NovelToon NovelToon
Pengejar Lelaki

Pengejar Lelaki

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:475
Nilai: 5
Nama Author: Khara-Chikara

Ima mengalami hal yang sangat luar biasa pada kehidupan nya yang beranjak dewasa. Dia baru tahu bahwa cinta harus memandang usia, uang, kualitas, fisik bahkan masih banyak lagi. Hal itu membuatnya bimbang akan pilihan kedepan nya bagaimana dia menemukan sesosok pria yang begitu baik untuk menemani kehidupan nya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khara-Chikara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 17

Regis terdiam, dia menatap bawah melihat atas kepala milik Ima. "Dia benar-benar wangi... Gadis manis memang beda aroma nya," pikirnya. Tapi ia menggeleng cepat. "Apa yang aku pikirkan sialan... Aku tidak mau jadi begini... Aku akan mengantarkan mu pulang..." Regis menatap, dia mendorong pelan pundak Ima untuk nya melihat wajah Ima.

Sekarang Ima benar-benar terisak.

"Ha... Lihat ini, kau benar-benar kesakitan sekarang, sudah kubilang jangan memikirkan nya lagi," Regis mengusap air mata Ima dengan tangan nya tapi Ima terkejut menarik wajahnya. "Aw..."

"Oh, maaf," Regis menatap tangan nya, rupanya tangan nya bertekstur agak kasar lalu lebih memilih mengeluarkan sapu tangan dan mengusap air mata Ima.

"Itu sudah cukup, sapu tangan mu akan basah di penuhi air mata ku," Ima menatap.

"Ini baik-baik saja," Regis membalas sambil menyimpan kembali sapu tangan nya.

"Aku akan mengantar mu," tatap nya sekali lagi.

"Tidak perlu... Aku akan pulang saja sendiri."

"Aku akan mengantar mu—

"Tidak mau...! Sudah kubilang jangan dekat dekat aku dulu!" Ima menatap kesal.

Lalu Regis terdiam, ia menghela napas panjang. "Bagiku, ini semua harus terjadi, jika kau tidak mendapatkan seseorang yang paling ingin kau dengar menerima mu, maka... Tinggalkan saja, lalu apa yang aku lakukan sekarang ini... Aku tidak meninggalkan mu," kata Regis.

“Kenapa kamu peduli?” tanyanya pelan, hampir seperti bisikan, tapi ada rasa sakit yang tersirat dalam nadanya. “Kamu tidak perlu repot-repot.”

Regis mengerutkan kening, menatapnya dengan tatapan serius. “Kenapa dia bertanya lagi? Aku peduli karena aku tidak bisa membiarkanmu merasa seperti ini. Ima, aku…” ia terhenti, seakan mencari kata yang tepat. “Aku tidak ingin kau berpikir bahwa kau sendirian. Aku akan membantumu melewati ini.”

Ima menggigit bibirnya, ragu untuk membalas. Namun, ia akhirnya melepas genggaman tangannya pada Regis. Ia hanya mengangguk kecil, menghindari kontak mata, dan memilih untuk pergi tanpa berkata apa-apa lagi.

"Ima.... Kenapa?" Regis menatap tidak percaya.

Tapi Ima hanya diam, dia memang berhenti berjalan tapi tidak menoleh ke belakang dan hanya mengatakan sesuatu. "Maafkan aku, tidak untuk sekarang.... Aku berubah pikiran... Maafkan aku, jangan membenciku..." dia terus meminta maaf hingga ia berjalan pergi meninggalkan Regis sendirian.

Tapi Regis hanya diam tenang, dia justru menghela napas panjang. "Aku harus mengerti perasaan gadis itu, aku harus meyakinkan nya..."

Sore itu, langit mulai berubah warna, menciptakan gradasi jingga keunguan yang membentang luas di cakrawala. Angin sepoi-sepoi berhembus lembut, menyapu dedaunan yang berguguran di tepi jalan. Ima berjalan dengan langkah yang sedikit berat menuju kafe tempatnya bekerja. Sejak pagi, pikirannya terus dipenuhi oleh berbagai pertanyaan yang membuatnya tenggelam dalam kebingungan.

"Aku sudah mengalami hal yang buruk akhir-akhir ini... Aku tidak bisa memilih..." gumamnya dalam hati, tatapan matanya menerawang tanpa fokus.

Namun, saat hendak melangkah masuk ke dalam kafe, seseorang muncul di hadapannya.

"Ima?"

Suara yang akrab itu membuat Ima terangkat dari lamunannya. Naya, yang hendak masuk ke kafe, kini berdiri tepat di depannya, wajahnya menunjukkan keterkejutan sekaligus rasa penasaran.

"Ah, sore, Naya... Kebetulan sekali bertemu..." Ima mencoba tersenyum, berusaha terlihat lebih tenang meskipun pikirannya masih berantakan.

Namun, Naya justru menatapnya dengan penuh selidik. Mata coklatnya menyipit, mencoba membaca ekspresi Ima yang tampak gelisah.

"Ima, kau baik-baik saja, kan? Apa yang terjadi padamu?" tanyanya dengan nada khawatir.

"Eh, apa yang salah denganku?" Ima spontan meraba pipinya, seolah memastikan apakah ada sesuatu yang aneh pada dirinya.

"Kau terlihat mencemaskan sesuatu. Kau khawatir atau kecewa? Sesuatu telah terjadi padamu?" Naya bertanya dengan terburu-buru, suaranya terdengar berantakan, mencerminkan rasa penasarannya yang begitu besar.

Ima menarik napas dalam-dalam. Ia tahu Naya bisa sangat peka terhadap perubahan sikap seseorang.

"Tidak kok, aku tidak memiliki masalah..." jawabnya sambil tersenyum tipis, meskipun matanya tidak sepenuhnya bisa menyembunyikan kebimbangan.

"Kau yakin?" Naya menatapnya dengan curiga, alisnya sedikit terangkat. Ima mengangguk cepat, mencoba mengakhiri pembicaraan itu sebelum semakin dalam.

Saat itu juga, suara pintu kafe terbuka, dan seseorang keluar dari dalamnya. Manajer Hinko muncul dengan wajah santai, tangannya masih memegang buku catatan kecil seperti biasanya.

"Oh, Ima, Naya?" Ucapnya dengan sedikit terkejut, baru menyadari keberadaan mereka di depan kafe.

"Hai, Manajer..." Naya menyapa dengan ceria, mengangkat satu tangan dengan riang.

"Masuklah kalian, kenapa berdiri saja di depan kafe?" katanya sambil melangkah masuk lebih dulu.

"Baik!!" sahut Naya dengan semangat, lalu segera mengikutinya ke dalam.

Namun, Ima justru terdiam. Tangannya yang hendak menarik pegangan pintu mendadak berhenti. Sesuatu—atau seseorang—telah menarik perhatiannya.

Matanya tanpa sengaja menangkap sosok yang berdiri agak jauh di seberang jalan. Bayangan seorang pria yang familiar itu membuat jantungnya mencelos.

Siapa sangka, itu adalah Regis.

Tatapan itu tertuju padanya, matanya seolah menembus ke dalam pikirannya, seakan bisa membaca segala keresahan yang berputar di dalam benaknya. Ima membeku sejenak. Jarak antara mereka cukup jauh, tapi bayangan Regis jelas tertangkap dalam pandangannya. Ia tampak lebih percaya diri dari sebelumnya, berdiri tegap dengan sikap yang tenang.

"Kenapa dia ada di sini...? Kenapa dia tidak pergi saja...? Kenapa dia mulai percaya diri dengan penampilannya...? Apa dia memang sengaja...? Kenapa... Kenapa...? Apa kau akan mengejekku karena aku tidak bisa move on dari kejadian tadi?!" Ima mengepalkan tangannya tanpa sadar. Ada sesuatu di dalam dirinya yang bergejolak, perasaan yang sulit ia jelaskan.

Namun, sebelum ia bisa berpikir lebih jauh, Regis mulai melangkah.

Ima hanya bisa berdiri di tempat, matanya terpaku saat pria itu semakin mendekat. Hatinya berdebar, bukan karena takut, tapi lebih karena campuran emosi yang ia sendiri tidak pahami.

Kini, Regis berdiri di hadapannya. Ima bisa melihat wajahnya lebih jelas—mata gelapnya yang tenang, ekspresi datarnya yang sulit ditebak, namun ada ketulusan yang terasa di dalamnya.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Regis, suaranya dalam namun terdengar lembut.

Ima terkejut. Pertanyaan itu terasa begitu tidak terduga, seolah Regis benar-benar peduli dengan apa yang sedang ia rasakan.

"Keadaanku?" ulang Ima, masih mencoba memproses pertanyaan itu.

"Kau tidak memikirkan hal tadi, kan? Aku mencoba menenangkan mu, tapi kau malah pergi begitu saja. Jika kau memiliki pilihan lain, kenapa kau harus menyerah pada satu pilihan yang membelokkan mu?" Regis menatapnya, suaranya terdengar lebih dalam, seolah ingin memastikan Ima benar-benar mengerti apa yang ia katakan.

"Apa yang sedang kamu bicarakan..." Ima mengalihkan pandangan, merasa tidak nyaman dengan pembicaraan ini. Ada sesuatu dalam tatapan Regis yang membuatnya merasa telanjang, seolah semua perasaannya yang tersembunyi bisa terlihat jelas olehnya.

Regis menghela napas panjang, mengusap tengkuknya sebelum kembali menatap Ima dengan serius.

"Ima, aku sudah melihatmu sejak sebelum kita bertemu. Aku sudah lama ingin berbicara normal denganmu, tapi kau malah memilih bicara pada Lio Zheng. Aku tahu kita bukan siapa-siapa, tapi percayalah, seumur hidupku aku belum pernah merasa harus mengejar-ngejar seseorang. Sebelumnya, aku tidak pernah tertarik pada siapa pun. Tapi saat aku melihatmu, semuanya mulai berbeda..."

Kata-kata itu terucap dengan tenang, tapi ada kejujuran yang dalam di dalamnya.

Namun, Ima tetap diam, matanya dipenuhi ekspresi yang sulit dijelaskan.

"Kau seharusnya membenciku karena aku mengutarakan perasaanku pada orang lain, bahkan di depanmu..." suaranya terdengar lebih pelan, ada sedikit nada getir dalam kata-katanya.

"Aku tahu kau mengutarakan perasaan pada orang lain karena kau terlalu terburu-buru dalam bertindak. Kau takut Lio Zheng akan menembak mu duluan, jadi kau tak sengaja mengatakannya. Lagipula, kau tidak tahu siapa yang menyukaimu di antara aku dan Lio Zheng..."

Kata-kata Regis menggantung di udara, menimbulkan ketegangan yang aneh di antara mereka. Ima menelan ludah, tangannya mengepal tanpa sadar.

"Apa maksudmu? Aku benar-benar tidak mengerti," ucapnya dengan suara pelan.

"Ima, apa aku harus mengulangi kalimatku?" Regis sedikit mencondongkan tubuhnya ke arahnya. "Aku tertarik padamu. Aku ingin lebih dekat denganmu. Percayalah padaku. Jika kau ingin meminta sesuatu soal hubungan ini, aku bisa melakukannya tanpa terkecuali. Jadi, percayalah kata-kataku. Aku akan membawamu. Aku akan memberikanmu kehangatan..."

Mata Regis tetap terkunci pada Ima, penuh dengan ketegasan dan kesungguhan. Ima membelalakkan matanya, wajahnya langsung memerah seketika.

"Entah kenapa, ketika dia mengatakan itu, hatiku lebih berdebar dari sebelumnya. Aku bisa merasakan benang merah yang keluar dari jarinya dan mengikat jariku... Apa ini memang benar-benar perasaan yang sesungguhnya? Aku tidak kenal siapa dia sebenarnya, tapi ketika dia mengatakan itu, hati dan jiwaku seperti setuju pada sesuatu tentang keyakinan dan perkataannya..."

Ima lalu terdiam sebentar. "Apakah kau benar-benar suka padaku? Kau janji tidak akan melakukan apapun padaku, apa jika aku menerima mu, kau berhenti mengejar ku?" Ima menatap.

"Mungkin aku tidak akan mengatakan konsep itu, aku lebih suka jika aku mengatakan aku tertarik padamu lalu kita memutuskan ke jenjang berikut nya, aku akan patuh pada mu untuk apa dulu... Yang penting aku memang sudah bisa mendapatkan mu," kata Regis.

Seketika Ima memerah dan benar-benar merona. "Um... Ini adalah soal cinta yang begitu rumit, aku benar-benar tidak mengetahui nya."

"Kalau begitu, aku akan mengajari mu, mengajari apa cinta yang sesungguh nya, cinta dewasa yang hanya dinikmati oleh orang yang mengerti segala nya soal cinta juga," tatap Regis.

Ima kembali terdiam, jantung nya berdegup kencang. "Aku tak tahu harus apa... Kenapa jantung ku dari tadi bisa berdegup se kencang ini, bahkan sakit nya tadi sudah hilang, ini begitu aneh... Apa karena aku melihat wajah nya?" Ima menengadah menatap wajah Regis.

"Wajah yang begitu dewasa... Mas Regis.... Berapa umur mu?" Ima menatap.

". . . Bisa aku memberitahu nya kapan kapan saja, mari kita bahas yang ini dulu."

"Um... Bisa katakan sekali lagi niat mu?" tatap Ima.

Regis terdiam sebentar, lalu menghela napas panjang. "Aku tertarik padamu gadis, adakah kau mau bergabung dengan ku... Kau suka pelukan, aku akan memberikan nya pastinya," kata Regis sambil membuka lengan nya menunjukan bahwa dia menerima permintaan pelukan.

Lalu Ima tersenyum senang dan mengangguk. "Ya... Aku suka pelukan."

Regis ikut tersenyum kecil dan menghela napas lagi. "Akhirnya, kau menerima ku juga..."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!