Mantan Simpanan

Dea melempar semua bajunya di atas ranjang, lalu mendudukkan tubuhnya sendiri dengan kesal di tepian. Dia kesal sekali saat mendengar Arden bicara tentang bra dan cd sesantai itu, seolah diantara mereka sudah tidak ada privasi.

"Dasar menyebalkan! hih!" kesal Dea, dia meninju udara.

Tidak ingin kembali terpengaruh dengan adanya Arden, Dea coba menenangkan diri, menarik dan membuang nafasnya pelan. Lalu mulai menyusun baju-bajunya di dalam lemari. Sembari menyusun itu, mulutnya terus menggerutu ...

"Bertahanlah Dea, hanya 3 bulan, hanya 3 bulan ..."

"Selepas itu kamu bisa memulai hidupmu yang baru, ya tentu saja, aku akan membuat hidupku lebih berwarna ..."

"Aku akan jadi kaya dengan jerih payahnya sendiri, bukan dengan membuka kaki pada pria menyebalkan Itu ..."

"Ah baju ini mahal sekali," ucap Dea pula, dia kembali menelisik gaun hitam miliknya ini. Gaun yang dia gunakan ketika berlibur ke Paris bersama Arden.

"Sepertinya aku juga harus mengembalikan semua baju ini. Huh." Dea membuang nafasnya berat, meski nanti semuanya akan terasa sulit, namun Dea coba yakin. Bagaimanapun dia harus hidup di atas kakinya sendiri.

Malam tiba.

Saat makan malam, Dea dan Arden makan malam bersama. Masakan yang tadi sempat dimasak oleh Dea.

Selama ini mereka memang selalu seperti ini, semua kebutuhan Arden akan Dea penuhi. Semuanya, mulai dari makan, menyiapkan baju yang dipakai Arden, dan memenuhi hasrat Arden di atas ranjang.

Selesai makan malam Arden hendak masuk ke dalam kamarnya, namun kemudian Dea memanggil dan menghentikan langkah Arden.

"Jangan pergi dulu, ku rasa ada yang harus aku bicarakan," ucap Dea.

Arden berbalik dan menatap mantan simpanannya ini.

"Katakan pada Leon, biar Leon yang mengatakan padaku besok. Malam ini aku sangat lelah, jangan lupa besok pagi bangunkan aku saat jam 5 pagi."

Arden pergi dan Dea terperangah. Padahal dia ingin mengakhiri Semuanya, ingin berhenti pula mengurus Arden.

Dea berlari, sebelum Arden masuk ke dalam kamarnya Dea lebih dulu menahan lengan Arden dengan kuat.

"Jangan pergi saat aku masih ingin bicara!" kesal Dea, suaranya bahkan lebih meninggi.

Sesuatu yang tidak pernah Dea lakukan selama ini, memberontak. Biasanya Dea akan selalu menurut, mematuhi semua perintah Arden tanpa membantah sedikitpun.

Sikap Dea itu cukup membuat Arden mengerutkan dahi.

"Hubungan kita sudah berakhir, aku disini hanya untuk memastikan bawa aku tidak hamil. Jadi jangan berharap aku masih mau mengurus semua kebutuhannya, kalau kamu mau bangun jam 5 ya bangun saja sendiri! kenapa merepotkan ku! kesal Dea.

Dan Arden sungguh heran melihat sikap wanita nya ini. Saat sedang marah begini Dea jadi terlihat semakin mempesona.

"Selama 3 bulan ini, bahkan jika aku ingin menyentuhmu, aku masih diizinkan," balas Arden dengan suaranya yang datar, juga raut wajah tanpa ekspresi.

Namun ucapannya itu mampu membuat Dea diam seribu bahasa. Kenapa surat perjanjian itu banyak sekali isinya, bahkan Dea sampai tidak mengingat semua.

Dan Kenapa, dari semua isi perjanjian itu perasaan tidak ada yang menguntungkan dia.

Dea menelan ludahnya kasar, mundur selangkah saat Arden mulai menatapnya penuh minat.

"Jangan menyentuh ku!"

"Baiklah, karena di dalam surat perjanjian itu aku memang tidak boleh menyentuhmu tanpa izin."

Selepas mengatakan itu Arden masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu.

Meninggalkan Dea yang terperangah disana, "Sepertinya aku harus kembali membaca surat perjanjian itu," gumam Dea.