya, ia mengambil hijabnya yang tersampir di ranjang dan mengelap wajah tampan Rama yang basah dengan air mata. Rama menangis lagi. Begitu pun dengan Ibu Nawaning.
"Katakan! Kemana kamu selama ini? Kenapa baru kembali? Hem? Kamu tahu? Ibu sampai di kurung di sini oleh ayahmu! Ck! Tega sekali lelaki tua itu mengurungku! Huh! Lihat saja nanti! Saat dia datang menjengukku, ibu akan menjewer telinganya, biar dia tahu rasa!" ketusnya tiba-tiba yang membuat Rama terkekeh-kekeh melihat wajah memberengut sang Ibu mengenang ayahnya. Tuan Arthajaya.
"Maaf, baru bisa sekarang. Adek harus menyelamatkan seseorang saat kecelakaan itu, Ibu masih ingat dengan Andara?" tanya Rama yang membuat beliau menatap lekat pada Rama yang kini tersenyum padanya.
"Adek pergi untuk menyelamatkannya dari suami baji ngannya itu. Kami pergi ke Singapura untuk mengobatinya. Andara koma hingga satu setengah tahun lamanya," dan mengalirlah cerita Rama tentang Andara sakit dan dirinya yang harus membiayai Andara waktu di sana. Rama tidak menceritakan proses keduanya kembali lagi. Takut sang Ibu tidak akan percaya dan bertambah buruk lagi keadaan Ibunya setelah tahu jika tubuh yang ia tempati bukanlah tubuhnya yang dulu.
Rama juga mengatakan jika Andara merupakan istri Faris adik tirinya yang sengaja di bunuh karena ketahuan selingkuh. Medengar nama Faris dan istri siri suaminya membuat emosi nya memenuhi ubun-ubun.
"Lakukan apa yang biasa kamu lakukan untuk membantu Andara! Ibu menyesal, kenapa sangat terlambat untuk meminang Andara untukmu dulu. Jika sudah seperti ini, jangan biarkan keluarga sialan itu hidup bahagia! Ibu ingin, melalui Andara, Masrissa hancur! Begitu pun dengan putra sialannya itu! Faris bukanlah putra ayahmu! Ibu tahu itu! Cih! Kamu akan mendapatkan balasan dari perbuatanmu dulu, Marissa! Tunggu saja!" ucapnya menggebu-gebu.
Rama tersenyum melilhat sang ibu berpihak padanya dan akan mendukungnya. Ya, Ibu Nawaning Asih merupakan korban pelakor seperti Ibu Marissa. Dan saat ini, Andara pula yang mengalaminya. Ia sudah bertekad akan bertemu Andara setelah keluar dari rumah sakit nantinya.
"Kapan kamu bawa Ibu bertemu andara? Apakah kamu ingin melamarnya sendiri tanpa membawa ibu?" ucap wanita paruh baya itu yang membuat Rama salah tingkah sendiri karena sedang di goda oleh Ibu kandungnya.