NovelToon NovelToon
Hidden Alliance

Hidden Alliance

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Lari Saat Hamil / Aliansi Pernikahan / Anak Kembar
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: lestari sipayung

Di dunia yang penuh intrik dan kekuasaan, Liora, seorang wanita penerjemah dan juru informasi negara yang terkenal karena ketegasan dan sikap dinginnya, harus bekerja sama dengan Darren, seorang komandan utama perang negara yang dikenal dengan kepemimpinan yang brutal dan ketakutan yang ditimbulkannya di seluruh negeri. Keduanya adalah sosok yang tampaknya tak terkalahkan dalam bidang mereka, tetapi takdir membawa mereka ke dalam situasi yang menguji batas emosi dan tekad mereka. Saat suatu misi penting yang melibatkan mereka berdua berjalan tidak sesuai rencana, keduanya terjebak dalam sebuah tragedi yang mengguncang segala hal yang mereka percayai. Sebuah insiden yang mengubah segalanya, membawa mereka pada kenyataan pahit yang sulit diterima. Seiring waktu, mereka dipaksa untuk menghadapi kenyataan. Namun, apakah mereka mampu melepaskan kebencian dan luka lama, ataukah tragedi ini akan menjadi titik balik yang memisahkan mereka selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lestari sipayung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jejak Pemburu - Siapa Dia?

"Terima kasih!" seru komandan besar di tengah hiruk-pikuk pertempuran.

Liora tidak menjawab. Dia tetap fokus pada musuh di depannya, terus melepaskan tembakan dengan presisi yang luar biasa. Setiap gerakannya begitu terampil, seolah dia telah lama terlatih sebagai prajurit. Padahal, Liora sebenarnya hanya seorang penerjemah dan juru informasi yang dikirim untuk mendukung misi, bukan untuk bertempur. Tapi dia tak peduli, nyawanya kini sama berharganya dengan nyawa yang ia lindungi.

Sementara itu, di ruang pengawas dalam markas, Iron memandang layar kamera pengontrol dengan wajah geram. Dari tayangan kamera penglihat, dia melihat pasukannya yang mulai berguguran satu per satu. Rasa frustrasi menggulung dirinya. Dengan amarah meluap, dia menendang kursi di depannya hingga terlempar ke dinding.

"Aku bisa mati jika terus berada di sini!" gumamnya serak, pandangannya liar mencari jalan keluar. Iron mulai merasa terpojok. Dia belum siap mati. Kesombongannya kini memakan dirinya sendiri. Dia terlalu meremehkan lawan, tanpa menyadari bahwa serangan ini adalah hasil dari pengintaian matang selama berhari-hari.

"Sial!" geramnya sekali lagi, sambil meremas rambutnya dengan putus asa. Dengan kondisi markas yang sudah disusupi dan pasukan musuh yang begitu terorganisir, Iron menyadari bahwa waktunya di markas ini mungkin sudah habis.

Brakkk!

Pintu tiba-tiba terbuka dengan kasar, menciptakan suara yang menggema di saat-saat genting seperti itu. Iron yang sedang berusaha mempertahankan fokusnya langsung menatap tajam ke arah pintu, ingin tahu siapa yang telah mendobrak masuk.

"Kau!" serunya dengan nada terkejut, matanya membelalak melihat sosok yang berdiri di sana.

Tanpa banyak bicara, orang itu melangkah cepat mendekati Iron. "Ikuti aku jika kau masih mau hidup!" katanya tegas, suaranya penuh perintah.

Tanpa sempat berpikir panjang, Iron merasa perintah itu seperti jalan terakhir. Orang itu segera menarik tangannya dan membawanya keluar melalui sebuah lubang kecil yang tersembunyi—lubang yang sama sekali tidak terlihat sebelumnya.

Dengan gerakan cepat, orang itu menutup akses lubang tersebut, sementara asap dari tembakan mulai memenuhi ruangan. Iron tetap diam, pikirannya berkecamuk, tetapi langkah kakinya terus mengikuti. Dia tahu, meski situasinya tidak jelas, malam ini tampaknya bukanlah akhir dari hidupnya.

Seseorang itu menarik Iron dengan cepat, membawa mereka melalui jalan pintas yang tersembunyi, cukup jauh dari markas yang kini porak-poranda. Tembakan dan ledakan terus menggema, udara penuh bau mesiu dan asap. Langkah mereka tergesa, namun penuh perhitungan. Iron tertegun ketika mereka tiba di sebuah area baru, bagian lain dari Sierra yang tersembunyi dari pandangan.

Iron menghela napas lega, pikirannya sejenak teralihkan dari ketegangan. Namun, hanya sesaat sebelum matanya membelalak, tubuhnya menegang seperti tersengat sesuatu yang tiba-tiba ia ingat.

"Dokumennya!" serunya, suaranya dipenuhi kecemasan. "Masih ada di kamar!"

Langkah seseorang itu terhenti. Sosoknya yang masih tertutup scarf perlahan berbalik menatap Iron. Ia adalah pembunuh bayaran yang disewanya sendiri, dan kini, dialah yang menjadi penyelamatnya.

"Bagaimana ini?" Iron berbisik cemas, nadanya panik. Seluruh usahanya, seluruh perjuangan melawan lawan, akan sia-sia jika dokumen penting itu tertinggal. Itu bukan hanya bukti penting, tetapi juga kunci untuk menghentikan perang yang sedang berkecamuk.

Sebuah mobil kecil melaju dengan cepat mendekati mereka, remnya mencicit tajam saat berhenti di tengah kegelapan yang suram, hanya diterangi oleh kilatan api dari sisa-sisa ledakan yang belum sepenuhnya padam. Iron menatap kendaraan itu dengan tatapan penuh tanda tanya, ekspresinya tegang dan waspada. Pandangannya kemudian beralih pada sosok di sebelahnya, mencari jawaban atas apa yang baru saja terjadi, tetapi tidak ada petunjuk.

"Pergilah ke tempat yang lebih aman," suara sosok itu akhirnya terdengar, tegas dan tanpa ragu sedikit pun, seperti pukulan palu yang mematahkan keraguan. Tatapannya menusuk, tajam dan penuh perhitungan, seolah-olah setiap detail di medan perang ini sudah ada dalam rencananya. Iron tidak menjawab, mulutnya seolah terkunci oleh ketegangan yang terus memuncak. Ia hanya berdiri kaku, berusaha mencerna perintah itu di tengah gemuruh ledakan dan suara peluru yang bersahutan tanpa henti.

Namun, sebelum ia sempat memprotes atau bertanya, pintu mobil terbuka lebar, diikuti oleh beberapa penjaga bersenjata yang keluar dengan gerakan cepat dan terlatih. Mereka bukan bagian dari pasukan Iron Hand—ia mengenali itu dengan mudah—tetapi instingnya mengatakan bahwa mereka berada di pihaknya. Meski demikian, keraguan masih menyelimuti benaknya.

"Tunggu! Aku tidak bisa—" kata-kata Iron terhenti ketika pria itu menatapnya dengan tajam, pandangan yang memaksa diam tanpa perlu banyak bicara. Waktu seakan melambat sejenak, meskipun di sekitarnya perang terus berkecamuk tanpa henti.

Iron akhirnya menyerah pada keadaan. Dengan langkah berat dan penuh keraguan, ia mengikuti arahan itu, masuk ke dalam mobil yang mesinnya sudah meraung, siap untuk melaju. Ketika pintu ditutup dengan keras, kendaraan itu langsung melaju kencang, meninggalkan jejak debu dan bau mesiu yang menyengat. Suara tembakan masih bergema dari belakang, memburu seperti bayang-bayang kematian yang tak henti mengejar. Iron memandang keluar jendela, pemandangan medan perang yang penuh kekacauan mulai menghilang di balik kegelapan, tetapi ketegangannya tetap tak beranjak. Ia tahu bahwa di balik layar semua ini, bahaya yang lebih besar sedang menanti.

Di belakang, perang masih menggila. Dentuman senjata bergema seperti guntur yang tak kunjung reda, sementara desingan peluru melintas tajam, menciptakan irama yang menggetarkan malam. Sosok itu berdiri tak bergeming, matanya tajam mengikuti mobil yang membawa Iron pergi, hingga hanya kegelapan yang tersisa di ujung pandangan.

Dengan gerakan tenang, ia merapikan scarf yang menutupi sebagian besar wajahnya, mengeratkannya untuk menghalau dingin dan debu perang. Tidak ada keraguan dalam raut wajahnya. Ia berbalik, langkahnya cepat namun terukur, seolah-olah setiap langkah adalah bagian dari strategi yang sudah lama direncanakan. Ia tahu apa yang akan dihadapinya, dan sudah siap untuk menerima segala konsekuensinya, bahkan jika itu berarti nyawa menjadi taruhannya.

Bangunan di depannya menjulang seperti bayangan hantu dalam kegelapan, hancur sebagian oleh ledakan yang baru saja terjadi. Tanpa ragu, ia menyelinap masuk ke dalamnya, tubuhnya menyatu dengan bayang-bayang. Udara di dalam gedung terasa berat, dipenuhi bau mesiu dan asap yang menyengat. Ia bergerak dengan luwes, memanfaatkan kabut gelap itu untuk menyamarkan dirinya dari pandangan musuh.

Langkahnya berhenti sejenak ketika suara kaki terdengar tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia merapat ke dinding yang retak, mengatur napasnya yang nyaris tak terdengar. Dengan sabar, ia menunggu sampai suara itu menghilang, sebelum kembali melangkah, lebih hati-hati dari sebelumnya.

Setelah menyusuri lorong-lorong gelap yang dipenuhi reruntuhan, ia tiba di depan sebuah ruangan. Pintu baja di depannya terlihat hampir tak tersentuh, kontras dengan kehancuran di sekitarnya. Matanya menyipit, menilai situasi. Ia tahu bahwa di balik pintu itu, ada sesuatu yang ia cari.

Di balik pintu itu, dokumen yang menjadi alasan semua kekacauan ini tersimpan. Tidak ada waktu untuk ragu. Dengan gerakan cepat dan terlatih, sosok itu menyelinap masuk ke ruangan. Udara di dalam terasa berat oleh bau mesiu dan debu, menciptakan suasana yang mencekam. Waktu terus berjalan, dan ia sadar setiap detik yang berlalu hanya memperbesar risiko dirinya ditemukan.

Tangannya dengan cekatan membuka laci yang ia hafal letaknya. Dokumen itu ada di sana—selembar demi selembar kertas yang menjadi inti dari semua kekacauan ini. Senyum kecil tersungging di balik scarf yang menutupi wajahnya. Namun, sebelum ia sempat bergerak lebih jauh, tubuhnya mendadak menegang. Sebuah suara dan langsung kaki nyaris tidak terdengar menghentikan usahanya.

Ia berbalik, tubuhnya waspada. Sorot matanya bertemu dengan seseorang yang berdiri di ambang pintu. Wajah itu ia kenali.

“Darren,” gumamnya dalam hati.

1
revasya alzila
ditunggu kelanjutannya thor
revasya alzila
Keren sih menurutku
revasya alzila
keren ceritanya kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!