Bagaimana perasaanmu jika istri yang sangat kamu cintai malah menjodohkan mu dengan seorang wanita dengan alasan menginginkan seorang anak.
Ya inilah yang dirasakan Bima. Dena, sang istri telah menyiapkan sebuah pernikahan untuknya dengan seorang gadis yang bernama Lily, tanpa sepengetahuan dirinya.
Bima sakit hati, bagaimanapun juga dia sangat mencintai istrinya, meskipun ia tahu sang istri tidak bisa memberikannya keturunan.
Bisakah Lily berharap Bima akan mencintainya? Meskipun Bima sangat dingin padanya, tapi Lily telah berjanji satu hal pada Dena. Sanggupkah Lily menepati janjinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon trias wardani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 28
Aku semakin kencang berlari saat ku lihat dia dengan susah payah mengejarku. Meskipun aku tahu berat baginya membawa beban tubuhnya tapi dia tetap mengejarku. Aku terus berlari. Kadang aku berlari mundur dan menyimpan telapak tanganku di kedua sisi wajahku dan aku mengoloknya sambil menjulurkan lidahku. Dia semakin semangat mengejarku. Ku lihat dari kejauhan orangtuaku dan orangtuanya tertawa melihat tingkah laku kami.
"Awas!!" pekiknya. Aku kira dia berteriak memanggilku. Aku semakin semangat berlari, aku membalikan badanku berniat berlari dengan kencang meninggalkannya. Tapi...
Brukk!!!
Tubuh ku terjengkang ke belakang. Tangan dan bokongku mendarat sempurna di atas pasir. Tanganku terasa perih. Kening, hidung, dan bibirku, terasa sakit. Lalu aku sadar saat cairan berwarna merah dan kental keluar dari hidungku.
"Na, kamu gak pa-pa? Hidung kamu berdarah! Tadi aku udah panggil kamu, tapi kamu gak dengar!" Dia marah! Seperti ibu yang marah saat aku bandel karena tidak mendengarkannya.
Aku hanya cengegesan mendengar omelannya. Sudah biasa!
Dia membantuku berdiri. Mendongakan kepalaku agar darah tidak banyak yang keluar dari hidungku, dan perlahan memapahku menuju tempat kedua orangtua kami berada. Ibuku dan mamanya sudah berdiri dan menghampiriku dengan khawatir, sedangkan bapak ku dan papanya menatap kami dari tempatnya duduk sambil saling berbisik dan kemudian tertawa.
Mereka mendudukanku di atas kain kotak-kotak catur berwarna merah putih yang tergelar di atas pasir dengan beberapa kotak makanan yang sudah setengah tandas. Tinggal beberapa camilan dan kue, dan beberapa minuman sirup dan jus masih setia bertengger di tempatnya.
Ibu mengambil tisu hendak membersihkan darah di hidungku tapi segera di rebutnya. Dengan telaten dia membersihkan darah disana tanpa merasa jijik. Tentu sambil terus mengomel seperti perempuan. Dia anak laki-laki, tapi bawelnya melebihi kebawelanku! Aku juga tidak pernah menang jika beradu argumen dengan dia! Aku pastikan cita-citanya sebagai pengacara sukses akan tercapai di kemudian hari karena kepintaran dan kebawelannya!
Ibu dan mamanya hanya tertawa terkikik melihat aku yang yang hanya bisa diam. Aku yang biasanya melawan jika orang lain memarahiku kini manut seperti kucing yang takut tidak di beri makan oleh majikannya, tidak melawan sama sekali. Dasar!
Aku kesal, tapi aku juga senang akan perhatiannya. Meskipun usia kami berbeda empat tahun, tapi kami merasa jarak usia tidak berpengaruh apapun dalam hubungan persahabatan kami.
Hingga saat itu. Aku merasa marah! Marah karena dia dan keluarga akan pindah ke Surabaya! Papanya di pindahtugaskan ke kantor cabang yang lain. Ya di Jogja papanya kerja di kantor tapi katanya disana hanyalah kantor cabang karena kantor pusat yang sebenarnya berada di Jakarta. Aku yang dulu tidak tahu apa-apa tapi yang aku tahu kantor tempat papanya bekerja sangat besar, pernah sekali aku kesana karena kebetulan bapak juga bekerja disana walaupun beda divisi katanya, apa itu 'divisi'? Entahlah aku belum tahu apa-apa saat itu, tapi aku tidak menyangka kalau ternyata 'katanya' kantor itu kecil jika di bandingkan dengan kantor pusat yang berada di Jakarta.
Aku mendiamkannya selama dua minggu. Aku selalu menghindar saat bertemu dengannya, di rumah maupun di sekolah. Bentuk protes ku karena aku benar-benar tidak mau di tinggalkan. Tidak bisakah menunggu sampai tahun depan? Setidaknya biarkan dia lulus dulu dari SD. Mungkin saat itu aku sudah mengerti dan aku akan melepaskan kepergiannya dengan ikhlas, ya walaupun aku akan mengajukan beberapa syarat padanya!
Dia selalu mengejarku dan aku selalu berlari menjauh menghindarinya. Hingga hari itu, ku dengar dia meringis kesakitan. Aku berhenti dan saat aku membalikan tubuh ku, aku terkejut dia sudah duduk di tanah sambil memegangi kakinya. Celananya kotor karena karena debu, di rambutnya juga terdapat daun kering yang menempel di sana. Seragam putih yang di banggakan dan selalu bersih kini sudah ternoda dengan warna coklat dari tanah yang masih basah akibat hujan tadi pagi.
Semangat thor 💪💪