*Juara 1 YAAW 9*
Tiga tahun mengarungi bahtera rumah tangga, Vira belum juga mampu memberikan keturunan pada sang suami. Awalnya hal ini tampak biasa saja, tetapi kemudian menjadi satu beban yang memaksa Vira untuk pasrah menerima permintaan sang mertua.
"Demi bahagiamu, aku ikhlaskan satu tanganmu di dalam genggamannya. Sekalipun ini sangat menyakitkan untukku. Ini mungkin takdir yang terbaik untuk kita."
Lantas apa sebenarnya yang menjadi permintaan ibu mertua Vira? Sanggupkah Vira menahan semua lukanya?
Ig. reni_nofita79
fb. reni nofita
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18. Lamaran.
Hidup memang keras tapi engkau harus jauh lebih keras dan kuat untuk bisa menaklukkannya. Kuat bukanlah tentang tidak pernah meneteskan air mata, tapi kuat adalah ketika kita tetap berdiri kokoh meskipun orang lain berusaha menjatuhkan kita.
***
Setelah kepergian suaminya, Vira kembali ke ranjang. Tatapannya tertuju ke foto pernikahannya dengan Yudha. Di foto tampak kebahagiaan terpancar dari wajah Vira.
Vira turun dari ranjang dan mendekati foto yang terpasang di dinding. Foto dengan ukuran yang sangat besar. Diusapnya wajah sang suami.
"Mas Yudha, saat dulu dirimu melamarku, aku merasa wanita yang paling beruntung. Aku yang hanya sebatang kara tanpa sanak saudara berharap dengan pernikahan kita, akan memiliki keluarga yang hangat. Aku berpikir kedua orang tuamu akan memperlakukan aku seperti anaknya sendiri, tapi ternyata hanya impianku saja."
Vira mengusap air matanya yang jatuh membasahi pipi. Jika saja ibu pemilik yayasan tempat dia tinggal dulu masih hidup, mungkin Vira akan kembali ke kota itu.
"Aku yang terlalu berharap akan pernikahan kita, dihempaskan kenyataan kalau mertuaku ternyata tidak menyukai dan menginginkan aku sebagai menantunya. Aku dianggap saingan baginya. Apa aku harus menyerah saja saat ini? Atau aku mencoba bertahan walau dengan hati terluka."
Vira menghapus air matanya dengan kasar. Membayangkan saat ini suaminya sedang melamar wanita yang akan menjadi madunya. Walau aku berusaha sabar dan ikhlas, tetap saja hati ini terluka.
"Mas Yudha, jika istri yang telah disakiti dan dilukai berkali-kali tapi memilih memaafkan kamu, bukan karena dia bodoh. Hatinya hanya tak mampu melukai orang yang dia cintai."
Setelah puas menangis Vira merebahkan dirinya. Beberapa saat kemudian, akhirnya Vira dapat memejamkan matanya.
Jam dua belas malam Yudha masuk ke kamar. Dilihatnya Vira telah tertidur dengan lelap. Pria itu mengecup dahi istrinya. Berbaring di samping Vira.
Yudha menatap wajah istrinya yang tampak sedikit pucat dan tirus dari biasanya. Di elus wajah cantik itu.
"Sayang, aku tahu, kamu pasti sebenarnya berat menerima semua ini. Tapi percayalah Sayang, aku melakukan ini demi kamu. Aku tidak tega setiap hari mendengar ibu selalu menyindir kamu mandul. Mungkin dengan aku menikah lagi dan memberikan ibu cucu, dia akan diam tidak akan menyindir kamu lagi," ucap Yudha.
Dipeluknya tubuh kurus sang istri. Terasa sekali tulangnya. Vira yang merasa ada tangan memeluk tubuhnya, membuka mata. Tersemyum melihat suaminya.
"Kamu baru pulang, Mas?" tanya Vira lembut.
"Sudah hampir setengah jam. Kamu sudah makan, Sayang."
"Aku nggak lapar, Mas. Aku capek," ucap Vira.
Mendengar istrinya mengatakan capek, Yudha membawa tubuh Vira kedalam dekapan dadanya. Dikecup pucuk kepala wanita itu.
"Maafkan aku, Vira. Aku telah membuat kamu sedih dan terluka," ucap Yudha.
"Jangan ucapkan kata maaf lagi, Mas. Semua ini juga atas kemauanku. Bukankah jika kita berani mencintai seseorang berarti kita harus siap terluka. Bagaimana lamarannya tadi, Mas? Lancar?" tanya Vira pelan.
Suara Vira terdengar sangat pelan. Dia berusaha menahan sebak di dada.
"Kita bicara yang lain saja," ucap Yudha.
"Kenapa, Mas? Aku juga ingin tahu hasil lamaranmu. Ibu meminta aku yang mengurus semua hingga hari pernikahan kamu," ucap Vira.
"Kamu tidak harus melakukan semua yang ibu pinta. Bantah saja jika tidak sesuai keinginan."
Mendengar ucapan Yudha, Vira tertawa. Tidak membantah ucapan mertuanya saja, dia dianggap musuh.
"Apa kamu tidak mengenal siapa ibumu, Mas? Aku yang selalu mengikuti kemauan Ibu saja tetap salah dimatanya, apalagi jika aku membantah. Kamu sendiri juga tidak bisa menolak apa yang ibu inginkan. Baik dan buruk, kamu selalu mengikuti apa yang ibu inginkan. Termasuk di minta menikah lagi," ucap Vira dengan suara tegas.
Yudha hanya terdiam ketika Vira habis mengatakan itu. Memang benar apa yang istrinya itu katakan jika dia tidak bisa membantah apapun yang ibunya inginkan.
...****************...