NovelToon NovelToon
Rumah Untuk Lily

Rumah Untuk Lily

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Janda / Selingkuh / Cerai / Mengubah Takdir
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Egha sari

Rumah sudah kokoh berdiri, kendaraan terparkir rapi, tabungan yang cukup. Setelah kehidupan mereka menjadi mapan, Arya justru meminta izin untuk menikah lagi. Istri mana yang akan terima?
Raya memilih bercerai dan berjuang untuk kehidupan barunya bersama sang putri.
Mampukah, Raya memberikan kehidupan yang lebih baik bagi putrinya? Apalagi, sang mantan suami hadir seperti teror untuknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Egha sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14. Tekad sekeras batu

Pagi ini, Raya meminta izin di restoran, untuk sedikit terlambat. Ia harus mengambil akta cerai, dirumah mantan ibu mertua. Ia tidak mau menunda, meski sibuk bekerja. Karena, dokumen itu sangat penting, bagi wanita yang sudah bercerai.

Meminjam motor Retno, Raya parkir dihalaman depan rumah ibu Arya, yang tampak sepi. Banyak daun dan ranting kering berserakan, seolah tak pernah dibersihkan. Bunga-bunga layu, tak terawat. Hal serupa, juga terlihat dihalaman rumahnya dulu.

Tidak ingin mengenang nostalgia yang tidak berguna, Raya segera mengetuk pintu yang terbuka lebar.

"Iya, sabar," teriak si penghuni rumah. "Oh, kamu. Kenapa? Mau apa?" tanya ibu Arya dengan nada kurang bersahabat seperti biasa.

"Akta cerainya, mana?" Tanpa basa basi, Raya langsung mengatakan maksud dan tujuannya.

"Tunggu, disini!"

Raya berdiri depan pintu, tanpa dipersilahkan masuk. Ia memperhatikan keadaan rumah, yang tetap sama. Hanya, saja tampak berantakan. Sofa bergeser dari tempatnya, lantai menguning dan ada noda hitam dibeberapa titik.

"Ini!" Ibu Arya memberikan dokumen itu dengan kasar. "Sekarang, pergi!" usirnya dengan suara lantang.

Raya tidak menjawab. Ia langsung membalikkan tubuh, setelah dokumen itu masuk dalam tasnya yang lebar.

"Raya," panggil Arya, yang muncul dari rumah sebelah. Raya berhenti dan menatap Arya dalam kebisuan. "Aku akan menikah minggu depan."

"Selamat," jawab Raya datar dan kembali melangkah.

"Hah, kau berpura-pura tegar, sekarang?" Arya mengikuti langkah sang mantan istri.

"Untuk apa?" Lagi-lagi, Raya menunjukkan wajah biasa saja, seolah tidak peduli dengan Arya yang memamerkan pernikahannya.

Emosi, tidak mendapatkan respon seperti apa yang ia harapkan. Arya mencengkeram lengan Raya kuat. "Asal kamu tahu, Tari seribu kali lebih baik darimu. Dia lemah lembut, punya karir dan tidak banyak menuntut sepertimu."

Raya mengangkat sudut bibirnya, wajah datar tampak tidak peduli dan,

Plak.

Tamparan keras, mendarat sempurna di pipi Arya. Pria itu, tersentak termasuk ibunya yang menyaksikan mereka dari teras rumah. Tanpa alas kaki, ia berlari menghampiri putra kesayangannya.

"Wanita jalang!" teriak ibu Arya.

"Aku akan menambahkan satu. Aku wanita kasar," ujar Raya, lalu menghampiri motornya.

"Yah, kau memang kasar. Wanita sepertimu, tidak ada satu pun laki-laki yang akan menikahimu. Sekalipun ada, aku lebih baik dari mereka," teriak Arya berapi-api, tanpa peduli tetangga akan mendengar keributan mereka di pagi hari.

Raya melaju dengan kecepatan tinggi, menyalip kendaraan di depannya dengan mulus. Ia beberapa kali tersenyum puas, sembari sesekali melirik kaca spion.

Dulu, saat meninggalkan rumah, ia meraung-raung, tenggelam dalam air matanya sendiri. Kini, entah mengapa kesedihan itu lenyap. Namun, masih ada dendam yang masih tersisa. Seakan, tamparan tadi tidak cukup.

"Bagaimana? Kamu sudah mengambilnya?" sambut Retno.

"Sudah. Ini kunci motormu," Raya segera memakai seragam. Setelah, memasukkan semua barangnya ke dalam locker.

"Apa semua berjalan lancar?" tanya Retno lagi, yang masih penasaran. Karena, bagi Retno pasti tidak semudah itu, mengambil sesuatu dirumah mantan mertua.

"Nanti aku cerita, pulang nanti."

"Oke. Aku akan tunggu dan aku akan memastikan volume ponselku, terdengar seperti speaker orang dangdutan."

Yah, malam itu. Retno lupa menyetel ulang mode ponselnya, setelah pulang kerja. Akhirnya, Raya yang terus menerus menelpon, tidak terdengar, karena ponsel Retno dalam mode senyap.

Seperti biasa, Raya kembali bekerja, melupakan drama pagi tadi. Ia mencatat pesanan dan mengantar ke meja. Kadang juga harus membersihkan meja, saat pelanggan sudah meninggalkan tempat.

Waktu istirahat, pukul 12 siang. Mereka harus bergantian makan, karena ada banyak pelanggan yang datang saat jam seperti ini. Raya makan lebih dulu, setelah dipaksa oleh Retno. Karena ia harus bekerja lagi, di rumah sakit. Yang pasti, ia tidak akan punya waktu makan dan istirahat. Selain itu, Raya harus menelpon putrinya. Ia tidak bisa menelpon saat pulang kerja, karena sudah larut malam.

"Apa tidak masalah, kamu sering terlambat?" tanya Retno, yang membersihkan piring bekas makan siang.

"Mereka membantuku, agar tidak ketahuan. Meski, aku tidak tahu sampai kapan. Rumah sakit sebesar itu, tidak mungkin fokus pada pekerja rendahan sepertiku, yang tidak memberikan sumbangsih."

Tepat jam dua siang, Raya bersiap melanjutkan pekerjaannya dirumah sakit. Ia harus sat set, membuka seragam dan memeriksa tasnya sebelum pergi. Diparkiran, Retno sudah siap dengan mode pembalap.

"Pelan-pelan saja, Ret. Nyawa kita lebih penting," ujar Raya, yang duduk diboncengan.

Retno mendengar, namun tidak mengindahkan. Ia terus melaju, menyalip kendaraan. Bahkan lampu lalu lintas, yang sudah berwarna kuning, diterobosnya tanpa takut.

Raya langsung melompat turun, begitu tiba diparkiran. Ia memberikan helm dan berlari masuk. Ia terlambat 15 menit dan harus segera menyesuaikan keadaan dengan rekannya.

Raya sudah berganti seragam dan memakai APD lengkap. Ruangan mereka tampak sepi, karena yang lain sudah bekerja. Raya mendorong peralatan dan bertemu Dian yang membawa beberapa kardus keluar dari kamar pasien.

"Kamu baru datang?"

"Iya, Kak. Maaf. Aku harus membersihkan kamar yang mana?"

"Kamu bersihkan saja kamar yang diujung sana. Pasiennya, si bos. Anak-anak tidak ada yang mau masuk ke dalam."

Seperti biasa, didepan pintu ada dua pria misterius, yang selalu memakai pakaian serba hitam. Sebelum masuk, salah satu mereka harus meminta izin ke dalam ruangan.

"Jangan, berisik didalam! Tuan, sedang tidur."

Raya mengangguk, lalu masuk dengan langkah kaki penuh kehati-hatian, seolah ada pecahan beling berserakan diatas lantai. Ia memperhatikan seseorang yang tertidur pulas, dengan selang infus menggantung.

Karena suara vacuum cleaners, terlalu berisik. Raya memilih langsung mengepel lantai, lagi pula kamar sudah terlihat bersih. Begitu selesai, Ia beralih membersihkan toilet. Namun, Raya mematung cukup lama, menatap kamar mandi yang luas itu. Bagaimana ia mau membersihkan, tanpa bersuara?

Cipratan air saja, sudah menimbulkan suara. Belum, menyikat lantai yang bisa dibayangkan perpaduan keduanya.

"Hah, biar saja." Raya mulai menyiram lantai dan closet. Tidak peduli, dengan suara berisik karena ia tidak tahu harus berbuat apa.

Sikat, sikat, sikat, siram, siram, siram. Begitulah, urutannya. Terakhir, ia harus mengepel lantai kamar mandi, sampai benar-benar kering.

Raya berdiri tegak, sembari memegang pinggangnya yang pegal. Ia juga meregangkan lehernya dengan menoleh kiri kanan.

"Sudah selesai?" Pria asing, dengan satu tangan mendorong tiang infus, berdiri depan toilet. Wajahnya sedikit memucat, namun tidak mengurangi ketampanannya.

Raya tersentak, hingga menjatuhkan alat pengepel. "Maaf. Saya sudah selesai." Buru-buru, Raya menunduk, mengambil alat itu. Sebelum keluar, pasien meminta agar Raya membersihkan bednya.

Raya hanya mengatur seprai yang sedikit bergeser, menyusun bantal dan memungut sobekan-sobekan kertas yang kusut diatas nakas.

"Terima kasih," ucapnya.

Raya merasa iba, membantunya mendorong tiang infus. Dengan langkah kaki yang lemah, si pasien berusaha mencapai bed.

"Apa Anda butuh sesuatu, Tuan?" tanya Raya setelah, pria itu kembali membaringkan tubuhnya.

"Accompany me"

🍁🍁🍁

1
🌻Nie Surtian🌻
seenaknya saja suruh orang keluar kerja...😡
Rini Susanti
aku suka gaya penulisannya.aku tunggu kelanjutannya ka
retiijmg retiijmg
knp adrian lemah?
tidak mau memperjuangkan raya
retiijmg retiijmg: syukurlah klo arland
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈: soalnya jodohnya bukan adrian, tapi aland...
total 2 replies
Tini Laesabtini
lanjut....
Tini Laesabtini
mencaci ,mengumpat dilarang tp buat pelakor aku sgt setuju ,lanjutkan....👍
Tini Laesabtini
cerita yg bagus kenapa yg like dikit
Tini Laesabtini
novel yg bagus ,alur yg menarik sekelas dg penulis yg udh tetnama
Tini Laesabtini
dua ceritamu sudah aku lalui ini yg ke 3, penasaran coba baca yg on going,awal yg bagus cerita yg menarik 👍👍👍👍👍
🌻Nie Surtian🌻
Nach begitu Raya...baru keren...jangan mau di tindas terus..
Amie Layli
bagus raya,jangan pernah takut sama orang2 yg sudah menyakitimu.
retiijmg retiijmg
ayo raya lawan jgn mau dihina,direndahkan & diinjak2 harga diri km.
bntar lg km ketemu sm laki2 yg tulus yg mampu bahagiakan km.
plg suka crita klo perempuannya tangguh & kuat
Amie Layli
semangat raya,buktikan ke arya kalau kamu bisa sukses,bisa memberi kehidupan yg layak untuk lily tanpa bantuan si arya
🌻Nie Surtian🌻
Tetap semangat Raya...💪💪💪 Demi Lily, ibu dan adikmu...
irma hidayat
yang kuat raya Tuhan lagi menguji kesabaranmu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!