Maula, harus mengorbankan masa depannya demi keluarga.
Hingga suatu saat, dia bekerja di rumah seorang pria yang berprofesi sebagai abdi negara. Seorang polisi militer angkatan laut (POMAL)
Ada banyak hal yang tidak Maula ketahui selama ini, bahkan dia tak tahu bahwa pria yang menyewa jasanya, yang sudah menikahinya secara siri ternyata...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17
Panasnya deru nafas yang menerpa ceruk leherku, membuatku reflek menarik napas panjang, menahannya sejenak baru kemudian ku hempaskan secara perlahan.
Dengan mata terpejam, serta jantung berpacu sangat kencang, aku menikmati gelenyar aneh yang hingga detik ini masih bisa ku rasakan.
Pria dengan keringat membanjiri tubuhnya, masih terkulai lemas di atasku usai satu pelepasan tercapai.
Setelah dua kali berhubungan badan dengannya, entah kenapa aku jadi berharap lebih.
Jujur, aku ingin memilikinya seutuhnya, namun apakah mungkin? Sementara pernikahan siri ini hanya sebatas perjanjian yang paling lama hanya bertahan satu atau dua bulan. Di tambah dia yang masih memiliki istri, rasanya memang tidak mungkin. Dan aku harus siap dengan hatiku yang nantinya bisa saja hancur.
Kembali menarik napas, aku merasa udara yang ku salurkan ke paru-paru justru terasa menyakitkan.
Apa iya aku sudah jatuh cinta padanya?
Mendesah pelan, ku lihat pria ini bergerak menyingkir dari atas tubuhku dan langsung menjatuhkan tubuhnya di sampingku.
Sesaat setelah itu akupun turut bergerak, menarik selimut, lalu memiringkan badan dengan membelakanginya.
Tak lama kemudian kurasakan lengannya melingkari perutku.
Detik itu juga jantungku berakasi sangat kurang ajar, detakannya kian meliar sampai aku tak tahu bagaimana menenangkannya.
Memejamkan mata, ku nikmati hembusan napasnya yang menyapu belakang kepalaku.
Aku tak tahu apakah pria yang kini ada di belakangku melakukannya dengan sadar, atau enggak.
Yang jelas aku merasa senang karena tandanya dia tidak menganggapku seperti tebu, yang habis manis, lalu sepah di buang.
Entah sampai pukul berapa, kesadaranku akhirnya menghilang sempurna di telan mimpi.
Ku buka mata ketika mendengar suara korden terbuka..
Pria itu sudah terlihat segar dengan rambut setengah basah.
Spontan ku lirik jam di atas nakas yang menunjukan waktu pukul tujuh.
"Maaf aku telat bangun" Kataku lesu.
Alih-alih meresponku, dia malah berjalan ke arah lemari dan mengambil sebuah kemeja lengan panjang miliknya.
Aku sempat mencuri pandang kalau di dalam lemari itu tak hanya ada bajunya saja, tapi juga baju khas milik perempuan.
Mungkinkah ini apartemen miliknya? Istrinya juga suka di bawa ke sini? Atau dia biasa membawa perempuan lain masuk ke apartemen ini untuk memuaskan hasratnya, dan baju-baju itu dia persiapkan untuk para wanita yang menginap di sini?
Ah.. Ada begitu banyak pertanyaan yang terus singgah dalam hatiku. Termasuk alasan dia kenapa tidak datang ke istrinya untuk menuntaskan kebutuhan biologisnya.
"Pakai ini!" Perintahnya tanpa ekspresi. Tangannya terjulur menyerahkan kemeja putih ke hadapanku.
Ku kira dia ambil kemeja itu untuk dirinya sendiri. Ternyata untukku.
Aku menerimanya setelah bangkit dan duduk dengan salah satu tangan lainnya mempertahankan selimut di dadaku.
"Ini buatku?"
"Buat kamu pakai, lebih tepatnya" Balasnya terdengar dingin di telingaku. "Bukankah kamu nggak mau pakai baju-baju istriku, jadi pakai saja bajuku?" Lanjutnya kemudian menyesap kopi di cangkir yang dia bawa ke kamar.
Aku tahu itu kopi dari aromanya.
Satu persatu tanganku masuk ke lengan baju, lantas mengaitkan beberapa kancing kemeja sebelum kemudian ku singkirkan selimut yang menutupi tubuhku.
Saat aku bangkit dan beranjak turun dari tempat tidur, aku merasa aneh dengan kemeja yang ku pakai ini. Kemeja kebesaran yang untungnya panjangnya nyaris selutut, tentunya bisa melindungi area pribadiku.
Coba kalau tidak, aku akan lebih malu karena tidak mengenakan pakaian dalam.
"Aku ke toilet dulu, setelah itu akan ku masakkan sarapan buatmu" Ucapku gugup. Aku deg-degan jika bertukar pandang dengannya.
***
"Kamu nggak ada acara apapun?" Tanya pria yang begitu lahap menikmati sarapannya.
Saat ini aku dan mr F tengah duduk di ruang makan sambil menikmati mie tek-tek yang ku buat dengan bahan seadanya.
"Seminggu ke depan nggak ada"
"Memangnya setelah satu minggu mau kemana?"
"Sudah mulai bekerja"
Dia melirikku, bersamaan dengan itu jantungku begetar dan aku langsung menunduk.
"Di bar?"
"Bukan?"
"Sudah mulai antar koran?"
"Enggak" Jawabku seraya menggelengkan kepala.
"Awas saja kalau jual diri. Ingat, selama hutangmu belum lunas kamu tidak bisa menerima job dari Agni"
Spontan aku mengangkat kepala, memberanikan diri menatap pria yang mendadak terlihat sangat menyebalkan di mataku.
"Masih berfikir aku kerja begituan?" Ku tarik salah satu sudut bibirku ke atas. "Bures sekali prasangkamu"
"Hanya mengingatkan saja"
"Tapi aku bukan wanita seperti itu"
"Hmm" Sahutnya yang masih menguyah makanan di dalam mulut.
Aku sendiri mencebik sebal ketika melihat reaksi acuh di wajahnya.
"Sumpah itu pekerjaan pertama dan terakhirku, itu juga baru kamu yang boking aku"
"Ya, ya, dan awas saja kalau kamu bohong"
"Bohong gimana?"
"Siapa tahu diam-diam kamu menerima bokingan lain"
Mendengar ucapannya, tak sengaja aku membanting sendok ke atas piring. Otomatis membuatnya kaget kemudian langsung memindai wajahku.
"Kamu kenapa jadi tantrum?"
"Sudah ku bilang aku bukan wanita pekerja komersial, kenapa kalimat-kalimatmu seakan terus memojokanku?"
"Cuma ngingetin aja kalau urusanmu denganku masih delapan malam" Ujarnya membuatku kian kesal.
"Ngomong-ngomong kamu kerja dimana?" Tanyanya setelah kami sama-sama tak bersuara hingga beberapa menit.
"Bukan urusan kamu!"
"Jadi urusanku karena kamu sekarang istriku"
"Hanya istri siri, masih kalah kuat dari istri sah" Lirihku, kemudian melanjutkan sesi makanku.
"Minggu depan aku harus ke luar kota selama tiga bulan, jangan bertemu dengan pria lain, paham"
"Memangnya aku mau menemui pria mana? Aku nggak ada waktu buat main-main" Entahlah, nada suaraku terdengar cuek di telingaku sendiri.
"Bagus!!" Balasnya lalu meneguk sisa air di gelasnya. Sedetik kemudian dia bangkit.
Sebelum meninggalkan tempat duduknya, pria tampan ini mengatakan sesuatu.
"Hari ini aku akan pulang menemui anak-anakku. Kalau kamu mau tetap di sini, jangan coba-coba bawa masuk orang lain, temanmu atau siapapun itu. Pastikan pintu terkunci dari dalam, dan matikan alat listrik setelah di gunakan"
"Mau pulang ke istri sah?" Lirih, sangat lirih. Tiba-tiba aku merasa cemburu padahal aku tahu betul bahwa dia milik wanita yang katanya sangat sempurna.
"Aku mau pulang ke kostan saja"
"Okay, kalau mau aku bisa mengantarmu dulu ke tempat kostmu sebelum aku pulang"
"Nggak usah, aku bisa sendiri"
"Baiklah" Si F mendorong kursi, lalu mengayunkan kakinya. Baru tiga langkah menjauh, aku buru-buru menghentikan langkahnya.
"Tugas apa di luar kota? Terus luar kotanya mana, kok lama sampa tiga bulan?" Tanyaku membuatnya otomatis membalikkan badan.
"Ngawal pembangunan PLTU di Jogja"
"Katanya sopir, emang tugas sopir ngawal begituan juga, iya? Aku baru tahu tugas sopir yang ini"
Dia termenung, tanpa memberiku penjelasan apapun, pria berkaos krah itu kembali balik badan lantas melanjutkan langkahnya.
Aku di sini terdiam dengan kekesalan yang kian melesat.
Ada apa denganku? Kenapa seakan aku tak terima dia pulang ke istri sahnya.
Ku sentakkan napas kasar, lalu membanting punggungku ke sandaran kursi.
"Apa aku hidup hanya untuk di manfaatkan saja?" Gumamku dengan suara rendah.
Lepas dari ibu dan juga Naomi, aku malah bertemu dengan pria macam dia.
sama aku pun juga
next Thor.... semakin penasaran ini