“Kuberi kau dua ratus juta satu bulan sekali, asal kau mau menjadi istri kontrakku!” tiba-tiba saja Alvin mengatakan hal yang tidak masuk akal.
“Ha? A-apa? Apa maksudmu!” Tiara benar-benar syok mendengar ucapan CEO aneh ini.
“Bukankah kau mencari pekerjaan? Aku sedang membutuhkan seorang wanita, bukankah aku ini sangat baik hati padamu? Kau adalah wanita yang sangat beruntung! Bagaimana tidak? Ini adalah penawaran yang spesial, bukan? Kau akan menjadi istri seorang CEO!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irna Mahda Rianti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5. Di USA
Klinik Demensia Frontotemporal (FTD) dan Demensia Onset Muda, Maryland, USA.
Hampir dua puluh empat jam Alvin melakukan perjalanan menuju ke USA. Setiap kali ia melakukan perjalanan ke luar negeri, ia selalu menyempatkan untuk datang ke tempat ini.
Tempat di mana hatinya tertinggal, dan sulit untuk bisa dibawa kembali. Ya, di sinilah tempat cinta pertamanya berada. Dia sedang melakukan pengobatan seumur hidup, entah sampai kapan.
Kini, hanya tinggal menunggu keajaiban, agar gadis ini bisa segera pulih dan mengingat Alvin lagi. Dia adalah Livia Nastasya, gadis blasteran Indonesia-Amerika yang selama ini selalu ada dalam hati Alvin.
“Terima kasih Nak Alvin, kau selalu menyempatkan diri untuk menemui Livi. Tapi maafkan Mami, Mami tak pernah bisa membujuk Livi, untuk mau menerima kedatanganmu. Sudah bertahun-tahun lamanya, kau tetap adalah orang yang jahat di mata Livi. Maafkan Mami, Alvin,” ibunda Livia terisak.
“Tak mengapa Mami, aku tahu jika sakit itu bukan keinginannya. Demensia sangatlah jahat, sangat jahat. Aku tahu raganya ada di sini, tapi aku tak tahu di mana hatinya yang dulu. Aku hanya selalu berharap, jika dia bisa kembali pulih, dan mengingatku kembali …,” Alvin menghela napas panjangnya.
“Sangat kecil kemungkinan jika ingatannya akan kembali. Dokter psikiatri, dan Dokter saraf yang menangani Livi, semuanya berkata, bahwa 90% memorinya sudah benar-benar hilang, Alvin.”
“Masih ada 10% lagi, Mami. Sisanya hanya keajaiban Tuhan yang masih sangat aku harapkan,”
“Alvin, Mami ingin bertanya padamu,” tutur ibunda Livia.
“Silakan, aku akan menjawab dengan hatiku,”
“Sampai kapan, Nak? Sampai kapan kau akan seperti ini? Sampai kapan kau akan terus berharap pada ketidakmungkinan ini? Hidupmu harus terus berjalan, kamu harus melanjutkannya dengan yang lain. Livia sudah tak bisa menemanimu … Livia tak bisa hidup bersamamu. Mami mohon, ikhlaskan, relakan, dan carilah kebahagiaanmu yang lain …” akhirnya air mata ibunda Livia pun terjatuh, ia tak kuat jika terus menahannya.
“Tak semudah itu, Mami. Tiga belas tahun aku menunggu, dan rasanya masih sama, tak berubah sedikitpun. Semuanya masih sama seperti saat aku dan Livi memadu kasih. Tak akan ada yang bisa menggantikan posisinya di hatiku. Kau harus tahu akan hal itu …,” jawab Alvin penuh makna.
“Semua itu karena kau terus mengunci hatimu. Bukalah sedikit hatimu, Nak. Berikan kesempatan untuk orang lain masuk, dan mengobati hatimu yang terluka. Hatimu harus disembuhkan. Pasti banyak sekali wanita yang ingin masuk ke hatimu, namun mereka tak pernah bisa masuk, karena kau terus menguncinya. Lepaskan Livia, dan coba cari kebahagiaanmu dengan yang lain. Kau pasti bahagia, Nak. Mami tak ingin kau terus berharap pada Livi, itu hanya akan menyakiti hatimu, dan kau tak akan pernah sembuh dari kesakitan ini …”
“Mami, cukup. Jangan berkata lagi. Hatiku semakin sakit mendengarnya. Kumohon, hentikan.”
“Mami sayang padamu, Mami tak ingin kau seperti ini terus …” ibunda Livia menepuk dan mengusap lembut pundak Alvin.
Saat momen haru ini terjadi, ponsel Alvin malah terus berdering tiada henti. Ingin rasanya Alvin mematikan ponselnya, namun sepertinya ada hal penting yang tak bisa ia lupakan begitu saja.
“Mami, izinkan aku memotong pembicaraan kita. Ponselku terus berdering, sepertinya ada hal penting dan aku harus mengangkatnya dulu,”
“Baiklah, angkatlah dulu, Nak,”
Alvin mengangguk, lalu ia sedikit menjauh dari ibunda Livia. Alvin melihat layar di ponselnya. Panggilan tak ada namanya. Ini aneh, Alvin jadi merasa sia-sia meminta izin pada ibunda Livi.
Tiba-tiba, ada pesan masuk, dari nomor yang tak dikenal tersebut.
TUAAAAN ALVIIIIN,
KAU SEDANG APAAA? INI AKU, TIARA.
MAMAMU MENELEPONKU TERUS, DAN DIA MEMINTA KITA UNTUK BERFOTO BERSAMA. DIA INGIN KAU SEGERA MENGIRIM FOTO KITA. BAGAIMANA INI? TOLONG BALAAS, JIKA SUDAH KAU HUBUNGI MAMAMU, SILAKAN BLOKIR SAJA NOMOR PONSELKU …
Alvin menghela napas panjangnya. Rupanya wanita munafik itu yang meneleponnya berulang kali. Akhirnya Alvin pun menelepon balik nomor ponsel Tiara. Secepat kilat, Tiara langsung menjawabnya …
“Halo, Tuan. Kau ini, aku tahu kau di sana sedang melepas rindu bersama wanitamu! Tapi kumohon, luangkan sedikit waktumu untuk menolongku! Aku bingung harus menjawab apa. Aku sudah beberapa kali beralasan, jika kau sedang ke sana ke mari, ke tempat a, ke toilet, ke resto, aku sudah lelah memberikan alasan. Tolong bantu aku!" Tiara berbicara dengan kecepatan tingkat tinggi.
“Sialan! Ucapanmu membuat telingaku sakit! Bisa-bisanya kau bicara seperti kereta api! Aku juga tahu, tak usah kau perjelas! Kirimkan saja fotomu padaku sekarang, foto fullbody ya, bukan selfie! Biar aku meminta sekretaris Doni untuk mengeditnya! Cepat, tak usah pakai lama. Aku tunggu sekarang! Sudah, kumatikan ya!” Alvin pun mematikan ponselnya tanpa memberikan kesempatan Tiara untuk bicara.
Alvin merasa risih. Hidupnya kini banyak sekali gangguan setelah ia hidup bersama Tiara. Baru beberapa hari saja sudah rumit, bagaimana kedepannya nanti? Alvin sungguh tak bisa membayangkannya.
.
Setelah obrolan panjang itu, Alvin pamit pada orangtua Livia. Alvin lantas kembali ke hotel, dan beristirahat. Ia sudah mengirimkan foto dirinya dan juga foto Livia pada Doni. Berharap Doni akan segera mengirimkan foto editan dirinya dan Tiara.
Sembari menunggu, Alvin kembali melihat foto Tiara yang akan diedit dengannya. Tadi Alvin tak melihatnya dengan jelas, karena ia langsung mengirimkannya pada Doni.
Foto Tiara terlihat begitu cantik natural. Tanpa make up tebal, namun wajahnya terlihat begitu berseri. Alvin pun tersenyum simpul, dirinya lupa, kenapa bisa-bisanya ia tersenyum melihat foto Livia.
“Gila, kenapa aku harus tersenyum melihat foto si munafik ini? Cih, menyebalkan sekali."
Tak lama, Doni pun mengirim foto yang telah berhasil ia edit. Foto Tiara dan Alvin yang tengah berada di pantai California. Terlihat nyata sekali, dan sungguh, foto mereka berdua tampak romantis sekali.
“Sialan, bisa-bisanya Doni mengedit fotoku seperti nyata! Dia memang hebat, dia memang luar biasa. Pantas jika dia kuberikan bonus nanti. Aku harus segera mengirimkan foto ini pada Mama, dia pasti akan senang. Ah, akan kukirimkan juga pada si wanita munafik itu.”
Tiara langsung membuka pesan Alvin dengan cepat. Refleks ia membalas pesan Alvin yang mengirimkan foto mereka menjadi satu.
Tiara : YA TUHAAAAN
KENAPA SEPERTI SUNGGUHAN FOTO INI …
Alvin : Ponselmu rusak?
Tiara : Rusak? Tidak! Ponselku baik-baik saja.
Alvin : Kukira ponselmu rusak, karena sejak tadi kau mengirim pesan dengan CAPSLOCK terus. Baru saja akan kuhubungi Doni untuk membelikanmu ponsel baru! Kkkkkk
Tiara : Tak usah! Bisanya menghina terus! Menyebalkan!
Alvin : Bagaimana fotonya? Kau dan aku seperti sedang benar-benar bersama, bukan?
Tiara : Ya, ya, Sekretaris Doni memang hebat.
Alvin : Aku juga hebat!
Tiara : Ya, terserahlah.
Alvin : Berani-beraninya kau dingin seperti ini padaku!
Tiara : Memangnya, sejak kapan aku hangat padamu?
Alvin : Sialan, kurang ajar!
Tiara : Aku sudah mengirimkan foto kita pada ibumu. Urusan kita sekarang sudah selesai, jadi, silakan blokir saja nomorku dari ponselmu!
Alvin Gunadi memblokir kontak Tiara.
Tiara : ASTAGAAAA, AKU BENAR-BENAR DIBLOKIR? (Ceklis satu)
jangan harap kmu bisa menjebloskan tiara ke penjara karena ada alvin yg akan jadi garda terdepan untuk melindunginya