Elisabet Stevani br Situmorang, tadinya, seorang mahasiswa berprestasi dan genius di kampusnya.
Namun, setelah ibunya meninggal dan ayahnya menikah lagi, Elisabet kecewa dan marah, demi menghibur dirinya ia setuju mengikuti ajakan temannya dan kekasihnya ke klup malam, ternyata ia melakukan kesalahan satu malam, Elisabet hamil dan kekasihnya lari dari tanggung jawab.
Karena Ayahnya malu, untuk menutupi aib keluarganya, ia membayar seorang pegawai bawahan untuk menikahi dan membawanya jauh dari ibu kota, Elisabet di kucilkan di satu desa terpencil di Sabulan di Samosir Danau toba.
Hidup bersama ibu mertua yang yang sudah tua dan ipar yang memiliki keterbelakangan mental, Elisabet sangat depresi karena keluarga dan suaminya membuangnya saat ia hamil, tetapi karena kebaikan ibu mertuanya ia bisa bertahan dan berhasil melahirkan anak yang tampan dan zenius.
Beberapa tahun kemudian, Elisabet kembali, ia mengubah indentitasnya dan penampilannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sonata 85, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Sepupu Yang Baik Hati
Saat Jonas dan William sempat di halang-halangi satpam, ia meminta keduanya untuk menunggu, tidak ingin Jonas dalam bahaya, William nekat memaksa keluar.
“Maaf ya Pak, keponakan saya ingin mengikuti bimbingan belajar, saya tidak mau dia terlambat”
“Pak Bonar, masih ingin bicara dengan kalian, tunggulah sebentar lagi di sini, silahkan duduk”
“Begini saja, kalau masih ada yang ingin di tanyakan, tanyakan pada saya, ini nomor telepon saya”
William merobek sebuah kertas dari dalam tas Jonas lalu ia menulis nomor ponsel miliknya dan meninggalkan kantor, saat mereka ingin pulang sebuah mobil berwarna hitam mengikuti mereka. Beruntung Vani masih mengawasi mereka melalu cctv gedung.
“William, kalian berdua di ikuti mobil dari belakang, hati-hati,” ujar Vani mengingatkan
“Baiklah, aku mengerti, sebenarnya dalam ruangan pun tadi melihat tatapan bokap lu, gue sudah yakin kalau kami tidak akan semudah itu untuk keluar dari kantor mereka.” William melirik kaca spion, ternyata mereka masih mengikuti.
Visual Vani.
“Lu jangan pulang dulu, bawa saja Jonas ke mall”
“Ok siap, ide bagus, kita buat mereka pusing nyariin kita,” ujar William, ia mengarahkan kendaraan ke arah mall.
“Apa yang kita lakukan di sini, Om?" tanya Jonas.
“Begini rencanannya, kita akan naik eskalator , saat mereka lengang, lalu kita turun dari lift”
Saat kedua orang suruhan Sudung naik keatas dan mengikuti mereka, William dan Jonas berpura-pura tidak melihat, saat masuk ke ruangan maka kedua orang itu masih setia menunggu mereka diluar.
“Kita tidak bisa keluar kalau mereka di sana, begini saja kita pancing mereka masuk”
“Caranya?” Jonas memutar pupil mata berwarna coklat itu.
“Kita pura- pura tidak kelihatan, mereka berdua akan penasaran dan masuk ke mari, lalu kita menyelinap keluar”
“Ok siap”
Otak pintar Jonas cepat menangkap rencana William mereka berdua bersembunyi di balik rak buku, saat pengintai itu masuk mereka menunduk dari arah yang lain masuk untuk mencari, lalu keduanya keluar diam-diam dan kabur dari lift.
Memastikan mereka tidak di ikuti barulah William datang ke kantor, dalam ruangan itu Vani sudah duduk menunggu mereka.
“ Kerja bagus,” puji Vani
“Ma, oppung melihat wajahku terus menerus, apa mama yakin dia tidak mengenal?”
“Dia mungkin curiga Nak, maka itu dia kirim oang mengikuti kalian berdua, tenang mama gak marah kok, nanti kita ketemu oppung sama papamu, tunggu urusan kita selesai,"
" Ya Ma, "jawab Jonas.
“Lalu bagaimana sekarang ? apa rencana selanjutnya?” William menatap Vani.
“Kita fokus mengembangkan perusahaan kita, urusan mereka biarkan saja dulu.”
*
Setelah pulang ke rumah, ternyata ibu mertuanya demam, Vani sangat takut, kehilangan ibu yang di cintai.
Saat sakit Vani trauma, ia tidak ingin ibu mertuanya pergi dengan cara tiba-tiba seperti ibu Vani.
“Apa mama kangen sama bang Bonar?” tanya Vani sama Inang Lisda.
“Kangen lah, tapi biarkan sajalah, kalau dia tidak mau menemui ku”
“Tenang Ma, nanti kita akan bertemu,” ujar Vani.
Ia takut karena ibu mertuanya sudah tiga hari sakit, tapi malam ini panasnya makin tinggi kalau di ajak ke rumah sakit ia tidak mau, hanya mau minum obat, rumah sakit telah menorehkan luka di hatinya Inang Lisda juga.
“Bagaimana kalau kita ke dokter Ma”
“Janganlah, beli obat panas saja, kalau sudah tua banyaknya penyakit,” pungkasnya dengan tenang.
Tidak ingin penyakit ibu mertuanya semakin parah, Vani nekat menelepon sepupunya Jonathan, karena ia tahu istri Jonathan seorang dokter.
“Halo siapa ini?” Tanya Jonathan di ujung telepon.
“Halo Bang apa kabar, aku Vani”
“Vani siapa?”
“Elisabet Stevani Situmorang”
“Vani ….!? Eh Kamu di mana?”
“Nantilah kita cerita ya Bang, eda ada di rumah?”
“Ada baru pulang, mampirlah ke rumah kami Bang, sakit ibu mertuaku”
“Memang kamu di mana?”
“Kita satu komplek Bang, hanya beda blok “
“Astaga Vani ….”
"Nanti aku jelaskan ya Bang, tapi kemarilah dulu"
“Ya sudah, sebutkan saja, nomor blok berapa”
Ia tahu lelaki yang berprofesi sebagai bos kontraktor itu pasti terkejut, karena ia tahu Vani sudah menghilang selama sepuluh tahun, kini, tiba-tiba muncul.
“Bang, nanti bawa si kembar ya”
“Aaa ...? Ooo baiklah”
Jonathan menyengitkan kedua alisnya karena bingung, tetapi ia memilih datang.
Tidak berapa lama, motor putih berhenti di depan rumah Vani, Jonathan sengaja membawa motor karena dekat.
“Astaga mereka tinggal di sini?”
“Ini mah dekat ke rumah kita.” Netta turun dari mobil.
Jonathan dan Netta
Tidak berapa lama pintu pagar di buka sama Vani, wajah Jonathan sangat terkejut.
“Bang … ini aku Vani.” Ia menyodorkan tangannya menyalam abang sepupunya tersebut.
“Vani ampun itoku, sudah lama.” Jonathan memeluk Vani, ternyata Vani membalas dengan tangisan.
“Sudah jangan menangis, ayo masuk dulu aku ingin tahu apa yang terjadi selama ini”
Tiba-tiba keluar Jonas dari dalam rumah .
“Mama ….!”
“Aaa … bukankah ini satu kelas Adelio sama Adelia?” Netta menatap kedua kembar.
“Itu Jonas, satu kelas kami mama,” ujar Adelia.
“Wah … kejutan apa ini” Jonathan tidak sabar.
“Nantilah aku ceritakan semua ya Bang, tapi tolong cek Eda, inang mertuaku,” pungkas Vani dengan panik.
“Bang, temanmu ajak main di kamarmu Boleh?”
“Boleh Ma, "jawab Jonas.
“Tapi … nanti mereka takut sama Bou ya … Bou panggil sini saja suruh duduk nonton sama mba”
Jonathan sama Netta saling menatap, saat melihat Nur wanita dengan fisik yang berbeda Turun dari lantai atas.
“Eda duduk di sini dulu. Nonton sama mba, ya,” pintah Vani .
“Ya Eaa,” jawab Nur dengan suara gagu.
“Jangan khawatir itu Edaku, dia tidak menganggu, hanya fisik dan cara berpikirnya yang sedikit berbeda,” tutur Vani.
Kedua suami istri itu semakin penasaran dengan cerita kisa hidup Vani, tetapi mereka bertiga berjalan menuju kamar ibu mertua Vani.
“Ma … ini abang yang aku ceritakan itu, ini eda, dia dokter, dia akan memeriksa mama ya”
Jonathan dan Netta lagi-lagi saling melihat saat Vani memanggil ibu mertuanya dengan panggilan mama dan hubungan mereka sangat dekat.
“Au boru Lumban Raja, Inang”
(Aku boru Lumban Raja, Inang) sapa Netta.
“Bah, uli nai ho Inang”
(Wah cantik kali kau Inang,” ujar Ibu Lisda ia memuji Netta.
Setelah di bujuk dan di rayu Vani, ibu mertuanya tidak menolak diperiksa, apalagi ia sudah melihat kalau menantu kesayangannya sudah membawa dokter ke rumah, ia mau di periksa dan tidak ada penolakan, dokternya Netta dokter baik hati dan lembut.
“Saddia ma huta ta inang?”
(Darimanalah kampungku, Nak) Tanya Bu Lisda di sela-sela sedang di periksa.
“Sian Samosir do au inang, Dolok Martahan , Pandiangan Dolok”
(Dari samosir aku Inang Dolok Martahan, Pandiangan Dolok)
“Ooo … bah Inang”
Mendengar Netta dari Samosir, obrolan mereka semakin akrab , ternyata Lince tetangga rumah Bonar teman satu sekolah Netta saat SMA. Beruntung malam itu malam minggu, mereka bisa mengobrol sampai menjelang pagi dan si kembar tertidur di kamar Jonas.
Vani akhirnya menemukan satu keluarga yang bisa tempat untuk mengadu, karena ia tahu Jonathan orang baik dan perhatian sama keluarga, apalagi setelah menikah dengan Netta.
Bersambung.
Jangan lupa like dan Vote ya Kakak.